Jakarta, MINA – Gelaran Indonesia Development Forum (IDF) 2019 yang dihelat pada 22-23 Juli mengetengahkan topik utama “Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerja Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif”.
Topik ini dipandang menjadi penting mengingat transformasi struktural erat kaitannya dengan perubahan struktur ekonomi negara, dari berbasis agraris menjadi industri, dan kemudian menjadi berbasis sektor jasa.
Regulasi, kualitas institusi rendah, infrastruktur yang kurang memadai, kebijakan fiskal, serta sumber daya manusia (SDM) yang belum kompetitif menjadi persoalan-persoalan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi
di Indonesia.
Untuk itu, transformasi struktural menjadi kunci, utamanya dengan memanfaatkan bonus demografi, agar dapat terus mendorong pertumbuhan ekonomi negara dan pada akhirnya mengubah status ekonomi dari negara berkembang menjadi negara maju.
Baca Juga: Indonesia Siap Jadi Tuan Rumah MTQ Tunanetra Internasional
Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dikatakan berjalan secara konsisten selama 20 tahun terakhir, perubahan struktur ekonomi justru berjalan lambat dan tidak sesuai rencana. Sektor industri belum mampu menyerap tenaga kerja sebanyak yang dibutuhkan, dan angkatan kerja banyak yang berada di sektor jasa, namun bersifat informal dan tidak memberikan penghasilan yang memadai.
Dalam paparannya pada sesi plenary utama “Transformasi Struktural” di hari pertama penyelenggaraan IDF 2019, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/Bappenas), Bambang Brodjonegoro, menyampaikan bahwa visi “Indonesia 2045” mencita-citakan ketika Indonesia berusia 100 tahun, Indonesia telah berhasil menjadi high-income country. Hal ini hanya bisa diwujudkan jika pertumbuhan ekonomi rata-rata dapat dipertahankan pada kisaran 5,1 hingga 7 persen secara terus-menerus.
Untuk itu Bappenas telah menyiapkan tiga skenario pembangunan ekonomi, dengan menitikberatkan fokus pada revitalisasi industri agar pertumbuhan sektor manufaktur selalu lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi; transformasi sektor jasa, khususnya di sektor pariwisata; serta meningkatkan produktivitas sektor unggulan seperti pertanian dan
perikanan.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan ada lima sektor prioritas pada Making Indonesia 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, serta kimia.
Baca Juga: Sejumlah Wilayah di Banyumas, Jateng Terendam Banjir
Untuk memaksimalkan potensi ekonomi pada sektor-sektor prioritas ini, kebijakan 2020-2024 mendatang akan diarahkan pada peningkatan produktivitas dan daya saing manufaktur ekspor, serta penguatan industri hulu yang strategis. Salah satu kebijakan lain yang dianggap dapat mendorong percepatan transformasi struktural adalah dengan pemberian insentif pajak untuk mendorong pengembangan vokasi di Indonesia, agar negara dapat terus mencetak SDM dengan daya saing yang kompetitif.
Hal serupa juga disampaikan oleh pembicara utama lainnya. Mereka menilai pentingnya perubahan kebijakan yang radikal untuk pendidikan di Indonesia. Investasi pendidikan dipandang harus diarahkan ke pendidikan kreatif, inovatif, dan saintifik, karena pendidikan teknis ataupun mekanikal sudah digantikan oleh teknologi. (L/R11/B05)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BNPB Pastikan Tanggap Darurat Sukabumi Berjalan Cepat dan Tepat