Oleh Moehammad Amar Ma’ruf, Diplomat Karier Kementerian Luar Negeri RI
Dalam perjalanan karier sebagai seorang diplomat, suatu kehormatan bisa mengunjungi beberapa negara di Benua Afrika seperti Al-jazair, Senegal, Sudan, Tunisia, Libya, Maroko, serta Mesir. Afrika suatu benua yang luas dan berjarak jauh dari negeri kepulauan Indonesia yang berada di Benua Asia telah memberikan kesempatan untuk melihat gambaran mengenai keberagaman bangsa-bangsa di dunia yang menuntut kita untuk saling mengenal satu sama lain.
Proses pengenalan antarmasyarakat Indonesia dan Benua Afrika itu pun dirasa sangatlah tidak mudah mengingat letak kedua bangsa, yakni bangsa Indonesia dan bangsa Afrika, sangat jauh. Namun, disebabkan proses ingin saling mengenal tersebut merupakan sunnatullah (suatu hal yang ditakdirkan harus terjadi), betapapun jauhnya letak kedua benua, kunjungan tersebut pun tetap terjadi. Sungguhlah sangat diapresiasi atas berbagai kemajuan di bidang industri dan teknologi khususnya di bidang penerbangan dan informasi selain dari keinginan diri, yang dapat mengatasi tantangan letak geografis tersebut.
Kesadaran di atas sudah tentu telah menjadi kekuatan bagi kedua bangsa baik bangsa Indonesia maupun bangsa Afrika untuk terus memupuk agar kiranya perjumpaaan antarkedua bangsa semakin berkualitas. Sebagaimana dulu pemimpin bangsa Indonesia dan bangsa Afrika telah bermusyarawah dan bermufakat untuk saling mengawal proses yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia dan bangsa Afrika, yakni dalam memperkuat perjuangan kemerdekaan bangsanya untuk terlepas dari belenggu penjajahan.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Proses perjumpaan bangsa Indonesia dan bangsa Afrika ini pun tampaknya menjadi buah simalakama bagi si penjajah disebabkan perjumpaaan para tokoh Indonesia yang dibuang ke Afrika tidak melupakan semangat perjuangan kemerdekaan bangsa di tempat pengasingannya di Benua Afrika. Sebut saja di antaranya Pahlawan Indonesia Syekh Yusuf bersama para rombongan pekerja yang akhirnya dapat bercampur dengan masyarakat setempat di Benua Afrika (Madagaskar dan Afrika Selatan). Tentu banyak nama-nama lain yang belum tergali untuk terus dijadikan tonggak bagi persahabatan Indonesia dan bangsa Afrika.
Proses perjumpaan ini pun dengan sangat heroik dan diplomatis diwujudkan oleh para pendiri bangsa dengan senantiasa menggaungkan raihan perjuangan bangsa Indonesia kepada para warganya yang berada di Afrika dan kepada para pemimpin bangsa Afrika yang secara de facto dan de yure ketika itu masih dibawah kungkungan penjajah. Upaya menggaungkan perjuangan kemerdekaan dari para pemimpin dan komunitas Indonesia di Afrika tersebut telah memperkuat dan bersinergi dengan tekad dan upaya dari tokoh-tokoh setempat untuk berjuang baik secara fisik maupun diplomasi guna melawan kaum penjajah.
Salah satu tonggaknya adalah ketika pemimpin besar revolusi dan juga proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia bersama-sama pemimpin dunia dari Benua Asia dan Afrika lainnya menyuarakan kepentingan dan rasa senasibnya di dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa-bangsanya dari belenggu penjajahan sehingga melahirkan Konferensi Bangsa-Bangsa Asia dan Bangsa-Bangsa Afrika di Bandung 1955 dengan Dasa Sila Bandung sebagai suatu rangkaian pertemuan baik sebelum dan sesudahnya yang memperkuat hubungan dan kerja sama bangsa-bangsa di Asia dan di Afrika kala itu dan untuk waktu ke depan.
Momen perjumpaan di atas, bukanlah sekadar untuk diingat, tetapi disadari untuk selalu dikembangkan dan diberikan perhatian agar benih persahabatan dan kerja sama antarorang Indonesia dan orang-orang Afrika subur dan membuahkan kemaslahatan yang berkelanjutan bagi kedua bangsa.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Setelah hampir 79 tahun bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa Afrika merdeka dari penjajahan, kesejahteraan kedua bangsa masih perlu ditingkatkan dan diperkuat, sebab belum tergambar dari potensi yang terkandung di kedua bangsa ini.
Apabila dicoba untuk dimaklumi, selama 79 tahun perjalanan kebangsaan kedua bangsa ini, dinamika yang terjadi di kedua kawasan ini sangatlah berbeda. Indonesia yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai tujuan para penjajah, secara berkesinambungan berupaya melawan berbagai keterbelakangan akibat dampak penjajahan dengan berupaya menjadikan masyarakatnya mandiri dan terbuka untuk terus belajar mengatasi berbagai persoalan bangsanya, baik yang menyangkut kemandirian pangan, pendidikan, energi maupun kesehatan hingga beberapa dasawarsa sejak kemerdekaan itu dicapai oleh bangsa Indonesia.
Indonesia dapat secara bertahap mencapai target-target pembangunan yang ditujukan untuk menyejahterakan bangsa, walaupun langkah itu masih perlu terus ditingkatkan dan disamaratakan. Apalagi perbaikan-perbaikan ke depannya menuntut bangsa Indonesia dan dunia menjadi bagian dari Program Pembangunan Berkelanjutan yang harus semakin ramah kepada lingkungan, alam, dan dapat mencegah efek buruk dari perubahan iklim serta keterpurukan bagi manusia.
Sementara perkembangan di kawasan Afrika yang secara de yure pemimpinnya pun telah mendeklarasikan sebagai bangsa yang telah merdeka sering kali masih diberitakan dengan pemberitaan yang one sided seperti kawasan Afrika adalah kawasan yang rawan dengan kelaparan dan masih banyak terserang wabah penyakit, bencana kekeringan, dan rawan konflik sektarian sehingga menjadi target operasi kemanusiaan.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Sementara itu, dunia seakan tercengang ketika melihat data Afrika kini telah mengubah wajah negerinya menjadi bangsa yang secara ekonomi dan pertumbuhan perkapitanya cukup stabil bahkan meningkat dibandingkan dengan Uni Eropa sebagaimana yang dikabarkan oleh seorang pengamat pembangunan Saifaddin Galal.
Pada 2022, tingkat pertumbuhan PDB riil di Afrika diperkirakan sebesar 3,7 persen, menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 4,8 persen. PDB riil Afrika diproyeksikan akan mempertahankan tren pertumbuhan yang stabil dan konstan antara tahun 2023 dan 2027. Pada 2020, penyebaran Virus Corona (COVID-19) menyebabkan stagnasi dan resesi ekonomi di sebagian besar wilayah dunia.
Perekonomian di Benua Afrika juga terkena dampak negatifnya karena krisis kesehatan menyebabkan gangguan di seluruh sektor perekonomian. Hal ini menyebabkan PDB riil Afrika turun hingga minus 1,8 persen, suatu tingkat pertumbuhan negatif yang luar biasa yang tercatat di benua tersebut. Afrika Selatan merupakan wilayah yang paling terkena dampaknya, diikuti oleh Afrika Tengah dan Barat.
Namun, pada 2021 dan 2022, perekonomian Afrika menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah krisis COVID-19. Pertumbuhan diperkirakan akan terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya, dengan total PDB meningkat dari sekitar tiga triliun dolar AS pada 2020 menjadi empat triliun dolar AS pada 2027.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Perekonomian Afrika diperkirakan akan tumbuh dengan pesat, terutama dibandingkan dengan kawasan dunia lainnya. Pada 2027, PDB Afrika Sub-Sahara diperkirakan akan mencatat tingkat pertumbuhan lebih dari empat persen, sementara perekonomian Uni Eropa akan tumbuh kurang dari dua persen.
Perkembangan ini menarik ketika coba dibandingkan dengan Indonesia yang kini telah menjadi anggota dari Kelompok 20 yang dikatakan sebagai kelompok yang diklaim oleh Bank Dunia bahwa G20 merepresentasikan lebih dari 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global, dan 80 persen PDB dunia.
Bila dilihat dari pertumbuhan selama 1 dasawarsa ke belakang Indonesia dan Afrika hampir mempunyai kemiripan, yakni tergolong sebagai bangsa yang cukup positif pertumbuhan perekonomiannya dengan kekhususan angkanya masing-masing.
Kedua bangsa ini memiliki potensi pengembangan hubungan dan kerja sama yang diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan aset dan potensi yang ada, terutama terkait sumber daya alam dan manusia. Kedua aspek ini menjadi aset strategik di dalam memetakan kebutuhan dari kedua bangsa ini di saat ini dan mendatang.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Dalam kaitan hal di atas, di awal September 2024 ini, Indonesia kembali menjadi tuan rumah untuk kali ke-2 bagi pertemuan Indonesia Africa Forum/IAF beserta rangkaian pertemuannya yang diharapkan dapat mempercepat aktualisasi perwujudan hubungan dan kerja sama yang lebih mengakar dan kukuh di berbagai bidang.
Kedua bangsa memang harus sering melakukan berbagai muhibah yang dapat mewakilkan kebutuhan para masyarakat kedua negara. Kunjungan muhibah yang periodik teragenda di berbagai bidang diharapkan dapat memperkukuh dan menjadikan jembatan emas bagi sebuah hubungan yang sudah baik terjalin.
Selain itu pertemuan ini pun diharapkan menjadi suatu forum dialog yang mendorong terciptanya lompatan prestasi dari sekadar mengingat nostalgia sebuah proses pengenalan kedua masyarakat dan bangsa melainkan lebih dapat menggali dan memfasilitasi pertukaran potensi dan pemenuhan kebutuhan dari kedua bangsa ini.
Semoga IAF dan rangkaian kegiatannya dapat terus melahirkan inisiatif kunjungan muhibah yang produktif serta membuka peluang turunan-turunan pertemuan teknis lainnya yang semakin mempererat hubungan dan kerja sama kedua bangsa di berbagai bidang dan di luar yang kedua bangsa menjadi anggotanya.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Selamat dan Sukses atas IAF ke-2 bagi kemaslahatan hubungan dan kerja sama kedua bangsa.[]
Mi’raj News Agency
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!