Oleh: Wahyu Iwa Sumantri, Ketua STAI Al Fatah Cileungsi Bogor
Saat ini, guru atau dosen masih menggunakan manusia sebagai subjeknya. Suatu saat peran itu akan digantikan oleh teknologi. Memang benar adagium “Jika guru hanya menjelaskan, maka guru bisa diganti dengan teknologi. Namun bila guru mengasuh dengan hati, maka tidak bisa digantikan oleh apapun kecuali manusia”.
Ada banyak kecenderungan arah pendidikan kita itu semakin “transfer of knowledge”, yang pada ujungnya akan diganti dengan teknologi. Guru yang manusia akan menjadi operator teknologi, sehingga materi ajar yang biasanya terfokus pada buku teks konvensional akan digeser oleh perpustakaan dunia yang sangat luas melalui teknologi berakses internet.
Periode sekarang adalah transisi untuk itu. Setiap guru atau dosen sudah mulai menyerahkan bahan mengajarnya pada akses internet walaupun peran guru belum tergantikan. Dalam beberapa kasus semisal pendekatan pembelajaran inquiry, hari ini guru berperan sebagai operator teknologi walaupun belum total.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Demikian halnya, mahasiswa masa depan adalah mahasiswa yang tidak bisa hidup tanpa gadget. Hidupnya sudah dikontrol oleh gadget, sehingga inovasi pendidikan di kelas akan menyesuaikan dengan gadget yang mendominasi.
Mungkin saat ini gadget masih terbatas penggunaannya. Namun secara kasat mata peningkatan penggunaan gadget di dunia sangat berkembang dengan cepat dan sepuluh atau dua puluh tahun ke depan gadget akan menjadi barang paling mengontrol kehidupan.
Jadi, mahasiswa akan menerima pembelajaran dengan berbasis teknologi dan tentu saja akan banyak inovasi pembelajaran yang berbasis teknologi sebagai adaptasi dari kondisi itu.
Ruang kelas konvensional akan segera ditinggalkan. Bila daftar hadir hari ini dibatasi dengan tanda tangan dan cheklist di ruang kotak dengan batasan dinding rigid. Maka pada masa depan, kelas akan didefinisikan sebagai ruang global di mana daftar hadir online dengan kode-kode khusus semacam finger print, retina pasword, atau barcode akan menggantikan cara konvensional. Mahasiswa bisa belajar di mana saja asal ada koneksi internet dan guru bisa mengontrol mahasiswa melalui sistem jaringan yang lebih canggih.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Dosen dan gurupun tidak lokal (terutama guru di tingkat menengah atas serta perguruan tinggi). Di masa yang akan datang, dosen dan guru bisa diangkat oleh lembaga yang hanya menjadi Event Organizer (EO) pendidikan. Sekolah pun akan menentukan dosen atau guru yang kalibernya internasional, multi bahasa, dan lembaga pendidikan memberikan jadwal tanpa kelas konvensional dimanapun tinggalnya.
Siapapun bisa belajar kepada dosen atau guru yang sudah terbukti kepakarannya yang disediakan, sekolah dan perguruan tinggi akan memberikan ijazah dengan standar yang SOP-nya berbasis teknologi. Dosen-dosen dan Guru-guru yang sudah memiliki kualifikasi kaliber dunia akan memproduksi bahan-bahan kuliahnya melalui video yang sistematis sehingga dijual menjadi materi di setiap pertemuan. Dan di beberapa pertemuan, diskusi video bisa dilakukan dengan video conference di “kelas” dengan mahasiswa seluruh dunia.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah revolusi mentalpun terjadi. Manusia menjadi lebih cepat dewasa serta dituntut bersaing sempurna lebih dini. Inilah beberapa prediksi dan trend tantangan para dai masa depan.
Tentu ini menjadi tantangan dan peluang sekaligus bagi poara mahasiswa khususnya, untuk mampu dan terus beramal shaleh menjadi pewujud ramah dan rahmatnya Islam pada era gadget global saat ini.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Melalui Sekolah Tinggi Agama Islam, seperti dikembangkan di STAI Al-Fatah, diharapkan mampu mengkader generasi dai, guru dan orang-orang yang membawa rahmat bagi semesra alam. Aamiin. (A/Iwa-RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin