Jakarta, MINA – Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan pentingnya peran pesantren dan lembaga keagamaan dalam membangun kemandirian ekonomi umat sebagai bagian dari pelaksanaan Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto–Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Menurutnya, nilai-nilai agama harus terwujud dalam kebijakan publik yang menyejahterakan rakyat, bukan berhenti pada tataran seremonial.
“Asta Cita bukan sekadar rencana politik, tapi arah moral bangsa. Di Kementerian Agama, kami berupaya agar nilai agama tidak berhenti di mimbar, tapi hidup dalam kebijakan yang memuliakan manusia,” ujar Menag Nasaruddin Umar dalam refleksi satu tahun perjalanan Kementerian Agama mengawal Asta Cita, di Jakarta, Selasa (21/10).
Menag menekankan, pesantren harus bertransformasi menjadi pusat pemberdayaan ekonomi umat, bukan hanya lembaga pendidikan agama.
Baca Juga: Dr. Siti Fadilah Supari Apresiasi Inisiatif Pendirian RSIA di Gaza oleh Maemuna Center
“Pesantren memiliki aset sosial dan spiritual yang luar biasa. Jika potensi itu dioptimalkan, pesantren bisa menjadi motor ekonomi masyarakat dan penjaga kemandirian bangsa,” ujarnya.
Melalui berbagai inisiatif, Kemenag memperkuat kemandirian pesantren dengan mendorong ekosistem ekonomi berbasis zakat, wakaf produktif, serta pembiayaan syariah mikro.
Hingga Oktober 2025, Kemenag telah membentuk 37 Kampung Zakat, 29 inkubasi wakaf produktif, dan 10 Kota Wakaf di berbagai provinsi.
Selain itu, Kemenag telah menerbitkan lebih dari 105.000 sertifikat tanah wakaf, yang menurut Menag menjadi langkah penting untuk menghindari konflik lahan dan memastikan pemanfaatan wakaf secara profesional dan berkelanjutan.
Baca Juga: FOZ Dorong Pengakuan Amil Zakat sebagai Tenaga Kerja Profesional
“Kemandirian ekonomi umat bukan hanya tentang bisnis, tetapi tentang keberkahan. Wakaf produktif, zakat, dan infak adalah instrumen spiritual yang harus dikelola dengan pendekatan ekonomi modern,” jelasnya.
Menag juga memperkenalkan konsep Hutan Wakaf seluas 40 hektare di beberapa provinsi sebagai bentuk integrasi antara ekonomi hijau dan ekoteologi.
“Kami ingin ekonomi umat tumbuh tanpa merusak bumi. Itulah makna ekoteologi — kesadaran bahwa menjaga lingkungan juga bagian dari ibadah,” tambahnya.
Lembaga Dana Umat dan Gerakan Ekoteologi
Baca Juga: Tim MER-C Indonesia Tuntaskan Misi Kemanusiaan di Afghanistan, Pamitan dengan Gubernur Nangarhar
Untuk memperkuat tata kelola dana sosial keagamaan, Kemenag menggagas pembentukan Lembaga Pengelola Dana Umat (LPDU), sebuah badan modern yang akan mengelola zakat, infak, sedekah, fidyah, dan wakaf secara profesional, transparan, dan berdaya guna tinggi bagi masyarakat.
Kemenag juga mengembangkan gerakan ekoteologi nasional, yaitu kesadaran spiritual dalam menjaga alam.
Dalam satu tahun terakhir, Kemenag telah menanam lebih dari satu juta pohon, membangun 13 Kantor Urusan Agama (KUA) berbasis green building, dan menerbitkan buku “Tafsir Ayat-Ayat Ekologi” sebagai panduan dakwah lingkungan.
“Agama bukan hanya mengajarkan ibadah ritual, tetapi juga tanggung jawab terhadap bumi dan sesama makhluk hidup. Itulah wujud Islam rahmatan lil-‘alamin,” tutur Menag.
Baca Juga: Munas Wanita Al-Irsyad 2025 Perkuat Karakter Perempuan Berkarakter dan Berdaya
Sinergi Ekonomi dan pesantren/">Pendidikan Pesantren
Selain memperkuat ekonomi umat, Kemenag menempatkan pesantren sebagai bagian dari transformasi pendidikan keagamaan nasional.
Hingga kini, lebih dari 337.000 santri telah menerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Cek Kesehatan Gratis (CKG), bagian dari kebijakan nasional pemerataan kesejahteraan sosial.
Kemenag juga memperluas akses permodalan bagi usaha pesantren dan masyarakat sekitar melalui program Masjid Berdaya dan Berdampak (MADADA), yang telah menyalurkan pembiayaan tanpa bunga (qardul hasan) kepada 4.450 pelaku UMKM.
Baca Juga: Pemerintah Luncurkan Program Magang Nasional untuk Lulusan Perguruan Tinggi
Sebanyak 1.350 takmir masjid mendapat pelatihan khusus dalam manajemen ekonomi berbasis masjid.
“Masjid dan pesantren bukan hanya tempat beribadah, tapi pusat kehidupan sosial dan ekonomi umat. Dari sinilah kesejahteraan harus dimulai,” tegas Menag.
Dalam refleksi yang sama, Menag Nasaruddin juga menyoroti perhatian besar terhadap kesejahteraan guru pendidikan agama dan keagamaan.
Untuk pertama kalinya, tunjangan profesi guru non-PNS dinaikkan dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta per bulan.
Tahun ini, 206.325 guru dan 5.000 dosen telah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG), meningkat hingga 700% dibanding tahun sebelumnya.
“Guru dan dosen adalah ruh pendidikan. Ketika mereka sejahtera, maka pendidikan agama akan bermartabat, dan bangsa akan berkarakter,” ujarnya.
Kemenag juga menyalurkan lebih dari Rp9 triliun dalam bentuk Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Raudlatul Athfal dan BOS Madrasah, serta menyediakan ratusan ribu beasiswa bagi pelajar lintas agama, termasuk mahasiswa Orang Asli Papua (OAP) dan penerima zakat di 21 kampus.
Selain memperluas akses, Kemenag mendirikan Sekolah Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Negeri (SETIAKIN) di Bangka Belitung, lembaga pendidikan tinggi Khonghucu negeri pertama di Indonesia.[]
Baca Juga: BMKG: Hujan Ringan Guyur Jakarta Hari Ini, Suhu Capai 31 Derajat Celcius
Mi’raj News Agency (MINA)