Menag: PTKI Tunjukkan Perkembangan Yang Lebih Baik

Rembang, 28 Dzulhijjah 1437/30 September 2016 (MINA) – Menteri Agama, Saifuddin mengatakan, meski ada hasil survei dan penelitian dari pelbagai lembaga yang menunjukkan terkait kondisi pendidikan Indonesia tidak berada di ranking menengah ke atas, tetapi harus bangga terhadap kondisi pendidikan Islam di Indonesia.

Khusus terkait dengan perkembangan pendidikan tinggi Islam, hingga tahun 2016 ini, Kementerian Agama memiliki Negeri dan swasta sebanyak 676 lembaga,dengan rincian 56 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dan 620 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS).

“Gambaran angka tersebut sangat fantastis dibandingkan dengan negara mana pun. Kondisi seperti ini adalah potensi sekaligus tantangan bagi umat Islam dan juga bagi Kementerian Agama. Meski sebaran kualitasnya belum merata, tetapi secara umum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan,” kata saat menyampaikan orasi ilmiah pada Stadium General (SG) di Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, Kamis (29/9)

Dari waktu ke waktu, lanjut Menag, kondisi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (), paling tidak secara fisik, menunjukkan perkembangan yang lebih baik dan disambut dengan animo masyarakat dan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan tinggi pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam terus mengalami peningkatan, demikian laporan laman resmi Kemenag yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Menag mencontohkan, saat penerimaan mahasiswa baru melalui Seleksi Prestasi Akademik Nasional (SPAN) dan melalui Ujian Masuk Tertulis (UM) 2016. Jumlah calon mahasiswa yang mendaftar sebanyak 209.195 orang dan yang diterima hanya 104.910 orang.

Namun, ada catatan menarik terkait dengan peminatan calon mahasiswa terhadap pemilihan program studi (prodi). Ternyata dari 1.027 prodi yang ditawarkan, hampir di semua PTKIN, prodi Perbankan Syariah, Ekonomi Syariah, dan Hukum, Ekonomi Syariah menjadi program idola sementara prodi-prodi seperti filsafat agama, Ilmu Hadits, dan perbandingan Agama langka peminatnya.

“Melihat trend di atas, sudah seharusnya menjadi kajian serius bagi kita semua khususnya PTKIS,”ujar Menag.

Menag mengatakan, bagi setiap PTKIS membuka prodi baru harus betul-betul melalui kajian yang mendalam dan atas pelbagai pertimbangan, walau terkadang memang dihadapkan pada pilihan sulit. Reaktif mengikuti trend agar dibanjiri mahasiswa atau istiqomah dengan kekhasan kita yang dianggap langka.

“Dua-duanya tidak masalah sepanjang didasari argumentasi yang kuat. Memang ada kampus yang hanya mempertibangkan minat pasar tanpa mempedulikan hal-hal spesifik, detail, dan betul-betul memiliki kebermanfaatan fungsional di masa depan. Tetapi ada juga beberapa kampus yang tidak peduli dengan prodi yang sepi, beda sendiri, dan kurang diminati karena para pengampu prodi ini memiliki keyakinan yang kuat bahwa prodi tersebut memang khas dan proaktik terhadap kebutuhan-kebutuhan di masa depan,” urai Menag.

“Sekali lagi, saya tidak mengarahkan tetapi hanya berharap apapun pilihan-pilihan prodi yang diselenggarakan oleh PTKI tersebut semua harus memiliki korelasi kuat dengan kebutuhan masyarakat dan dapat dibanggakan,” imbuhnya.

Dikatakan Menag, ternyata perkembangan PTKI yang semakin meningkat berbanding lurus dengan pelbagai persoalan. Khusus untuk PTKIN, keterbatasan daya tampung merupakan persoalan tersendiri. Sehingga ada sekitar 104.285 orang yang tidak mendapat kesempatan masuk di PTKIN.

Menurutnya, banyak calon mahasiswa baru yang harus menanggalkan cita-citanya bisa menikmati pendidikan di PTKIN. Meski demikian, hal ini menjadi berkah bagi PTKIS yang sering kekurangan mahasiswa. Terutama bagi mahasiswa yang akan menekuni ilmu-ilmu agama (Islamic Studies).

“Saya kira pilihan belajar di PTKIS terutama yang berada di lingkungan pondok pesantren lebih tepat. Disamping mereka belajar secara formal di lembaga perguruan tinggi, mereka bisa mendalami ilmu-ilmu agama melalui kajian-kajian Kutub al-Turats (kitab kuning) yang memang jawaranya ada di pondok pesantren,” ujar Menag.

“Dan saya tidak khawatir kekurangan mahasiswa bagi PTKIS yang yang berbasis pondok pesantren karena hampir semuanya memiliki feeder calon mahasiswa dari pendidikan SLTA yang diselenggarakan masing-masing baik SMA/SMK, Madarasah Aliyah, Pendidikan Diniyah Formal maupun Pesantren Muadalah,” lanjutnya.

Selanjutnya, terang Menag, persoalan lain yang krusial yang juga menjadi perhatian serius bagi Kementerian Agama adalah persoalan dosen (tenaga pendidik). Menurutnya, Kemenag telah berusaha keras memenuhi tuntutan regulasi sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen agar para pendidik di PTKI memiliki kualifikasi pendidikan minimal S2.

“Terkait kualifikasi pendidikan dosen ini, tinggal sebagian kecil dosen-dosen PTKI yang masih berpendidikan S1 khususnya pada bidang-bidang langka dan program studi sains. Bahkan Kementerian Agama melalui Ditjen Pendidikan Islam berusaha melampaui kualifikasi minimal tersebut melalui program 5.000 Doktor,” ucap Menag.

Menag menjelaskan, tahun anggaran 2016 ini, Kemenag telah memberikan beasiswa program doktor dengan pembiayaan full scholarship sebanyak 527 orang dan 330 peserta (62,2%) penerimanya tersebut berasal dari PTKIS. Sedangkan bagi para dosen yang tinggal menyelesaikan studinya, ada sekitar 250 orang yang mendapat bantuan Biaya Penyelesaian Pendidikan (BPP).

Disamping melalui peningkatan kualifikasi pendidikan, jelas Menag, Kementerian Agama juga memberikan kesempatan para dosen untuk mengikuti Program Pengembangan Kompetensi Dosen melalui program Academic Recharging, Post Doctor, Sandwich dan dan International Seminar baik di negara-negara yang berbasis bahasa Inggris (English Countries) maupun Arabic Countries. (T/P006/R05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.