Jakarta, 11 Ramadhan 1437/16 Juni 2016 (MINA) – Dua hari terakhir, berkembang informasi melalui pesan berantai, Pemerintah mencabut 3.143 peraturan daerah (perda), termasuk di dalamnya perda miras dan semua yang mengandung unsur ke-Islaman.
Dalam pesan itu bahkan disebut beberapa contoh yang dicabut, antara lain terkait: imbauan berbusana Muslim kepada kepala dinas pendidikan dan tenaga kerja, wajib baca Al Quran bagi siswa dan calon pengantin, kewajiban memakai jilbab di Cianjur dan lainnya.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mempertanyakan sumber informasi yang mengatakan Pemerintah mencabut perda bernuansa syariah itu.
Lukman mengaku sudah mengonfirmasi kepada Mendagri dan memastikan perda yang dicabut Pemerintah adalah yang menghambat investasi, demikian keterangan pers Kemenag yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Baca Juga: Cuaca Jakarta Diprediksi Turun Hujan Senin Sore Ini
“Apa dasarnya sebagian kalangan yang menyatakan perda-perda yang dinilai bernuansa syariah itu dihapus? Saya telah menanyakan langsung ke Mendagri, keseluruhan Perda yang dicabut itu adalah yang menghambat investasi, serta yang memperpanjang jalur perizinan dan menimbulkan retribusi yang tidak perlu,” jelas Menag Lukman saat dimintai tanggapan terkait beredarnya isu pencabutan perda syariah, Kamis (16/6).
Sehubungan itu, Menag mengimbau umat Muslim untuk tidak perlu resah dan bereaksi secara berlebihan dengan adanya informasi, pernyataan, atau tuduhan tak berdasar itu. “Mari kita semua tetap menjaga kekhidmatan dan kesucian Bulan Ramadan ini,” pesannya.
Hal sama juga ditegaskan Mendagri Tjahjo Kumolo. Dia membenarkan bahwa Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk melakukan deregulasi terhadap 3.143 peraturan daerah (perda).
Namun demikian, Pemerintah memastikan kalau tidak ada peraturan daerah (Perda) bernuansa syariat Islam yang masuk dalam kebijakan deregulasi itu. Semua peraturan yang dibatalkan hanya terkait investasi, retribusi, pelayanan birokrasi dan masalah perizinan.
Baca Juga: Syaikh El-Awaisi: Menyebut-Nyebut Baitul Maqdis Sebagai Tanda Cinta Terhadap Rasulullah
“Siapa yang hapus. Tidak ada yang hapus,” demikian penegasan Mendagri Tjahjo di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta, Rabu (15/6) sebagaimana dikutip dari laman kemendagri.go.id.
Menurut Mendagri, bila harus mendalami perda-perda yang cenderung intoleran atau diskriminatif serta berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat, pihaknya tentu akan mengundang organisasi keagamaan. Tujuannya untuk menyelaraskan regulasi itu, apalagi untuk daerah otonomi khusus.
“Misalnya, Aceh mau terapkan syariat Islam di daerahnya, itu boleh. Namun, penerapan di sana, mau diterapkan juga di Jakarta, tentu tidak bisa,” ujarnya.
Tjahjo menambahkan, selama ini pemerintah mengikuti pertimbangan dan fatwa dari organisasi keagamaan seperti MUI. Mendagri berjanji akan mempublikasikan ribuan perda tersebut.
Baca Juga: AWG: Daurah Baitul Maqdis, Jadi Titik Balik Radikal untuk Perjuangan Umat Islam
“Ini semua soal investasi. Kita ga urus perda yang bernuansa syariat Islam. Ini untuk amankan paket kebijakan ekonomi pemerintah,” ungkap Tjahjo.
Tjahjo memastikan tidak ada niat Kemendagri untuk mencabut perda bernuasan syariat Islam. Menurutnya, informasi yang berkembang hanya tudingan yang tidak sesuai dengan fakta. (T/R05/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [WAWANCARA EKSKLUSIF] Ketua Pusat Kebudayaan Al-Quds Apresiasi Bulan Solidaritas Palestina