Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“MENARI DI ANGKASA”, MENYIBAK TABIR RAHASIA HUBUNGAN MESRA INDONESIA-ISRAEL (Bag. 1)

Bahron Ansori - Kamis, 27 Agustus 2015 - 15:35 WIB

Kamis, 27 Agustus 2015 - 15:35 WIB

1141 Views

Nurhabibi, MP
Nurhabibi, MP
Nurhabibi, MP

Nurhabibi, MP

Oleh: Nurhabibi, M.P, Koresponden MINA Nanggroe Aceh Darussalam

Sudah menjadi rahasia umum, jika pemerintah Indonesia kadangkala tergiur menjalin hubungan yang serius dengan Israel. Sampai-sampai harus bersembunyi untuk memuluskan kerjasama dalam banyak hal, militer, intelijen, ekonomi, perdagangan dan investasi.

Pemerintah Indonesia sering berdalih tak memiliki hubungan apapun dengan Israel, namun sesungguhnya kerjasama secara rahasia dan diam-diam sudah sering terjadi. Salah satunya diungkap dalam dialog seorang purnawirawan perwira TNI AU, Marsma (Purn) Djoko F Poerwoko dalam sebuah talk show di Mata Najwa di MetroTV Rabu malam (15/12/), pukul 22:05 WIB. Acara bertema “Rahasia Negara” itu antara lain mengungkap operasi rahasia para perwira AU yang berlatih di Israel.

Poerwoko lulusan AKABRI Angkatan Udara tahun 1973 ini mengakui, militer Indonesia melakukan kerjasama rahasia dengan Israel. Tahun 1980-an ia dan puluhan kawan-kawannya yang juga pilot, menerima tugas dengan sandi “Operasi Alpha”.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan

Operasi alpha adalah operasi klandestin terbesar yang dilakukan oleh TNI AU, dimana TNI AU melatih pilot dan melakukan pembelian 32 pesawat A-4 Skyhawk dari Israel.

Pernyataan di atas, diperkuat sendiri oleh Marsma (Purn) Djoko F Poerwoko dalam buku otobiografinya yang berjudul “Menari di Angkasa”. Berikut adalah kutipannya :

Operasi Alpha

“Memasuki tahun 1979, isu tentang bakal dilakukannya pergantian kekuatan pesawat-pesawat tempur TNI AU sudah mulai bergulir. Hal ini sebenarnya wajar saja, mengingat kondisi pesawat tempur F-86 dan T-33 memang sudah tua. Sehingga, kemudian pemerintah harus mencari negara produsen yang bisa menjual pesawatnya dengan segera. Amerika Serikat ternyata bisa memberikan 16 pesawat F-5 E/F Tiger II. Tetapi ini masih belum cukup untuk mengisi kekosongan skadron-skadron tempur Indonesia.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya

Dari penggalian intelijen, Mabes ABRI ternyata kemudian mendapatkan berita, bahwa Israel bermaksud akan melepaskan armada A-4 yang mereka miliki. Indonesia dan Israel memang tidak memiliki hubungan diplomatik. Tetapi pada sisi lain, pembelian armada pesawat tersebut akhirnya terus diupayakan secara klandestin, oleh karena pasti akan menjadi polemik dalam masyarakat apabila tersiar di media massa.

Menuju Arizona

Usai tugas menerbangkan F-86 Sabre aku sempat terbang lagi dengan T-33. Namun pada kenyataannya, kondisi kedua pesawat tempur tersebut sudah sangat jauh menurun. Kami semua akhirnya bersyukur, setelah dibuka dua proyek besar untuk mendatangkan kekuatan baru melalui Operasi Komodo yakni pesawat F-5 E/F Tiger II serta Operasi alpha untuk menghadirkan pesawat A-4 Skyhawk.

Kerahasiaan tingkat tinggi sudah terlihat dari tata cara pemberangkatan personel. Saat kami semua sudah siap untuk berangkat, tidak seorang pun tahu, kemana mereka harus pergi. Operasi Alpha dimulai dengan memberangkatkan para teknisi Skadron Udara 11. Setelah tujuh gelombang teknisi, maka berangkatlah rombongan terakhir yang terdiri dari sepuluh penerbang untuk belajar mengoperasikan pesawat.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Sebagai tim terakhir, kami mendapat pembekalan secara langsung di Mabes TNI AU. Awalnya hanya mengetahui bahwa para penerbang akan berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar terbang disana. Informasi lain-lain masih sangat kabur. Setelah mengurus segala macam surat-surat dan beragam kelengkapan berbau “Amerika”, akhirnya kami berangkat menuju Singapura, dengan menggunakan flight garuda dari Bandara Halim Perdanakusuma.

Kami mendarat pada senja hari di Bandara Paya Lebar, Singapura, langsung diantar menuju hotel Shangrila. Dihotel tersebut ternyata telah menunggu beberapa petugas intel dari Mabes ABRI, berikut sejumlah orang yang masih asing dan sama sekali tidak saling dikenalkan. Kami akhirnya mulai menemukan jawaban bahwa arah sebenarnya tujuan kami bukan ke Amerika Serikat melainkan ke Israel. Sebuah negara yang belum terbayangkan keadaannya dan mungkin paling dibenci oleh masyarakat Indonesia.

Saat itu salah satu perwira BIA (Badan Intelojen ABRI, BAIS sekarang) yang telah menunggu segera mengambil semua paspor yang kami miliki dan mereka ganti dengan Surat Perintah Laksana Paspor (SPLP). Keterkejutanku semakin bertambah dengan kehadiran Mayjen Benny Moerdani, waktu itu kepala BIA, mengajak rombongan kami makan malam. Dalam kesempatan tersebut beliau dengan wajah dingin dan kalimat lugas, tanpa basa-basi langsung saja mengatakan, ” Misi ini adalah misi rahasia, maka yang merasa ragu-ragu, silahkan kembali sekarang juga. Kalau misi ini gagal, negara tidak akan pernah mengakui kewarganegaraan kalian. Namun, kami tetap akan mengusahakan kalian semua bisa kembali dengan jalan lain. Misi ini hanya akan dianggap berhasil apabila sang merpati telah hinggap…”

Mendengar ucapan beliau, perasaanku langsung bergetar. Wah, ini sudah menyangkut operasi rahasia beneran mirip James Bond. Bahkan sekalanya lebih besar. Bagaimana mungkin membawa satu armada pesawat tempur masuk ke Indonesia tanpa diketahui orang? Rasa terkejut semakin besar, oleh karena kami bersepuluh kemudian langsung berganti identitas yang mesti kuhapal diluar kepala saat itu juga.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Setelah acara makan malam, kami harus segera bergegas menuju Bandara Paya lebar dan terbang menuju Frankfurt dengan menggunakan Boeing 747 Lufthansa. Mulai sekarang, kami tidak boleh bertegur sapa, duduk saling terpisah, namun masih dalam batas jarak pandang.

Begitu mendarat di Bandara Frankfurt, kami harus berganti pesawat lagi untuk menuju Bandara Ben Gurion di Tel Aviv, Israel. Semakin aneh perjalanan, baru berdiri bengong karena masih jet lag, tiba-tiba seseorang langsung menyodorkan boarding pass untuk penerbangan ke Tel Aviv pada penerbangan berikutnya. Sampai di Bandara Ben Gurion, sesudah terbang sekitar empat jam, aku pun turun bersama para penumpang lain dan teman-temanku. Saling pandang dan cuma melirik saja, harus kemana jalan, mengikuti arus penumpang lain menuju pintu keluar.

Tetapi tanpa terduga, kami malah mendapat perlakuan tidak menyenangkan, sebagai bagian dari operasi intelijen. Kami langsung ditangkap dan digiring petugas keamanan bandara. hanya pasrah, oleh karena memang tidak tahu skenario apalagi yang harus dijalankan, yang ada hanya manu dengan hati berdebar. (R02)

Bersambung…

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda