Mencetak Dai Internasional, Mengapa Penting dan Mendesak?

Oleh : Dr. , Pengurus Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Majelis Ulama ()

Kehadiran Nabi Besar Muhammad SAW adalah rahmat bagi semesta alam. Allah SWT berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

”Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al Anbiya: 107).

Ayat ini adalah dasar bahwa dakwah Islam tidak hanya berskala lokal-partikular yang terbatas akan tetapi mondial-universal yang mencakup semua alam.

Salah satu ikhtiar untuk dakwah internasional itu adalah mencetak . Mencetak dai internasional adalah suatu usaha untuk mempersiapkan para penceramah Islam agar memiliki kompetensi dan kemampuan mengartikulasikan nilai-nilai Islam kepada masyarakat global.

Terkait itu, ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan dalam ikhtiar kita mencetak dai internasional.

  1. Memahami pandangan alam Islam secara komprehensif

Islam diturunkan ke muka bumi dengan pandangan alam yang utuh (syaamil, kaaffah) mulai dari aspek batiniah hingga aspek fisik. Seorang Muslim memiliki pandangan yang jelas tentang jelas tentang realitas dan tentang kebenaran. Bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan menyempurnakan penciptaan manusia.

Seorang Muslim menyadarkan pemikiran dan aktivitasnya pada kebenaran yang ada dalam Alquran dan hadis, kemudian juga merujuk pada ijma’, dan qiyas yang dihasilkan oleh para ulama. Keberislaman yang kuat tidak akan mudah terombang-ambing oleh berbagai godaan pemikiran baik yang ekstrem-ifrath (berlebihan) dan ekstrem-tafrith (meremehkan).

Sikap wasathiyah atau pertengahan adalah sikap Muslim yang tidak terjebak dalam dua ekstremitas tersebut. Itulah ummatan wasathan, atau umat pertengahan. Allah SWT berfirman:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” (QS Al Baqarah: 143)

  1. Memahami populasi Muslim yang terus tumbuh secara global

Islam adalah kelompok agama terbesar kedua di dunia, setelah Kristen. Pada 2015, menurut Pew Research Center, populasi Muslim ada sekitar 1,8 miliar di seluruh dunia, atau 24 persen dari populasi global. Sebagai perbandingan, diperkirakan ada 2,3 miliar orang Kristen (31 persen) pada tahun itu.

Kaum Muslim membentuk sekitar seperempat dari populasi global. Muslim tinggal di berbagai belahan dunia. Meskipun Islam secara historis dikaitkan dengan Timur Tengah, yang populasinya lebih dari 90 persen Muslim, mayoritas Muslim dunia tidak tinggal di wilayah itu. Faktanya, lima negara dengan populasi Muslim terbesar yaitu Indonesia, India, Pakistan, Bangladesh, dan Nigeria, berada di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika sub-Sahara.

Baca Juga:  PBB: Terjadi 800 Serangan oleh Pemukim Israel di Tepi Barat Sejak 7 Oktober

Menurut proyeksi demografis, populasi Muslim diperkirakan akan meningkat dua kali lebih cepat dari populasi keseluruhan dunia, tumbuh dari 1,8 miliar pada 2015 menjadi sekitar 3 miliar pada 2060. Porsi Muslim dari populasi global juga diproyeksikan meningkat dari 24 persen hingga 31 persen. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa pada paruh kedua abad ini, umat Islam akan melampaui Kristen sebagai kelompok agama terbesar di dunia.

  1. Menguasai bahasa internasional dan cara berkomunikasi yang baik dan bijaksana

Kemampuan berkomunikasi dengan baik dalam bahasa yang dipahami oleh khalayak internasional adalah kunci. Sebab, secara natural manusia adalah makhluk komunikasi, harus berbicara, harus terkoneksi. Dai internasional perlu memiliki kemampuan berbicara yang jelas, memikat dan bijaksana yang bersumber dari perkataan yang benar. Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar” (QS Al Ahzab: 70).

Saat ini, bahasa Inggris digunakan sebanyak 88 negara dan diprediksi hampir 2 miliar orang berbicara bahasa Inggris di seluruh dunia. Sedangkan bahasa Arab digunakan oleh sekitar 422 juta penutur (asli dan non-pribumi) di dunia Arab serta di diaspora Arab. Bisa dua bahasa ini akan memudahkan dalam peran-peran dakwah internasional.

  1. Memahami isu global umat manusia

Isu global adalah masalah yang menjadi perhatian publik di seluruh dunia. Sejak 2015, telah me-list top-level issue seperti mulai dari problem di Afrika (kemiskinan, penyakit, malnutrisi, konflik regional), penuaan (penuaan populasi, transisi demografis), pertanian (pertanian berkelanjutan, ketahanan pangan), AIDS (pencegahan HIV/AIDS, HIV dan kehamilan), dan energi atom (senjata nuklir, limbah nuklir).

Selain itu, isu global lainnya adalah terkait anak (kemiskinan anak, pekerja anak, pelecehan anak, kematian anak, pendidikan global), dekolonisasi (eksploitasi), penghapusan ranjau (ranjau darat), demokrasi (demokratisasi), pembangunan (transformasi sosial, ekonomi pembangunan), dan perlucutan senjata (senjata pemusnah massal, senjata kimia dan biologi, senjata konvensional, ranjau darat dan senjata kecil).

Baca Juga:  Al-Fatah Rescue Beri Pembekalan Bantuan Hidup Dasar di SDI As-Shafa Depok

Isu lainnya, adalah soal lingkungan (polusi, penggundulan hutan, penggurunan), keluarga (sosialisasi anak-anak), pangan (kehilangan keamanan dan keamanan pangan, kerusuhan pangan, kelaparan dunia), dan isu dalam pemerintahan (kurangnya kesetaraan, partisipasi, pluralisme, transparansi, akuntabilitas, supremasi hukum).

Kemudian soal kesehatan (kesehatan ibu, kemiskinan ekstrim), hak asasi manusia (pelanggaran hak asasi manusia), pemukiman manusia (perkampungan kumuh, urbanisasi, sanitasi), dan soal bantuan kemanusiaan (pengungsi, krisis kemanusiaan, migrasi manusia, perpindahan).

Isu yang tak kalah penting adalah soal hukum internasional (kejahatan perang, diskriminasi, kejahatan negara-perusahaan), lautan dan hukum laut (pencemaran laut, tata kelola laut), perdamaian dan keamanan, penyandang disabilitas (diskriminasi, kurangnya desain universal), populasi (kelebihan populasi, populasi dunia), terorisme, air (kelangkaan air, konflik air, privatisasi air, polusi air), dan perempuan (hak perempuan, kesetaraan gender).

Seorang dai internasional harus peka terhadap isu dan dinamika global. Walau tidak harus expert pada semua isu di atas, akan tetapi mengetahui informasi dasar tentang itu cukuplah baik sebagai bekal dalam berdakwah di masyarakat global dari beragam etnik, agama, geografis, dan kelompok.

Perang hegemoni antara Amerika Serikat versus China menciptakan blok-blok baru di dunia; masing-masing mencari sekutu. Perang Rusia-Ukraina tidak hanya jadi katastrofa bagi Rusia, tapi buat Ukraina juga. Ini tidak sekadar ambisi personal Putin, tapi lebih pada tabiat natural negara untuk menjadi lebih kuat dan olehnya itu memastikan tidak ada problem di perbatasan. Sebagai Muslim kita pro-perdamaian, dan berharap kedua negara tersebut dapat menghentikan perang tersebut.

Satu hal yang patut dipertimbangkan adalah jika perang tersebut tidak usai, dikhawatirkan akan berdampak bagi geopolitik dan geoekonomi di kawasan Indo-Pasifik. ‘Butterfly effect’, mengutip Edward Norton Lorenz, bahwa kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brasil secara teori dapat menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian, perlu dicegah. Konflik perlu dilokalisasi, dan inisiatif damai perlu terus disuarakan.

Islamofobia, problem global yang tak kalah merusak, terkait dengan serangkaian wacana, perilaku, dan struktur yang mengekspresikan perasaan cemas, takut, permusuhan, dan penolakan terhadap Islam dan/atau Muslim. PBB telah menetapkan perang terhadap Islamophobia melalui Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia setiap 15 Maret setiap tahun. Makin luas pengetahuan tersebut makin mudah dan kaya dalam konten ceramah sang dai.

  1. Mengedepankan semangat keberagaman dan toleransi ala Indonesia
Baca Juga:  Dukung Mahasiswa AS, UI Gelar Perkemahan Solidaritas Palestina

Dai internasional wajib mengedepankan nilai-nilai toleransi, saling menghormati berdasarkan nilai-nilai Islam wasathiyah yang dipraktikkan secara damai di Indonesia. Seorang dai harus mampu menjadi jembatan dari perbedaan yang ada, dan membangun hubungan harmonis antara berbagai kelompok masyarakat. Tujuannya, adalah tercipta keteraturan sosial, kemaslahatan, dan perbaikan bagi banyak orang.

Allah SWT mengabadikan tentang dakwah Nabi Syu’aib yang intensinya semata-mata untuk ishlah, perbaikan:

ۚ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا ٱلْإِصْلَٰحَ مَا ٱسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْففِيقِىٓ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّللْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali” (QS Hud: 88),

  1. Pelatihan dan pendidikan khusus untuk meningkatkan kapasitas internasional

Mencetak dai internasional memerlukan program pelatihan dan pendidikan khusus yang mencakup aspek-aspek di atas. Pelatihan ini dapat melibatkan kolaborasi antara lembaga pendidikan, lembaga agama, dan organisasi internasional. Dalam konteks diplomasi, penting juga bagi dai untuk mengikuti pelatihan diplomasi dasar sebab mereka kelak akan menjadi diplomat yang membawa nilai keislaman dan keindonesiaan sekaligus.

Pada 2023, Kementerian Agama misalnya memiliki program pengiriman dai ke Abu Dhabi untuk menambah kompetensi, daya jelajah, dan pengalaman lintas budaya para dai, khususnya terkait pengembangan wasathiyyatul Islam yang sama-sama dikembangkan di Indonesia dan Uni Emirat Arab. Pendidikan khusus tersebut sangat baik jika disinergikan dengan Komisi Dakwah dan Komisi HLNKI MUI.

Pertemuan-pertemuan adalah penting untuk saling mengenal, saling memahami, dan saling berkolaborasi. Allah SWT berfirman terkait urgensi saling mengenal:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.” (QS Al-Hujurat: 13).

Toleransi sebagai dasar integrasi sosial dibangun dari ta’aruf, yakni saling kenal-mengenal.

Pada akhirnya, mencetak dai internasional tidak semata untuk meningkatkan kapasitas individu dai tersebut, akan tetapi adalah bagian dari kaderisasi dakwah untuk menegakkan kalimat Allah SWT yang berkesinambungan yang telah diperjuangkan oleh para nabi dan rasul, sahabat, para wali, syuhada, serta orang-orang saleh sejak dulu sampai hari kiamat. Wallahu A’lam Bisshawab. (A/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.