Oleh : Lutfi Shohifah S, Mahasiswi Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Darul Ulum, Sarolangun, Jambi.
Belajar hikmah dari seorang tokoh terkemuka yang namanya diabadikan oleh Allah dalam Al-Quran akan lebih memudahkan kita dalam menjalani kehidupan ini. Terlebih bagi kita yang sudah diberi kepercayaan sebagai orangtua dalam keluarga.
Maka, contoh yang paling tepat untuk ditiru sesuai peran yang dijalani sebagai orangtua terdapat dalam surah ke-31 dalam Al-Quran, yaitu Surah Luqman. Di mana inti dalam mengajari anak sudah tercantum di dalam surah tersebut. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺁﺗَﻴْﻨَﺎ ﻟُﻘْﻤَﺎﻥَ ﺍﻟْﺤِﻜْﻤَﺔَ ﺃَﻥِ ﺍﺷْﻜُﺮْ ﻟِﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺸْﻜُﺮْ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻳَﺸْﻜُﺮُ ﻟِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﻔَﺮَ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻏَﻨِﻲٌّ ﺣَﻤِﻴﺪٌ
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Artinya, “Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, ‘Bersyukurlah kepada Allah!’ Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” (QS. Luqman [31] ayat 12).
Ayat ini menguraikan Luqman yang dianugerahi hikmah oleh Allah dalam mengambil hikmah. Definisi hikmah itu sendiri berarti mengetahui keutamaan dari suatu makna baik pengetahuan ataupun perbuatan. Dari nikmat berupa hikmah ini, Luqman pun menjadi hamba Allah yang senantiasa bersyukur. Rasa syukurnya juga membawa Luqman sebagai orangtua yang mampu dan mau memberikan nasehat untuk anak-anaknya.
Diantara nasehat yang diberikan Luqman kepada anaknya yaitu untuk mengesakan Allah dan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
ﻭَﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟُﻘْﻤَﺎﻥُ ﻟِﺎﺑْﻨِﻪِ ﻭَﻫُﻮَ ﻳَﻌِﻈُﻪُ ﻳَﺎ ﺑُﻨَﻲَّ ﻟَﺎ ﺗُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙَ ﻟَﻈُﻠْﻢٌ ﻋَﻈِﻴﻢٌ
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Artinya, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman [31] ayat 13).
Dari segi kata di ayat ini, kata ‘izuhu terambil dari wa’zh, yaitu nasehat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara menyentuh hati, penyampaiannya yakni dengan lemah lembut, tidak membentak dan panggilan sayang untuk anak.
Secara makna, tanggung jawab awal yang dipikul oleh orangtua adalah memperkenalkan Tuhan Yang Maha Esa dan memberikan pengajaran berupa akidah yang lurus. Hal ini disebabkan urgensi dari penciptaan manusia itu sendiri. Karena bagaimanapun manusia hidup nantinya akan kembali kepada Allah Ta’ala. Untuk itu tanggung jawab ini amat sangat diperlukan terutama di masa kini.
Selain memberikan pengajaran berupa akidah yang lurus dan kepercayaan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa, nasehat selanjutnya Luqman kepada anak-anaknya yaitu tentang perilaku kita yang akan dimintai pertanggungjawaban dan akan diberikan balasan di hari mendatang.
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
ﻳَﺎ ﺑُﻨَﻲَّ ﺇِﻧَّﻬَﺎ ﺇِﻥْ ﺗَﻚُ ﻣِﺜْﻘَﺎﻝَ ﺣَﺒَّﺔٍ ﻣِﻦْ ﺧَﺮْﺩَﻝٍ ﻓَﺘَﻜُﻦْ ﻓِﻲ ﺻَﺨْﺮَﺓٍ ﺃَﻭْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﺃَﻭْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻳَﺄْﺕِ ﺑِﻬَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﻄِﻴﻒٌ ﺧَﺒِﻴﺮٌ
Artinya, “(Luqman berkata) Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) sebesar biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit, atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Teliti.” (QS. Luqman [31] ayat 16).
Kata latif artinya lembut, halus atau kecil. Imam Ghazali menjelaskan bahwa yang berhak menyandang sifat ini hanyalah yang mengetahui perincian kemaslahatan dan seluk beluk rahasianya, yaitu Allah, karena Dia selalu menghendaki kemaslahatan untuk makhluk-Nya.
Nasehat selanjutnya Luqman kepada anak-anaknya sebagaimana firman Allah Ta’ala yaitu,
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
ﻳَﺎ ﺑُﻨَﻲَّ ﺃَﻗِﻢِ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓَ ﻭَﺃْﻣُﺮْ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻭَﺍﻧْﻪَ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺍﺻْﺒِﺮْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﺃَﺻَﺎﺑَﻚَ ﺇِﻥَّ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦْ ﻋَﺰْﻡِ ﺍﻟْﺄُﻣُﻮﺭِ
Artinya, “Wahai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman [31] ayat 17).
Ayat ini menjelaskan tentang puncak amar ma’ruf nahi munkar yaitu salat, serta amal kebaikan yang tercermin adalah buah dari salat yang dilaksanakan dengan benar. Dengan mengarahkan kepercayaan anak terhadap adanya Allah, memberikan pengaruh adanya konsekuensi sebagai seorang hamba. Maksudnya setelah memahami bahwa diri kita adalah hamba nantinya setiap perbuatan yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban dan akan diberikan balasan sesuai apa yang kita lakukan. Dan perbuatan kita akan tercermin dari bagaimana salat kita.
Luqman juga menasehati anak-anaknya agar menjaga diri dari perbuatan yang dibenci oleh Allah berupa perbuatan dan sifat sombong serta angkuh.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺼَﻌِّﺮْ ﺧَﺪَّﻙَ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻤْﺶِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻣَﺮَﺣًﺎ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﺎ ﻳُﺤِﺐُّ ﻛُﻞَّ ﻣُﺨْﺘَﺎﻝٍ ﻓَﺨُﻮﺭٍ
ﻭَﺍﻗْﺼِﺪْ ﻓِﻲ ﻣَﺸْﻴِﻚَ ﻭَﺍﻏْﻀُﺾْ ﻣِﻦْ ﺻَﻮْﺗِﻚَ ﺇِﻥَّ ﺃَﻧْﻜَﺮَ ﺍﻟْﺄَﺻْﻮَﺍﺕِ ﻟَﺼَﻮْﺕُ ﺍﻟْﺤَﻤِﻴﺮِ
Artinya, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkan suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman [31] ayat 18-19).
Ayat ini menerangkan nasehat Luqman dalam berperilaku terhadap manusia. Materi akidah yang berbarengan dengan akhlak dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, ayat ini melarang manusia untuk sombong dan angkuh kepada orang lain.
Sebagai orangtua yang dikarunia rasa kasih sayang kepada anak-anaknya. Tentu rasa ini pula yang melatarbelakangi keinginan agar anak-anaknya menuai kehidupan yang baik di dunia maupun akhirat.
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
Maka, memberikan nasehat kepada anak-anaknya akan sangat membantu dalam mencapai tujuan mulia tersebut. Dari nasehat yang diberikan ini pula dapat mempererat hubungan antara orangtua dan anak. Karena akan sering terbangun komunikasi di antara keduanya. Komunikasi ini nantinya akan tercermin dalam kehidupan si anak karena terbiasa dengan komunikasi yang baik. Secara tidak langsung anak akan mencontoh cara berbicaranya dari orangtua mereka. Ini adalah salah satu pembelajaran karakter yang harusnya memang di bangun dalam keluarga.
Pembelajaran tidaklah sebatas pendidikan yang terdapat di bangku sekolah. Pembelajaran hidup yang sebenarnya adalah bagaimana seseorang dapat bermanfaat di masyarakatnya. Artinya sikap dan sifat atau akhlak yang baik lebih dibutuhkan dari sekadar nilai pendidikan yang baik. Karena ketika seorang anak sudah siap keluar dari lingkungan rumahnya nilai pelajaran tidaklah dianggap lebih utama dibandingkan akhlaknya.
Untuk itu, diperlukan kerjasama orangtua dan guru di sekolah. Ketika guru lebih banyak memberikan pengajaran tentang ilmu yang dikuasainya maka orangtua hendaknya mengambil peran mengajari akhlak yang baik kepada anak-anaknya. Sehingga kondisi ini akan memaksimalkan kebermanfaatan anak dan memudahkan jalan mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh anak-anaknya. Kerjasama antara orangtua dan guru juga diperlukan agar tidak saling menyalahkan atau menyombongkan diri sebagai manusia. Karena manusia hidup memanglah memerlukan bantuan orang lain. (LSS, P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)