MENDIDIK ANAK TANPA KEKERASAN

Foto: patheos.com
Foto: patheos.com

Oleh: Rohullah Fauziah Alhakim, Wartawan Mi’raj Islamic New Agency (MINA)

Memang tidak jarang seorang membuat orang tuanya marah, ketika anak diperintah orang tua dan ia menolak, itu juga sering kali membuat orang tua kesal. Sangat banyak anak-anak yang sulit diperintah orang tua, walaupun sepele, misalnya orang tua menyuruh mengambilkan sesuatu, tapi kebanyakan anak menolak atau mengabaikan perintah orang tuanya dengan kata “nanti”, “tidak”, atau hanya diam saja tanpa menjawab, hal inilah terkadang yang membuat orangtua kesal.

Mengatasi perilaku anak memang bukan perkara mudah, Dalam menghadapi sikap dan perilaku anak yang menyulitkan tersebut banyak orang tua yang lepas kendali sehingga mengatakan atau melakukan sesuatu yang membahayakan anak sehingga kemudian mereka sesali. Jika situasi ini sering berulang, hal ini yang dikatakan sebagai penyiksaan anak, baik secara fisik maupun mental.

Secara fitrah Allah telah menganugerahkan rasa kasih dan sayang orangtua kepada anaknya sebagai modal awal untuk melakukan pengasuhan dan pendidikan anak.

Namun, tidak jarang orangtua melakukan tindakan-tindakan dengan alasan karena sayang kepada anak atau dengan dalih mendisiplinkan anak.

 

Mengutamakan Kelemahlembutan

Rasul yang mulia, Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam telah memberikan teladan yang sangat mengagumkan dalam mendidik anak. Beliau mengutamakan kelemahlembutan. Seperti dalam sebuah hadits diriwayatkan:

 

“Suatu hari Rasul sedang memimpin shalat berjamaah dengan para Sahabatnya, Salah satu sujud dalam shalat yang dia lakukan cukup lama waktunya sehingga mengundang keheranan para Sahabat. Setelah shalat berjamaah selesai, salah seorang Sahabat bertanya, “Mengapa begitu lama Rasul bersujud?” Jawab Rasul, “Di atas punggungku sedang bermain cucuku Hasan dan Husain. Kalau aku tegakkan punggungku maka mereka akan terjatuh. Karena itu, aku menunggu mereka turun dari punggungku, baru aku cukupkan sujudku.”

 

Dari hadits tersebut Rasulullah memberi pelajaran bagi orangtua/pendidik agar dalam melakukan pendidikan mengedepankan sikap lemah-lembut serta penuh cinta, kasih dan sayang. Perlakuan keras kepada anak akan membawa pengaruh buruk yang luar biasa pada perkembangan kepribadiannya di kemudian hari.

 

Pandangan Islam Terhadap Kekerasan pada Anak

Dengan kasih-sayang Rasul bukan berarti kehilangan kewibawaan dan kehilangan ketegasan atau lembek ketika memang harus tegas. Tegas tidak identik dengan kasar.

Anak-anak memang perlu kedisiplinan. Kedisiplinan bisa diraih tanpa adanya kekerasan, namun bukan berarti terlarang melakukan tindakan fisik. Kedisiplinan diperlukan untuk mendidik anak terbiasa terikat dengan standar-standar Islam dalam berbagai aspek kehidupan sehingga mereka pada saatnya dapat bertanggung jawab di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala.

Kedisiplinan dibentuk dengan memberikan pemahaman yang melahirkan kesadaran untuk menerapkannya dan semua itu memerlukan proses. Penanaman disiplin pada anak bisa berhasil jika orangtua mengenal karakteristik anak dan mampu membangun komunikasi serta hubungan yang harmonis dengan anak.

Dalam mendidik anak diperlukan sanksi (hukuman). Pemberian hukuman merupakan salah satu cara dalam mendidik anak jika pendidikan tidak bisa lagi dilakukan dengan memberi nasihat, arahan, petunjuk, kelembutan ataupun suri teladan.

Islam membolehkan melakukan tindakan fisik sebagai ta’dîb (tindakan mendidik) terhadap anak. Ibnu Amr bin al-’Ash menuturkan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, pernah bersabda:

 

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ

 

“Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika sampai berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat.” (HR Abu dawud dan al-Hakim).

 

Dalam Hadits ini Rasul menggunakan ungkapan murruu (perintahkanlah) untuk anak usia di bawah 10 tahun dan idhribuu (pukullah) untuk usia 10 tahun. Dengan demikian, sebelum seorang anak menginjak usia 10 tahun, tidak diperkenankan menggunakan kekerasan dalam masalah shalat, apalagi dalam masalah selain shalat, yaitu dalam proses pendidikan. Mendidik mereka yang berusia belum 10 tahun hanya dibatasi dengan pemberian motivasi dan ancaman.

Kebolehan memukul bukan berarti harus/wajib memukul. Maksud pukulan/tindakan fisik di sini adalah tindakan tegas bersyarat, yaitu pukulan yang dilakukan dalam rangka ta’dîb (mendidik, yakni agar tidak terbiasa melakukan pelanggaran yang disengaja), pukulan tidak dilakukan dalam keadaan marah (karena dikhawatirkan akan membahayakan), tidak sampai melukai atau (bahkan) membunuh, tidak memukul pada bagian-bagian tubuh vital semisal wajah, kepala dan dada, tidak boleh melebihi 10 kali, diutamakan maksimal hanya 3 kali, tidak menggunakan benda yang berbahaya (sepatu, bata dan benda keras lainnya).

Memukul adalah alternatif terakhir. Karena itu, tidak dibenarkan memukul kecuali jika telah dilakukan semua cara mendidik, memberi hukuman lainnya serta menempuh proses sesuai dengan umur anak. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, berkata, “Nafkahilah keluargamu dengan hartamu secara memadai. Janganlah engkau angkat tongkatmu di hadapan mereka (gampang memukul) untuk memperbaiki perangainya. Namun, tanamkanlah rasa takut kepada Allah.” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan al-Bukhari dalam kitab Al-Adab al-Mufrad).

 

 

Anak Adalah Fitrah Dan Amanah Dari Allah

Anak adalah titipan yang sangat berharga dari Allah Subhana Wa Ta’ala, untuk kita jaga dan memberikan kasih sayang yang berlimpah kepadanya, karena merekalah pelanjut khalifah di muka bumi ini

Al-Quran menyebut anak memiliki dua sisi yang saling berlawanan, satu sisi anak adalah amanah Allah yang dititipkan kepada orangtua dan juga sebagai fitnah. Anak sebagai amanah Allah akan ditanyakan pertanggungjawabannya, maka menjadi kewajiban orangtua untuk mendidiknya dengan baik agar menjadi generasi yang berkualitas.

Rasulullah bersabda: “Tiada suatu permberian pun yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya, selain pendidikan yang baik”. (H.R. Hakim dan Baihaqi). 

Amanah yang disia-siakan, tentulah menyebabkan kehancuran peradaban akan segera terjadi. Kalau sudah seperti ini, fungsi anak sebagai amanah yang akan melanjutkan kelangsungan peradaban berubah menjadi fitnah.

Islam dan Perlindungan Anak

Islam secara jelas dan tegas mengajarkan perlindungan terhadap anak sejak masih janin sampai dewasa,

Pertama, perlindungan ketika masih janin, bisa terlihat adanya rukhsah (keringanan) diperbolehkan tidak berpuasa bagi orang hamil, Al-Quran juga mengajarkan untuk memberi perhatian baik kepada ibu hamil, seperti dalam firman Allah, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS Lukman: 14).

Kedua, Islam mengajarkan bahwa anak mempunyai hak untuk lahir dengan selamat, untuk itu Islam juga melarang aborsi maupun tindakan yang membahayakan bayi, Seperti dalam firman Allah Subhana Wa Ta’ala, “Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizqi kepadamu dan kepada mereka” (QS. Al-An’am: 151).

Dan anak juga harus mendapat gizi yang cukup dengan memberikan asi sampai 2 tahun, firman Allah, “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama 2 tahun penuh bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (QS. Al-Baqarah: 233).

Ketiga, Islam mengajarkan bahwa setiap anak memiliki hak fisik dan moral. Hak fisik itu antara lain hak kepemilikan, warisan, disumbang, dan disokong. Hak moral antara lain: diberikan nama yang baik, mengetahui siapa orangtuanya, mengetahui asal leluhurnya, mendapat bimbingan dan pendidikan dalam bidang agama dan moral, bahkan sampai menikah, seperti dalam hadits

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :  أَلْحِقُوا الفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَلأِوْلَى رَجُلٍ ذَكَر.

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:“Bagikanlah harta peninggalan (warisan) kepada yang berhak, dan apa yang tersisa menjadi hak laki-laki yang paling utama.” (HR. Bukhari)

Keempat, dalam kasus anak yatim, anak yang terbuang, terlantar, korban perang dan semacamnya memiliki hak yang sama seperti anak-anak yang lain; pemerintah dan masyarakat seharusnya bisa melihat dengan jelas hak-hak mereka. Seperti firman Allah,

“Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak dan kaum kerabat serta anak-anak yatim dan orang-orang miskin.” (QS. Al-Baqarah:83)

Islam adalah agama yang indah, Allah telah mengutus Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam sebagai teladan bagi umat Islam dan Allah memberi wahyu Al-Quran kepadanya untuk menjadi pedoman hidup, sebagai umat Islam, wajib hukumnya menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah Subhana Wa Ta’ala, kekerasan anak merupakan larangan Allah dan Rasul, maka dari itu sebagai orang tua didiklah anak sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, karena anak adalah titipan yang harus dijaga dan diberikan kasih sayang. Wallahu’alam bishshawwab. (P006)

(P006/R03)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

(Disarikan dari berbagai sumber)

 

 

 

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0