Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menebar Salam Menggapai Surga

Bahron Ansori - Ahad, 29 November 2020 - 07:50 WIB

Ahad, 29 November 2020 - 07:50 WIB

25 Views

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

MENEBAR salam dalam Islam adalah salah satu cara yang jika terus istiqomah diamalkan akan membawa siempunya masuk ke dalam surga. Inilah satu di antara banyak cara untuk meraih surganya Allah Ta’ala. Agar kita semakin yakin betapa dengan washilah (perantara) salam seorang muslim bisa masuk surga, berikut beberapa dalil yang bisa menguatkan tekad kita untuk selalu menebarkan salam kepada setiap muslim lain baik yang kita kenal atau tidak.

Kata salam dalam Bahasa Arab mempunyai arti keselamatan, kesejahteraan atau kedamaian. Makna salam adalah do’a seorang Muslim kepada saudaranya seiman. Kata “Assalaamu‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh” mempunyai makna “Semoga seluruh keselamatan, rahmat dan berkah dianugerahkan Allah kepada kalian”. Dahsyat bukan sebuah salam?

Dalil-dalil mengucapkan salam

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Pertama, dalam Al Qur’an Al-Kariim Allah SWT berfirman yang artinya, “…Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya-Nya bagimu, agar kamu memahaminya.” (QS. An-Nuur : 61).

Dan Allah berfirman dalam ayat lain yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” QS. An-Nuur: 27.

Syaikh Nashir As Sa’di berkata, “Firman-Nya: “Salam dari sisi Allah”, maksudnya Allah telah mensyariatkan salam bagi kalian dan menjadikannya sebagai penghormatan dan keberkahan yang terus berkembang dan bertambah. Adapun firman-Nya: “yang diberi berkat lagi baik”, maka hal tersebut karena salam termasuk kalimat yang baik dan dicintai Allah. Dengan salam maka jiwa akan menjadi baik serta dapat mendatangkan rasa cinta.” (Lihat Taisir Karimir Rahman)

Kedua, Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda yang artinya, “Demi Dia yang diriku berada di tangan-Nya! Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling berkasih-sayang. Maukah kalian saya tunjukkan suatu perkara yang apabila kalian kerjakan, maka akan tumbuh rasa kasih-sayang di antara kalian? Sebarkan salam di antara kalian!” [Sahih, HR. Muslim].

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Dalam keterangan lain, dari Abdullah bin Salam, Rasulullah bersabda yang artinya, “Wahai sekalian manusia, tebarkanlah salam di antara kalian, berilah makan sambunglah tali silaturahmi dan sholatlah ketika manusia tidur malam, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” [Sahih. HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad]

Bara’ bin Azib berkata, “Rasulullah melarang dan memerintahkan kami dalam tujuh perkara: kami diperintah untuk mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang dizalimi, memperbagus pembagian, menjawab salam dan mendoakan orang yang bersin…” [Sahih, HR. Bukhori dan Muslim]

Ibnu Hajar Al Asqalani berkata, “Perintah menjawab salam maksudnya yaitu menyebarkan salam di antara manusia agar mereka menghidupkan syariatnya.” [Lihat Fathul Bari 11/23]

Ketiga, sunnah para Nabi dan Rasul. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Ketika Allah telah menjadikan Adam, maka Allah memerintahkan: “Pergilah kepada para Malaikat dan ucapkan salam kepada mereka yang tengah duduk. Dengarkanlah jawaban salam mereka, karena itu akan menjadi ucapan salam bagi kamu dan anak cucumu kelak!” Maka pergilah Nabi Adam dan mengucapkan: “Asalaamu ‘alaikum!” Para Malaikat menjawab: “Assalaamu ‘alaika warahmatullaah!” Mereka menambah warahmatullaah”. [Sahih, HR. Bukhari dan Muslim].

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Al Qur’an menceritakan kisah Ibrahim AS, yang artinya, “(Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salaaman”, Ibrahim menjawab: “Salaamun” …”. (QS. Adz Dzaariyaat: 25).

Keempat, prilaku para Shahabat. Thufail Bin Ubay Bin Ka’ab pernah datang ke rumah Abdullah Bin Umar; lalu keduanya pergi ke pasar. Ketika keduanya sampai di pasar, tidaklah Abdullah Bin Umar menemui tukang rombeng, penjual, orang miskin dan siapa saja melainkan mesti memberi salam kepada mereka.

Suatu hari, Thufail Bin Ubay Bin Ka’ab datang lagi ke rumah Abdullah Bin Umar, dan diajak lagi ke pasar. Maka Thufail bertanya, “Perlu apa kita ke pasar? Kamu sendiri bukanlah seorang pedagang dan tidak ada kepentingan menanyakan harga barang atau menawar barang. Lebih baik bila kita duduk bercengkerama di sini.” Abdullah Bin Umar menjawab, “Hai Abu Bathn! Sebenarnya kita pergi ke pasar hanya untuk memasyarakatkan salam. Kita beri salam kepada siapa saja yang kita temui di sana!”. [Sahih HR. Imam Malik dalam kitab Al Muwatha’]

Hukum Salam

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan

Pertama, Mengucapkan Salam. Hukum mengucapkan salam adalah sunnah yang dikuatkan (sunnah mu’akadah). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika seseorang di antara kalian berjumpa dengan saudaranya, maka hendaklah memberi salam kepadanya. Jika antara dia dan saudaranya terhalang pepohonan, dinding atau bebatuan; kemudian mereka berjumpa kembali, maka ucapkan salam kepadanya. (HR. Abu Daud)

Kedua, Menjawab Salam. Sedangkan hukum menjawab salam adalah wajib. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’: 86).

Ketiga, Ucapan Salam. Ucapan salam yang lengkap adalah “Assalaamu‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh” yang artinya “semoga seluruh keselamatan, rahmat dan berkah Allah dilimpahkan kepada kalian”. Ucapan salam ini sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau tengah bersama isterinya, ‘Aisyah ra, beliau bersabda, “Ini Jibril mengucapkan salam kepada kamu”. Maka ‘Aisyah RA menjawab: “Wa ‘alaihissalaam warahmatullaahi wabarakaatuh. (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan Hadits Nabi

Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

Imron bin Husain berkata, “Ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi seraya mengucapkan Assalamu ‘alaikum. Maka nabi menjawabnya dan orang itu kemudian duduk. Nabi berkata, “Dia mendapat sepuluh pahala.” Kemudian datang orang yang lain mengucapkan Assalamu ‘alaikum warahmatullah. Maka Nabi menjawabnya dan berkata, “Dua puluh pahala baginya.” Kemudian ada yang datang lagi seraya mengucapkan Assalamu ’alaikum warahmatullahi wa barakatuh. Nabipun menjawabnya dan berkata, “Dia mendapat tiga puluh pahala.” [Shahih, HR. Abu dawud, Tirmidzi dan Ahmad].

Maka berdasarkan adits di atas, idealnya seorang Muslim mengucapkan salam dengan lengkap, tetapi tetap diperkenankan seseorang untuk mengucapkan salam:

  1. Assalaamu ‘alaikum
  2. Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah, atau
  3. Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh (lengkap)

Adab (Etika) Salam

Dalam mengucapkan dan menyebarkan salam, setidaknya ada beberapa adab yang harus diperhatikan, antara lain.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat

Pertama, Urutan Salam. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya, “Hendaknya orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan. Yang berjalan kepada yang duduk, yang sedikit kepada yang banyak.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam lafazh Bukhari, “Hendaklah yang muda kepada yang lebih tua.”

Kedua, Mendahului Salam. Terlepas dari urutan dalam memberi salam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan untuk mendahului dalam memberi salam. Diharapkan kita tidak pasif dalam mengucapkan salam, yaitu sekedar menanti datangnya ucapan salam dari orang lain. Diharapkan pula kita tidak menjadi orang yang suka menuntut orang lain untuk mengucapkan salam duluan.

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengajarkan, justru yang memulai salam itulah orang yang lebih mulia, sebagaimana sabdanya, “Seutama-utama manusia bagi Allah adalah yang mendahului salam.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan

Ketiga, Menjawab dengan Setara atau Lebih. Sebagaimana dalam Surat An Nisaa ayat 86, dalam menjawab salam minimal setara dengan ucapan salam; dan lebih utama apabila dalam menjawab salam dilakukan dengan lebih sempurna, Sehingga jawaban salam yang disyari’atkan adalah, a. Bila ucapan salam “Assalaamu ‘alaikum” maka jawaban minimal adalah “Wa’alaikumussalaam”, jawaban lebih adalah “Wa’alaikumussalaam warahmatullaah”, dan jawaban lengkapnya adalah “Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh”.

  1. Bila ucapan salam “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah” maka jawaban minimal adalah “Wa’alaikumussalaam warahmatullaah”, dan jawaban lengkapnya adalah “Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh”.
  2. Bila ucapan salam “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh” maka jawaban minimal adalah “Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh”.

Keempat, Dengan Menjabat Tangan. Selain mengucapkan salam, akhlaq yang indah (karimah) bagi seorang Muslim ketika bertemu dengan saudaranya adalah menjabat tangannya dengan hangat.

Seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, jika seseorang dari kami bertemu dengan saudaranya atau temannya apakah harus menunduk-nunduk?” jawab.

Rasulullah, “Tidak!” Tanyanya, “Apakah harus merangkul kemudian menciumnya?”

Baca Juga: Pemberantasan Miras, Tanggung Jawab Bersama

Jawab Rasulullah, “Tidak!” Tanyanya sekali lagi, “Apakah meraih tangannya kemudian menjabatnya?” Jawab Rasulullah, “Ya!” [Sahih, HR. Muslim].

Selain memiliki nilai kehangatan dan persahabatan (ukhuwwah), jabatan tangan juga akan menghapus dosa di antara kedua Muslim yang melakukannya.

Dalam keterangan lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Tidaklah dua orang Muslim yang bertemu kemudian berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni dosa keduanya sampai mereka melepaskan jabatan tangannya.” [HR. Abu Daud]

Yang tetap perlu diperhatikan hendaklah lelaki tidak berjabat-tangan dengan wanita yang bukan muhrimnya; demikian pula sebaliknya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesung-guhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum wanita.” (Sahih, HR.Turmudzi dan Nasai)

Baca Juga: Lima Karakter Orang Jahil

Kelima. Berwajah Manis. Yang dimaksud berwajah manis adalah penampilan yang menyenangkan serta senyum yang mengembang. Gaya seperti inilah yang diinginkan Rasulullah   ketika seorang Muslim bertemu dengan saudaranya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan kalian meremehkan sedikitpun tentang kebaikan, meskipun hanya wajah yang manis saat bertemu dengan saudaramu.[Shahih, HR. Bukhari]

Keenam, Tidak Memalingkan Wajah. Memalingkan wajah, apapun alasannya, sulit untuk ditafsirkan lain kecuali sikap meremehkan atau memusuhi. Apabila seorang Muslim berjumpa dengan saudaranya, selain salam dan jabat tangan. Hendaklah ditambah dengan menatap wajah saudaranya; tidak malah memalingkan wajah. Nilai ucapan salam dan jabatan tangan menjadi hampa dan hilang ketika seseorang melakukannya sambil memalingkan wajah, wallahu’alam. (A/RS3/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Ternyata Aku Kuat

Rekomendasi untuk Anda

Tausiyah