Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menemukan Makna Hidup di Usia Senja

Ali Farkhan Tsani Editor : Sri Astuti - 19 detik yang lalu

19 detik yang lalu

0 Views

SAAT muda, kita disibukkan oleh ambisi mengejar karier, mencari pasangan hidup, membesarkan anak, membangun rumah, mengembangkan bisnis, dan menumpuk harta.

Seiring usia menua, banyak dari itu semua mulai pudar, mulai dari pensiun jabatan, anak-anak sudah lepas satu persatu berumah tangga, tubuh pun sudah tak sekuat dulu, dan aktivitas pun relatif berkurang.

Di sinilah banyak orang merasa kehilangan arah, seolah tak berdaya karena sudah bukan usia produktif lagi. Padahal justru di usia senja, kita diberi anugerah paling berharga, yaitu pengalaman waktu dan kedewasaan berdasar pengalaman hidup.

Inilah waktunya untuk lebih banyak beramal shalih, untuk kembali mengkaji makna hidup yang mungkin selama ini terabaikan. Dan kedewasaan untuk melihat dunia tidak sekadar dengan mata, tapi dengan jiwa.

Baca Juga: Khutbah Gerhana Bulan: Memperkuat Kesatuan Umat dan Bangsa, serta Doakan Palestina

Makna hidup tidak ditentukan oleh produktivitas fisik, tapi oleh ketenangan hati dan kedekatan dengan Allah.

Allah menyebutkan di dalam firman-Nya:

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram.” (Q.S. Ar-Ra’d [13]: 28).

Baca Juga: Tata Cara Shalat Gerhana

Orang yang menemukan makna hidupnya di usia senja akan merasakan kebahagiaan hakiki, meski tubuh renta, semangatnya tetap menyala. Terutama semangat dalam menjalankan ibadah, mulai dari shalat berjamaah di masjid, mengaji Al-Quran, mengikuti kajian Islam, hingga memperbanyak sholawat, istighfar dan dzikrullah. Mau sampai kapan lagi usia bertahan?

Kita juga akan menggunakan apa yang kita miliki dan kesempatan yang ada, giliran untuk berbagi dengan sesama yang membutuhkan. Terlebih untuk membantu saudara-saudara kita di Gaza, Palestina sana.

Hidup untuk bermain, bersenda gurau, begadang sampai pagi, apalagi berfoya-foya dan pergaulan yang tak jelas apalagi yang cenderung bebas, itu sudah selesai. Mengingat batas usia tinggal di ambang pintu. Hendak meraih husnul khotimah, akhir yang baik. Akhir yang baik harus dilalui dengan ucapan yang baik, perilaku yang baik.

Bukan tak boleh lagi berbisnis, berkegiatan atau beraktivitas. Akan tetapi lebih mengendalikan waktu dan kegiatan yang ada untuk kepentingan akhirat. Lembur yang dibayar dengan uang tambahan, lebih baik diganti lembur ngaji Quran. Weekend yang diminta untuk job tambahan, yang bisa melelahkan, masih bisa disubstitusi dengan bersilaturahim ke anak cucu, mengunjungi panti yatim piatu, atau berkegiatan sosial di lingkungan.

Baca Juga: Rabiul Awal, Spirit Kelahiran Nabi dan Perjuangan Pembebasan Al-Aqsa

Pada usia senja, seyogyanya kita semakin sadar sudah tak mengejar dunia lagi, tapi mengejar arti dan warisan abadi, yakni ukhrawi. Dunia, bisnis, dan sejenisnya bisa dikendalikan atau didelegasikan kepada orang lain atau anak-anaknya.

Kalau ketika muda sibuk dalam usaha, sering melalaikan shalat berjamaah, atau malah melalaikannya, lalu mau sampai kapan lagi mempercepat langkah kaki ke masjid? Shalat di belakang imam, jangan menunggu shalat di depan imam alias sudah menjadi jenazah.

Semoga kita tidak menyia-nyiakan sisa waktu untuk remeh temeh yang tak terhubung ke kampung akhirat. Maka, kita akan menemukan makna hidup. Jadikan usia senja bukan titik lelah, tapi justru titik cerah menuju husnul khotimah. Aamiin. []

 

Baca Juga: Hentikan Perang Sekarang Juga

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Tausiyah