Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur, Pembina Aqsa Working Group (AWG)
Undang Dasar 1945
“Pembukaan Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Baca Juga: Hidup Hanya Sekali, Jadikan Bermakna di Sisi Allah
Dalam denyut nadi bangsa Indonesia, ada semangat yang tak pernah pudar, semangat antipenjajahan yang menjadi dasar dari berdirinya negara ini. UUD 1945 secara tegas menyatakan dalam bunyi pembukaannya.
Pernyataan ini bukan sekadar kalimat yang tertulis begitu saja tanpa makna, sikap dan tindakan nyata, tetapi sebuah janji suci yang menjadi panduan moral dan hukum dalam setiap langkah bangsa Indonesia di kancah pergaulan dunia.
Penjajahan dan penindasan – dalam bentuk apapun – adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang paling mendasar, yaitu hak untuk hidup bebas di tanah kelahiran sendiri. Oleh karena itu, bangsa kita berdiri dengan tekad bulat untuk melawan segala bentuk penjajahan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi di balik diplomasi.
Baca Juga: Pelanggaran Zionis terhadap Konvensi Jenewa
Dalam sejarahnya, penjajahan menimbulkan perbudakan, pembunuhan massal, eksploitasi sumber daya alam, dan penghancuran identitas budaya lokal. Semua tindakan itu jelas bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Menentang segala bentuk penjajahan, adalah perwujudan dari nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang menjadi landasan dasar bagi negara Republik Indonesia. Penolakan terhadap penjajahan mencerminkan sikap tegas bangsa ini terhadap segala bentuk penindasan, eksploitasi, dan segala bentuk kedzaliman yang dilakukan oleh bangsa atau pihak tertentu terhadap bangsa lain.
Penjajahan menciptakan ketimpangan kekuasaan. Penjajah mendapatkan hak istimewa di atas penderitaan rakyat/bangsa yang dijajah. Ketidakadilan itu melahirkan kemiskinan, ketergantungan ekonomi, dan ketertinggalan di berbagai bidang. Oleh karena itu, UUD 1945 menegaskan bahwa penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prinsip keadilan yang seharusnya menjadi hak setiap bangsa.
Sejarah Pendirian Negara Israel, Sebuah Tragedi Kemanusiaan
Baca Juga: Masjidil Aqsa, Lambang Kehormatan Umat Islam yang Terluka
Sejarah mencatat bahwa negara Zionis Israel berdiri di atas tanah Palestina, sebuah wilayah yang disucikan oleh tiga agama. Pada tahun 1948, saat dunia masih terguncang oleh sisa-sisa Perang Dunia II, sebuah tragedi besar terjadi di Timur Tengah. Tanah Palestina direnggut dari pemiliknya, dan bangsa Palestina dipaksa keluar dari kampung halaman mereka.
Pengusiran, pembantaian, perampasan tanah, pembakaran kampung-kampung dan pembunuhan massal menjadi lembaran kelam yang terus berlarut-larut terjadi, menghantui rakyat Palestina hingga hari ini.
Lebih dari tujuh dekade telah berlalu, tetapi luka itu tidak pernah sembuh. Jutaan rakyat Palestina hidup dalam pengungsian, tersebar di berbagai negara tanpa kepastian kapan mereka bisa kembali ke rumah mereka sendiri.
Penjajahan Zionis Israel atas bangsa Palestina yang terjadi sejak 1948 hingga kini bukan hanya soal wilayah, tetapi juga penghancuran identitas, kebudayaan, dan harapan masa depan sebuah bangsa. Hal itu dengan jelas terpampang di depan mata dunia, bagaimana kekejaman Zionis Israel dalam melakuka aksi genosida kepada warga Gaza.
Baca Juga: Zionis Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Genosida, Dunia Tak Berdaya
Dengan dalih penuh kepalsuan, yang katanya demi keamanan, pembelaan diri dan klaim sejarah yang diperdebatkan, Zionis Israel terus-menerus melakukan tindakan yang tidak bisa dibenarkan oleh hukum internasional maupun moral kemanusiaan.
Pengeboman membabi buta, penghancuran rumah sakit, tempat ibadah, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik hingga mengakibatkan sedikitnya 54 ribu manusia kehilangan nyawa, serta ratusan ribu lainnya menderita (data kematian di Gaza per Mei 2025). Hal itu menjadi bukti nyata Zionis tidak sedang berperang, melainkan melakukan aksi genosida.
Resolusi-resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengutuk pendudukan dan meminta pengembalian tanah kepada rakyat Palestina selalu diabaikan. Seruan dari berbagai tokoh dan pemimpin negara untuk melakukan gencatan senjata dan penyaluran bantuan kemanusiaan tidak dihiraukan. Deretan ironi itu semua menjadi bukti bahwa Zionis Israel adalah tirani, bukan bangsa yang menginginkan perdamaian dunia.
Hak Rakyat Palestina untuk Merdeka
Baca Juga: Pesan Surah As-Syuraa: Persatuan Bukti Keimanan, Perpecahan Bukti Kemusyrikan
Setiap manusia dan bangsa memiliki hak untuk hidup damai di tanah airnya sendiri, bebas dari rasa takut dan tekanan dari pihak dan bangsa manapun. Rakyat Palestina seperti bangsa lainnya, berhak untuk merdeka, hidup bermartabat di tanah mereka yang sudah ditinggali selama berabad-abad.
Hak kemerdekaan dan berdaulat tidak bisa dicabut oleh siapapun, termasuk oleh kekuatan militer dan tekanan politik, termasuk Zionis Israel. Hak bangsa Palestina untuk merdeka dan berdaulat di tanah airnya sendiri adalah isu fundamental yang menyentuh aspek kemanusiaan, hukum internasional, dan keadilan global.
Dalam pandangan hukum internasional, penjajahan Zionis Israel di tanah Palestina adalah ilegal. Pendudukan wilayah-wilayah seperti Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur telah dikutuk oleh banyak negara dan organisasi internasional.
Tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa rakyat Palestina masih hidup dalam bayang-bayang pendudukan. Setiap hari, mereka menghadapi penghancuran rumah, dan kebun, pembatasan pergerakan, terbatasnya akses air bersih dan kebutuhan dasar lainnya, serta sederet pelanggaran hak asasi manusia yang dirasakannya.
Baca Juga: Bacalah: Perintah Ilahi yang Mengubah Dunia
Hak rakyat Palestina untuk kembali ke tanah asal mereka diakui dalam Resolusi PBB 194 (1948), yang menegaskan bahwa pengungsi Palestina memiliki hak untuk kembali ke rumah mereka atau menerima kompensasi atas kehilangan tersebut.
Piagam PBB, Pasal 1 ayat (2) dengan jelas disebutkan, persamaan hak dan penentuan nasib sendiri suatu bangsa adalah prinsip fundamental dalam hukum internasional. Bangsa Palestina memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa tekanan atau pendudukan dari pihak lain, termasuk hak untuk mendirikan negara berdaulat di tanah yang menjadi hak mereka.
Hal itu diperkuat dengan berbagai serolusi lainnya, antara lain: Resolusi 3236 (1974) yang menyatakan, mengakui hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, kemerdekaan, dan kedaulatan nasional.
Meskipun banyak resolusi yang mendukung hak-hak Palestina, Israel terus melakukan pendudukan di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan blokade di Gaza. Sementara dukungan internasional terhadap implementasi resolusi-resolusi ini terhambat oleh veto Amerika Serikat (AS) di Dewan Keamanan PBB.
Baca Juga: Tiga Godaan Lelaki: Ujian Harta, Fitnah Wanita, dan Ambisi Takhta
Hak bangsa Palestina untuk merdeka dan berdaulat di tanah airnya adalah perjuangan untuk mendapatkan kembali keadilan yang telah lama dirampas. Piagam PBB dan resolusi-resolusinya memberikan landasan hukum dan moral yang kuat untuk mendukung perjuangan ini. Namun, implementasi nyata dari resolusi-resolusi tersebut masih menjadi jargon belaka, tanpa implementasi nyata.
Hubungan Sejarah Indonesia-Palestina
Indonesia dan Palestina memiliki sejarah panjang hubungan persaudaraan yang tidak bisa diabaikan. Sejak zaman kerajaan Demak dan Samudera Pasai, hubungan ini telah terjalin melalui jalur perdagangan dan keagamaan.
Ketika Indonesia berjuang untuk meraih kemerdekaannya, banyak tokoh Palestina yang mendukung perjuangan ini. Dukungan itu bukan hanya dalam bentuk moral, tetapi juga material, meskipun mereka sendiri berada dalam situasi sulit.
Baca Juga: Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban Sesuai Syariat, Ini Panduan Lengkapnya
Mengingat sejarah ini, bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk membantu perjuangan rakyat Palestina melawan penjajahan. Nilai balas budi dan solidaritas menjadi landasan utama yang harus dijaga dalam setiap kebijakan luar negeri Indonesia.
Palestina bukan hanya sebuah isu politik, tetapi juga panggilan nurani bagi bangsa yang menjunjung tinggi kemerdekaan dan keadilan.
Mengakui negara Israel sebagai negara berdaulat tidak hanya melanggar prinsip-prinsip dasar UUD 1945, tetapi juga menyakiti hati bangsa Indonesia yang telah lama memberikan perhatian kepada perjuangan rakyat Palestina. Tindakan ini akan mencederai warisan para pendiri bangsa yang dengan tegas menolak segala bentuk penjajahan. Lebih dari itu, mengakui Israel dapat menghilangkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah.
Dalam pandangan penulis, Zionis Israel tidak akan mengakui kemerdekaan Palestina sampai kapan pun karena keberadaan mereka wilayah itu sejak awal ingin merebutnya dari rakyat Palestina. Sejak awal, Zionis Israel tidak menunjukkan i’tikad baik untuk membangun perdamaian di Palestina. Memang tabiat Zionis Yahudi sejak dulu suka mengingkari janji.
Baca Juga: Doa untuk Orang Haji dan Umroh Agar Mendapat Haji Mabrur
Akar masalahnya terletak pada ideologi Zionis yang melihat Palestina bukan sebagai tanah bersama, tetapi sebagai wilayah eksklusif yang harus dimiliki dengan cara apa pun, termasuk dengan merampas hak-hak rakyat Palestina, mengabaikan resolusi-resolusi PBB dan melakukan kejahatan kemanusiaan.
Untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina, tidak perlu mengakui negara Israel karena karena mengakui kedaulatan negara Zionis Yahudi itu sama dengan memberikan legitimasi pada pendudukan ilegal yang telah melanggar hukum internasional.
Bagi pemerintah Indonesia, mendukung perjuangan rakyat Palestina dapat dilakukan melalui advokasi, bantuan kemanusiaan, penguatan diplomasi internasional dan cara-cara lainnya yang sah, tanpa harus mengakui negara Israel.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus tetap konsisten dalam dan sejalan dengan sikap dan pendirian para pendahulu bangsa. Membuka hubungan diplomatik dengan Israel, jika dilakukan akan menjadi noda dalam sejarah perjuangan pemerintah Indonesia di mata dunia.
Baca Juga: Silaturahim vs Silaturahmi: Apa Bedanya Menurut Syariat?
Seperti mentari yang tak pernah ingkar janji untuk terbit di pagi hari, bangsa Indonesia harus terus dan tetap menjadi cahaya harapan bagi mereka yang tertindas. Membela Palestina bukan hanya tentang diplomasi politik, tetapi juga tentang membela nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi jiwa dan nadi bangsa ini.
“Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel,” Soekarno, (1962). []
Mi’raj News Agency (MINA)