Oleh Uray Helwan, Da’i Kalbar
Beratnya Ujian Da’wah Nabi Nuh ‘Alaihissalam
Disebutkan dalam Al-Qur’an:
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
وَقَوْمَ نُوحٍ مِنْ قَبْلُ ۖ إِنَّهُمْ كَانُوا هُمْ أَظْلَمَ وَأَطْغَىٰ
Artinya: Dan kaum Nuh sebelum itu. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling zalim dan paling durhaka. (QS An-Najm [53]: 52).
Menurut Ibnu Katsir, ini menunjukkan keingkaran mereka melebihi umat setelahnya, sedangkan Al-Qurthubi menjelaskan bahwa mereka lebih kafir dari orang musyrik Arab kala itu (masa da’wah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di Makkah, pen.) dan lebih ingkar lagi.
Berikut ini kedurhakaan umat Nabi Nuh ‘Alaihissalam yang disebutkan dalam Al-Qur’an:
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
- Mengatakan Nabi Nuh dalam kesesatan yang nyata (QS Al-A’raf [7]: 59).
- Menganggap Nabi Nuh pendusta (QS Hud [11]: 27).
- Menantang Nabi Nuh agar mendatangkan azab (QS Hud [11]: 32).
- Mengatakan Nabi Nuh gila (QS Al-Mu’minun [23]: 25 dan Al-Qomar [54]: 9).
- Mengancam akan merajam Nabi Nuh (QS Asy-Syuara [26]: 116).
- Setiap kali Nabi Nuh menyeru untuk beriman, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) (QS Nuh [71]: 7).
- Mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri (QS Nuh [71]: 7).
- Mereka kaum yang fasik (QS Adz-Dzariyat [51]: 46).
Akibat kedurhakaan dan kezaliman, umat Nabi Nuh ‘Alaihissalam dimusnahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Ditenggelamkan dengan cara banjir dahsyat yang melanda bumi, kecuali orang-orang yang beriman, mereka diselamatkan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Termasuk seluruh binatang berpasang-pasangan juga diangkut ke dalam bahtera. Untuk menjaga agar kelangsungan kehidupan di dunia tidak punah, setelah sebagian besar binasa lantaran keras kepala bertahan pada kekufuran.
Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang mengungkapkan tentang azab yang Allah Subhanahu wata’ala timpakan kepada umat Nabi Nuh ini, di antaranya:
Artinya: Maka dia mengadu kepada Tuhannya: “Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku).” (10). Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah (11). Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan (12). Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, (13). Yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai belasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh). (14). (QS Al-Qomar [54]: 10-14)
Banyak pelajaran penting yang dapat kita petik dari kisah Nabi Nuh ‘Alaihissalam. Penulis mengerucutkan pada tiga, yakni:
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
1. Karakter Pemimpin yang Istiqomah Berdakwah. Berjuang dalam dakwah tanpa sambutan yang berarti dari umat merupakan ujian berat bagi da’i. Terlebih lagi bagi sosok pemimpin. Namun, bagi Nabiyullah Nuh ‘Alaihissalam, hal tersebut sedikit pun tidak menyurutkan langkah beliau. Meskipun tidak tanggung-tanggung, ratusan tahun rentang masa yang dilalui.
Inilah karakter sejati pemimpin umat. Istiqomah dalam berdakwah, tidak boleh surut dan mundur lantaran hujatan, penolakan bahkan ancaman. Hanya berharap kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Karena apalah arti ratusan tahun waktu dunia ketimbang lautan masa tanpa berbatas di sisi Allah Subhanahu wata’ala? Beratnya ujian dakwah yang dilalui menjadi kecil jika dibandingkan pahala Allah Subhanahu wata’ala di Surga. Apatah lagi aral melintang yang menghalangi, pasti beriringan dengan turunnya karunia pertolongan-Nya.
2. Kebenaran dari Allah Subhanahu wata’ala, walaupun Mayoritas Manusia Menolak. Fakta dakwah yang terjadi di masa Nabi Nuh ‘Alaihissalam bahwa hampir semua manusia menolak sehingga trennya kala itu adalah kekufuran dan kemusyrikan dengan penyembahan terhadap berhala. Kondisi ini secara turun temurun diwariskan dari orangtua kepada anak cucunya.
Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI
Namun, seperti apa pun penolakan manusia, sedikit pun tidak berpengaruh terhadap derajat kebenaran yang Allah Subhanahu wata’ala turunkan. Allah Subhanahu wata’ala tidak membutuhkan campur tangan manusia untuk melegitimasi Al-Haq. Manusia hanya pengamal risalah. Ini sudah aksiomatik sejak dahulu kala hingga akhir zaman.
Bahkan jika kita mengikuti manusia berdasarkan kaidah mayoritas, akan berujung pada penyesatan karena mayoritas umat manusia mengikuti persangkaan belaka. Demikian yang Allah Subhanahu wata’ala peringatkan dalam QS Al-An‘am [6] ayat 116. (Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).
3. Pemimpin yang Tetap Mengemban Amanah, sampai Risalah Sempurna Disampaikan. Nabi Nuh ‘Alaihissalam tidak pernah melepaskan amanah menyeru umat untuk kembali kepada tauhidullah, walaupun menghadapi beratnya ujian da’wah. Bahkan ketika Allah Subhanahu wata’ala turunkan keputusan azab bagi kaum yang ingkar, beliau tetap mengemban amanah. Yakni pengembalaan dan memimpin mereka yang beriman dan selamat di dalam kapal, hingga berlabuh di Bukit Judi ketika azab telah dirampungkan. Kala itu dimulailah era baru, bumi hanya dihuni oleh mereka yang beriman.
Inilah hikmah besar bagi para pemimpin umat, tetap mengemban amanah yang Allah Subhanahu wata’ala pikulkan di atas pundak mereka, baik dikala beratnya ujian da’wah maupun di saat kemenangan tatkala Allah Subhanahu wata’ala telah menurunkankan pertolongan-Nya. Amanah pengembalaan menjadi hal yang utama.[]
Baca Juga: Kemenangan Trump dan Harapan Komunitas Muslim Amerika
Mi’raj News Agency (MINA)