Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengambil Ibrah dari Kisah Nabi Nuh ‘Alaihissalam (Bagian III)

Redaksi Editor : Lili Ahmad - Ahad, 29 September 2024 - 17:27 WIB

Ahad, 29 September 2024 - 17:27 WIB

12 Views

Uray Helwan

Oleh Uray Helwan, Da’i Kalbar

 

Adzab Allah Subhanahu wata’ala Sungguh Dahsyat

Pada dasarnya ada dua tugas penting para Nabi/Rasul dan para Pemimpin Umat. Pertama, menyeru umat untuk senantiasa berada dalam pusaran kebaikan, sampai puncaknya nanti Jannatunna’im dan, kedua, mengingatkan mereka agar terhindar dari segala bentuk keburukan yang akan mengantarkan pada dahsyatnya azab Neraka.

Baca Juga: Keseharian Nabi Muhammad SAW yang Relevan untuk Hidup Modern

Dua tugas besar ini tertuang dalam berbagai narasi keimanan. Seperti pada konteks tugas para Rasul, Allah Subhanahu wata’ala sebutkan sebagai pembawa kabar gembira (yakni keni’matan rahmat, dan ampunan Allah Subhanahu wata’ala) dan pemberi peringatan (yakni adanya azab bagi para pendusta agama Allah Subhanahu wata’ala).

Dan tidaklah Kami mengutus para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami akan ditimpa azab karena mereka selalu berbuat fasik (berbuat dosa). (QS Al An’am [6]: 48-49).

Dalam konteks manusia-manusia pilihan, generasi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, Allah Subhanahu wata’ala nyatakan bahwa mereka adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia menyerukan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (QS Ali Imran [3]: 110).

Baca Juga: Satu Tahun Badai Al-Aqsa, Membuka Mata Dunia

Dalam konteks dakwah, hendaknya ada sekelompok manusia yang memikul peran sebagai da’i untuk menyeru pada perbuatan baik dan mencegah segala bentuk kemungkaran.

Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [3]: 104).

Bahkan dalam konteks hajat seluruh manusia, pada hakikatnya mereka menghendaki kebaikan di dunia dan akhirat serta terhindar dari siksa Neraka. Hal ini tertuang dalam doa sapu jagat.

Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat dan lindungilah kami dari azab Neraka”. (QS Al-Baqarah [2]: 201).

Baca Juga: Satu Tahun Taufanul Aqsa

Nabi Nuh ‘Alaihissalam menyeru umatnya, seluruh manusia kala itu, untuk menyembah Allah Subhanahu wata’ala secara totalitas dan mentaati beliau. Itulah sentral dari seluruh kebaikan. Sebaliknya beliau memberikan peringatan kepada kaumnya untuk meninggalkan kesyirikan karena itulah pusat dari semua kejahatan. Beliau lakukan itu ratusan tahun, bahkan hampir satu milenium. Menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Akan tetapi, kaumnya mendustakan dan melakukan pembangkangan, kecuali sebagian kecil yang menerima dan mentaati. Kembali pada dua tugas utama di atas, bahwa kebaikan ketaatan akan diganjar dengan keselamatan dan keberkahan di dunia, di akhirat Jannatunna’im. Sebaliknya keburukan, kedustaan, dan pembangkangan celaka di dunia, Neraka di akhirat.

Kaum Nabi Nuh ‘Alaihissalam yang membangkang diazab oleh Allah Subhanahu wata’ala. Inilah azab yang pertama kali diturunkan akibat keingkaran manusia. Bahkan, tidak pernah Allah Subhanahu wata’ala menghancurkan manusia, yang menyisakan hanya orang-orang yang beriman, kecuali pada masa Nabi Nuh ‘Alaihissalam. Mereka yang selamat yakni Nabi Nuh ‘Alaihissalam dan pengikutnya dalam jumlah yang sedikit. Kehancuran ini tidak terlepas dari doa beliau, yang Allah Subhanahu wata’ala abadikan dalam Al-Qur’an.

 وَقَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْاَرْضِ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ دَيَّارًا

Baca Juga: Memetik Buah Manis Syukur dalam Kehidupan Muslim

Artinya: Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (QS Nuh [71]: 26).

Al-Qurthubi mengutip Qatadah, bahwa doa yang dihaturkan oleh Nabi Nuh ‘Alaihissalam untuk kehancuran bagi kaumnya yang kufur itu karena sudah jelas mereka tidak akan beriman, sebagaimana ayat yang menyebutkan (artinya).

Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja). (QS Hud [11]: 11).

Jika kezaliman telah merajalela, kekufuran melampuai batas dan nasihat Nabi didustakan, maka azablah yang kemudian diturunkan. Dan Allah Subhanahu wata’ala, sungguh memiliki azab yang sangat dahsyat.

Baca Juga: Amalan yang Paling Banyak Membuat Masuk Surga

Ada pelajaran tersendiri, terkait doa Nabi Nuh ‘Alaihissalam di atas, bagi kita saat ini, berhati-hatilah siapa pun yang mengabaikan nasihat dari Imam yang adil, karena jika mereka berdoa untuk menyerahkan urusannya kepada Allah Subhanahu wata’ala, doanya makbul.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ثَلاَثَةٌلاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَاْلإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ فَوْقَ الْغَمَامِ وَيَفْتَحُ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ

Artinya: “Tiga orang yang tidak ditolak do’anya yaitu: Orang yang puasa sampai ia berbuka, imam yang adil dan do’anya orang yang teraniaya. Allah akan mengangkat permohonannya di atas mega dan dibukakan baginya pintu langit. Allah berfirman: “Demi Keagungan-KU niscaya aku akan menolong sekalipun setelah beberapa waktu.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Hurairah).

Baca Juga: Kekuatan Iman, Sumber Ketenangan dalam Hidup Sehari-hari

Semestinya inilah yang paling dikhawatiri. Ketika urusan sudah dikembalikan kepada Allah Subhanahu wata’ala, maka Kehendak-Nya yang akan terjadi. Dan Allah Subhanahu wata’ala memiliki khazanah azab yang pedih.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Meraih Syafaat Melalui Shalawat

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Khadijah
Indonesia
Kolom
Indonesia