HIDUP berjama’ah merupakan salah satu ajaran utama dalam Islam yang ditekankan oleh Al-Qur’an, Hadis, dan praktik para sahabat Nabi. Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah), tetapi juga hubungan antar manusia (hablum minannas). Dalam konteks ini, hidup berjama’ah menjadi instrumen penting dalam mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis, solid, dan penuh keberkahan. Hidup berjama’ah bukan sekadar pilihan, tetapi bagian dari perintah syariat.
Pertama, Islam memandang manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 13, Allah Ta’ala berfirman bahwa manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal. Ayat ini menunjukkan bahwa keberagaman dan kebersamaan adalah fitrah insani yang harus dijaga melalui interaksi sosial yang positif dan terorganisir, salah satunya melalui kehidupan berjama’ah.
Kedua, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan kehidupan berjama’ah dalam segala aspeknya, baik dalam ibadah, muamalah, maupun dalam perjuangan dakwah. Dalam hadis riwayat Tirmidzi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tangan Allah bersama jama’ah.” Ini menandakan bahwa keberkahan, pertolongan, dan perlindungan dari Allah Ta’ala senantiasa menyertai orang-orang yang hidup dalam kebersamaan dan kepemimpinan yang benar.
Ketiga, hidup berjama’ah melatih disiplin dan ketaatan terhadap aturan bersama yang selaras dengan syariat. Dalam jama’ah, setiap individu memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk menjaga adab, akhlak, dan amanah. Hal ini memperkuat karakter muslim yang tangguh dan berkomitmen pada nilai-nilai Islam, sekaligus menjauhkan dari sifat egois dan individualistik yang merusak tatanan sosial.
Baca Juga: Pemuda dan Tanggung Jawab Pembebasan Al-Aqsa
Keempat, hidup berjama’ah juga menjadi sarana untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Dalam Surah Ali Imran ayat 104 disebutkan, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.” Perintah ini hanya bisa diwujudkan secara maksimal melalui kekuatan kolektif dalam struktur berjama’ah.
Kelima, dalam aspek ibadah, banyak amalan yang menjadi lebih utama jika dilakukan secara berjama’ah, seperti shalat lima waktu, shalat Jumat, dan shalat Id. Rasulullah SAW bersabda, “Shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hal ini membuktikan bahwa syariat mendorong terciptanya komunitas yang kokoh dan saling menguatkan dalam ibadah.
Keenam, kehidupan berjama’ah juga menjaga umat dari perpecahan. Dalam hadis riwayat Abu Dawud, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan, “Barangsiapa memisahkan diri dari jama’ah sejengkal saja, maka ia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya.” Ini menegaskan bahwa hidup menyendiri dari jama’ah berisiko menjerumuskan seseorang ke dalam penyimpangan dan fitnah dunia.
Ketujuh, dalam konteks perjuangan, berjama’ah adalah kekuatan. Perjuangan menegakkan nilai Islam di tengah masyarakat yang kompleks membutuhkan sinergi, strategi, dan kepemimpinan. Jama’ah menjadi wadah koordinasi dalam dakwah, pendidikan, dan pelayanan umat. Tanpa jama’ah, perjuangan mudah terpecah, lemah, bahkan gagal.
Baca Juga: Zionis Pencipta Doktrin Antisemitisme
Kedelapan, jama’ah juga menjadi media pendidikan dan pembinaan umat. Di dalamnya terdapat struktur tarbiyah atau pembinaan ruhiyah, akhlak, dan wawasan keislaman. Ini membuat setiap individu mendapatkan dukungan dalam menjaga istiqamah, meningkatkan keilmuan, dan memperbaiki diri. Pembinaan ini bersifat terus-menerus, bertahap, dan terarah.
Kesembilan, dari sisi manajemen sosial, hidup berjama’ah memperkuat solidaritas dan ukhuwah islamiyah. Ketika satu anggota jama’ah mengalami musibah, yang lain akan segera membantu. Dalam jama’ah, prinsip tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa dapat dijalankan dengan nyata sebagaimana diperintahkan dalam Surah Al-Maidah ayat 2.
Kesepuluh, jama’ah menyediakan sistem kepemimpinan yang sah menurut syariat. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika ada tiga orang di suatu tempat, maka hendaknya salah satu diangkat menjadi pemimpin.” (HR. Abu Dawud). Kepemimpinan dalam jama’ah bukan hanya soal administrasi, tetapi juga tanggung jawab agama dalam menjaga arah perjuangan dan melindungi umat dari penyimpangan.
Kesebelas, berjama’ah adalah bentuk pengamalan Islam secara kaffah. Islam tidak hanya berbicara tentang ibadah individual, tetapi juga menekankan aspek sosial, ekonomi, dan politik yang hanya bisa dilaksanakan secara kolektif. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 208, Allah memerintahkan untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan ini mustahil tanpa keterlibatan dalam kehidupan berjama’ah.
Baca Juga: Kehidupan Berjama’ah Berimamah, Kunci Optimalisasi Pengamalan Syariat Islam
Keduabelas, hidup berjama’ah menjaga kesatuan hati dan pemikiran. Dalam jama’ah yang terarah, umat akan memiliki visi, misi, dan manhaj (metode) perjuangan yang sama. Ini akan memperkuat posisi umat Islam di tengah berbagai tantangan ideologi dan budaya yang merusak. Persatuan umat tidak cukup hanya dalam retorika, tapi harus diwujudkan dalam organisasi yang konkret.
Ketigabelas, jama’ah juga menjadi wadah musyawarah, sebagaimana perintah Allah dalam Surah Asy-Syura ayat 38, “Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.” Melalui musyawarah, setiap anggota jama’ah merasa dihargai dan didengarkan, sehingga keputusan bersama memiliki legitimasi moral yang kuat dan lebih mudah diikuti.
Keempatbelas, hidup berjama’ah menumbuhkan keteladanan. Dalam jama’ah, para anggota bisa saling belajar dari akhlak dan komitmen satu sama lain. Pemimpin memberi contoh kepada anggota, dan anggota menjaga adab terhadap pemimpin. Ini akan membentuk generasi yang kuat dalam iman dan konsisten dalam perjuangan.
Kelimabelas, secara spiritual, hidup berjama’ah menjaga seseorang dari kefuturan (kemalasan dalam beramal) dan ghurur (tertipu oleh amal sendiri). Jama’ah menjadi pagar penjaga keistiqamahan. Seseorang yang berada dalam jama’ah akan terus didorong untuk berkembang dan tidak merasa puas diri. Sebaliknya, mereka yang hidup sendiri rentan kehilangan semangat dan terjerumus pada sikap takabur atau bahkan penyimpangan.
Baca Juga: Menelusuri Hadis-Hadis Akhir Zaman, Suriah, Dajjal, dan Al-Aqsa
Hidup berjama’ah adalah bagian integral dari ajaran Islam. Ia bukan hanya solusi sosial, tetapi juga instrumen syar’i untuk menjaga iman, amal, dan perjuangan umat. Dalam jama’ah, umat Islam bisa tumbuh bersama, menguatkan satu sama lain, dan menghadapi tantangan zaman dengan solid. Karena itu, setiap muslim perlu berkomitmen untuk hidup berjama’ah dalam koridor syariat, demi kebaikan pribadi dan umat secara keseluruhan.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ukhuwah, Teras Kehidupan Berjama’ah yang Membawa Berkah