Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengapa Kesultanan Utsmani Bisa Sangat Kuat?

Rendi Setiawan - Senin, 11 Mei 2020 - 12:32 WIB

Senin, 11 Mei 2020 - 12:32 WIB

9 Views

Oleh: Firas Al-Khateeb*

Menurut Ibnu Khaldun, sebuah kerajaan memiliki rentang kehidupan seperti manusia. Mereka dilahirkan, tumbuh remaja, mencapai kedewasaan, dan kemudian menurun dan mati.

Memahami masa kanak-kanak sangat penting untuk memahami mengapa suatu kerajaan menjadi kuat, dan dari mana ia memperoleh kekuatannya.

Tulisan ini akan menerawang masa kanak-kanak Kesultanan Utsmani. Dari sebuah wilayah Turki kecil di Anatolia pada 1300-an, Kesultanan Utsmani akhirnya memerintah wilayah yang membentang di seluruh Eropa Timur, Asia Barat Daya, dan Afrika Utara pada 1500-an.

Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir

Inilah periode awal Kesultanan Utsmani dalam menabur benih untuk sebuah kekuatan yang besar ini.

Masyarakat Ghazi

Pada musim panas di tahun 1071 masehi, pertempuran yang mengubah sejarah berkecamuk di bagian timur Anatolia (sekarang Turki).

Turki Seljuk, sebuah kelompok dengan asal-usul di Asia Tengah, telah membangun kerajaan Muslim yang kuat di seluruh Asia Barat Daya pada dekade sebelumnya, dan sekarang berbenturan dengan Kekaisaran Byzantium yang telah memerintah wilayah ini selama berabad-abad.

Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia

Faktanya, peperangan antara orang-orang Byzantium dengan pasukan Muslim telah sering terjadi sejak tahun 600-an. Hasil dari Pertempuran Manzikert pada 1071 masehi menjadi Seljuk, yang belum pernah dilihat oleh tentara Muslim, dengan pasukan Byzantium yang compang-camping.

Selama beberapa dekade dan abad mendatang, Anatolia dibuka untuk pemukiman Turki. Orang-orang Turki bermigrasi dari tanah air mereka ke bekas wilayah Byzantium dan menciptakan kota-kota mereka sendiri, dan membentuk komunitas Muslim.

Meskipun dikalahkan secara telak di Manzikert, Kekaisaran Byzantium masih menjadi ancaman bagi Turki. Akibatnya, orang-orang Turki hampir selalu berselisih dengan Byzantium dan mulai mempersiapkan pasukan untuk berperang melawan Byzantium.

Para pejuang yang berjuang untuk mempertahankan Islam melawan Byzantium dikenal sebagai Ghazi. Kelompok pejuang akan berkumpul di sekitar Ghazi profesional dan menciptakan milisi kecil yang akan bergerak ke seluruh pedesaan Anatolia.

Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh

Seiring waktu, milisi berkembang menjadi wilayah merdeka yang kecil. Wilayah-wilayah ini dikenal sebagai kadipaten.

Di pusat setiap wilayah, seorang pemimpin bertanggung jawab untuk mengarahkan pasukannya itu, dan memimpin mereka dalam peperangan. Pada akhir 1200-an, banyak kadipaten yang terbentuk di seluruh semenanjung Anatolia.

Utsman Ghazi

Salah satu dari pasukan ghazi paling menonjol adalah Utsman Ghazi. Ia lahir pada tahun 1258 masehi, tahun yang sama saat Baghdad dihancurkan oleh bangsa Mongol.

Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh

Sejarah mengatakan bahwa Utsman Ghazi pernah bermimpi di mana sebatang pohon tumbuh dari dirinya. Akar dan rantingnya tumbuh menutupi Asia, Eropa, dan Afrika.

Syekh Utsman, yang ia andalkan membimbingan Islam menafsirkan mimpi itu sebagai tanda bahwa keturunan Utsman akan berada di pusat kekaisaran untuk menguasai ketiga benua ini.

Jauh sebelum keturunannya mewujudkan mimpinya, Utsman Ghazi memimpin sebuah wilayah di kota Söğüt di barat laut Anatolia. Perbatasan wilayah kecilnya itu berseberangan langsung dengan Kekaisaran Bizantium.

Ini menjadikan wilayahnya itu jauh lebih penting dan sentral. Sebagai hasilnya, wilayah itu menjadi paling berkembang di antara para kadipaten di Turki maupun Anatolia lainnya. Puncaknya adalah ketika para kadipaten itu bergabung dengan wilayah yang dipimpin Utsman Ghazi.

Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung

Sumber pasukan lainnya untuk Utsman Ghazi adalah para pengungsi yang melarikan diri dari invasi Mongol di Timur. Tentara Mongol masih mendatangkan malapetaka di Asia Barat Daya, dan para pengungsi berlarian ke tepi dunia Muslim untuk melarikan diri.

Maka, banyak dari mereka menemukan rumah baru di wilayah yang dipimpin Utsman Ghazi.

Dengan jumlah besar prajurit, Utsman Ghazi mampu menekan Kekaisaran Byzantium. Byzantium pada saat itu sedang dalam masa kemunduran paling parah. Zaman keemasan mereka telah berakhir sejak lama, dan hampir tidak bisa menahan laju kekuatan Utsman Ghazi dan pasukannya.

Hasilnya, Utsman Ghazi sangat memperluas wilayahnya sepanjang tahun-tahun awal dekade 1300-an. Pada saat itulah para sejarawan menuliskan transformasi kekuatan Utsman Ghazi menjadi sebuah kesultanan.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel

Utsman sendiri menyebut diri mereka sebagai Devlet-i Osmaniyye, dalam bahasa Turki, yang memiliki makna “Kesultanan Utsmani”. Kata bahasa Inggris “Ottoman” adalah perubahan nama Utsman.

Keturunan Utsman Ghazi

Utsman Ghazi wafat pada tahun 1326 masehi, setelah membentuk pondasi bagi sebuah kesultanan yang akan bertahan hingga 1922 masehi. Semua sultan di masa depan akan disandang dengan pedang Utsman ketika mereka mengambil alih kekuasaan.

Ini menandakan peran mereka sebagai ghazi pertama dan utama, dan keterikatan mereka pada patriark dinasti. Putra Utsman, Orhan, mengambil alih kekuasaan atas ayahnya, dan diberi nasihat penting dari Utsman.

Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel

Berikut pesan Utsman Ghazi kepada anaknya,

“Putraku! Berhati-hatilah dengan masalah agama sebelum semua tugas lainnya. Sila agama membangun wilayah yang kuat. Jangan memberikan perkara agama kepada orang yang ceroboh, tidak setia dan berdosa, atau kepada orang-orang yang tidak peduli, atau tidak berpengalaman.

Dan juga tidak menyerahkan masalah administrasi kepada orang-orang seperti itu. Karena seseorang tanpa takut akan Tuhan Sang Pencipta, tidak memiliki rasa takut akan ciptaan, orang yang melakukan dosa besar dan terus berbuat dosa tidak bisa dipegang kesetiaannya.

Cendekiawan, pemuda berbudi luhur, seniman, dan sastrawan adalah kekuatan struktur sebuah wilayah. Perlakukan mereka dengan kebaikan dan kehormatan. Bangun hubungan yang erat ketika Anda mendengar tentang seorang pemuda yang berbudi luhur dan berikan kecukupan padanya..

Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara

Tetapkan tugas politik dan keagamaan padanya. Ambil pelajaran dariku ketika pertama kali datang ke wilayah ini sebagai pemimpin yang lemah, lalu aku meraih pertolongan Allah meskipun aku tidak pantas menerimanya.

Anda mengikuti jalanku dan melindungi agama Muhammadi shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang beriman. Penuhi hak Sang Pencipta dan hamba-hamba-Nya. Jangan ragu untuk menyarankan penerus Anda dengan cara ini.

Bergantunglah pada Allah untuk meraih keadilan dan keadilan, untuk menghilangkan kekejaman. Lindungi rakyatmu dari invasi musuh dan dari kekejaman. Jangan bertindak semena-mena terhadap orang lain. Cukupkan kebutuhan rakyat dan lindungi mereka semua.”

Dari sini kita dapat dengan jelas melihat penekanan yang disampaikan Utsman Ghazi pada Islam. Utsman Ghazi tidak hanya memberikan nasihat administratif yang baik kepada putranya, tetapi juga memberi nasihat itu dengan karakteristik seorang Muslim yang baik.

Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu

Nasihat ini tidak dimaksudkan hanya untuk putranya, Orhan. Semua sultan Utsmani berikutnya akan menerima nasihat ini untuk membantu mereka memerintah kesultanan secara efektif dan Islami.

Orhan melanjutkan perluasan wilayah Kesultanan Utsmani dengan membuka kota-kota penting yang sebelumnya dikuasai Byzantium di awal masa pemerintahannya.

Selama beberapa dekade mendatang, Orhan, lalu Murad I, dan kemudian Beyezid I, terus memperluas Kesultanan Utsmani. Di satu sisi, mereka menaklukkan wilayah-wilayah Byzantium, akhirnya berkembang ke wilayah Byzantium di Eropa.

Di sisi lain, Byzantium mulai menulari doktrin di wilayah pinggiran Turki melalui aliansi, perkawinan, dan dalam beberapa kasus, perang.

Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud

Pada akhir tahun 1300-an, Kesultanan Utsmani telah berkembang pesat dan memantapkan diri sebagai kekuatan paling besar yang belum ada sebelumnya dengan pengecualian kota Konstantinopel, yang tidak ditaklukkan sampai tahun 1453.

Kesultanan Utsmani mengalami banyak pasang surut dalam sejarah 600 tahun. Asal-usul dan kebangkitan Kesultanan Utsmani harus dipahami sepenuhnya bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri dan peran mereka di dunia

Dari asal-usul mereka sebagai kadipaten kecil Turki, mereka berkembang menjadi salah satu kekaisaran yang paling kuat dalam sejarah modern awal.

Dengan penekanan bahwa Kesultanan Utsmani pada awal perkembangannya menerapkan gaya hidup Islam. Dari sini, kita dapat memahami bagaimana cara kesultanan ini mencapai puncak kejayaannya pada 1400-an dan 1500-an. (A/R2/P2)

Bibliography:

Hourani, Albert Habib. A History Of The Arab Peoples. New York: Mjf Books, 1997. Print.

Itzkowitz, Norman. Ottoman Empire And Islamic Tradition. Chicago: University Of Chicago Press, 1981. Print.

Sumber: Lost Islamic History

*Seorang peneliti, penulis, dan sejarahwan Muslim asal Amerika yang berspesialisasi dalam dunia Islam. Dia menyelesaikan gelar BA dalam bidang sejarah dari University of Illinois, Chicago, pada 2010. Sejak itu, dia mengajar Sejarah Islam di Universal School di Bridgeview, Illinois. Buku pertamanya adalah “Lost Islamic History”, yang mengulas sejarah masyarakat Muslim di seluruh dunia dengan cara yang ringkas dan mudah dipahami.

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Asia
Asia
Internasional
Internasional
Internasional
Kolom