Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Menulis, terutama menulis artikel merupakan hobi yang bisa sangat menyenangkan. Apalagi jika itu dikaitkan dengan dakwah.
Bicara di mimbar memang perlu. Namun berbicara di media massa melalui tulisan jauh lebih perlu lagi. Jika berceramah maksimal berapa puluh, ratus orang bisa mendengarnya? Namun jika menuliskannya dalam artikel tausiyah, maka bisa ribuan, puluhan ribu, ratusan ribu atau bisa jutaan orang bisa membacanya.
Ayat pertama saja “Iqro”, artinya bacalah! Bagaimana mau membaca, jika ttidak ada yang dibacanya. Atau sekalipun ada, tidak bisa mengantarkannya menuju jalan takwa.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Maka, di sinilah letak pentingnya mengapa kita harus menulis.
Ada beberapa alasan mengapa kita perlu menulis, di antaranya.
Pertama, menulis merupakan kemampuan dasar manusia dewasa. Tidak ada makhluk selain manusia dewasa yang bisa menulis. Anak-anak, kanak-kanak, belum pandai menulis. Para pelajar, remaja boleh menulis, tapi tulisan status, curhat, bukan tulisan dakwah, atau belum.
Nah, sebagai manusia dewasa, marilah kita berusaha menulis dan menulis untuk umat.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Kedua, tulisan bisa menjadi bukti sejarah bagi penulisnya. Jika ‘jiping terus barlen’ (ngaji kuping terus bubar kelalen). Artinya, mendengarkan ceramah sebatas telinga. Jika selesai pengajian itu, banyak yang lupa.
Namun kalau tulisan, ia akan abadi. Bisa dibaca lagi kapan saja dan di mana saja.
Kita bisa mengenal Imam Bukhari, Imam Muslim, dan sebagainya, karena kumpulan tulisannya tentang hadits-hadits Nabi.
Ketiga, menulis artikel dapat memberi manfaat dan inspirasi kepada orang lain atau pembaca. Apalagi di dalam artikel itu terdapat penawaran solusi atas masalah yang dihadapi manusia.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Jika ada orang sedih misalnya, lalu membaca artikel kita tentang bagaimana menghalau kesedihan. Tentu tulisan artikel kita amat sangat berharga bagi jiwanya, nyawanya. Jadi, jangan sepelekan artikel.
Keempat, menulis sesungguhnya merupakan sarana komunikasi yang dapat dipercaya. Bisa ngomong, bisa ceramah, itu oke. Tapi akan mudah hilang dan sulit dijadikan referensi. Menurutnya, katanya, ujarnya.
Namun kalau tulisan, ia bisa dirujuk dan dipercaya. Jadi, menulis artikel itu bukan untuk diri sendiri, tapi untuk pembaca, sebab ia sedang berkomunuikasi dengan pembaca. Bukan dengan dirinya sendiri.
Kelima, menulis artikel, terutama bagi wartawan, merupakan bukti keahlian seseorang dalam dunia jurnalistik.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Ada pepatah mengatakan “bahasa menunjukkan bangsa”. Artinya apa yang ditulis seorang wartawan dalam artikel, itu menunjukkan kualitas dirinya, isi otaknya dan kaya gagasannya. Bagaimana mau dikatakan berkualitas, ada otaknya dan bergagasan, kalau ia tak pandai menulis atau ogah menuangkannnya dalam tulisan.
Keenam, menulis menjadi cara untuk mengembangkan potensi diri. Karena dengan menulis artikel berarti kita akan mencari referensi lebih dari satu, mengaitkan, menghubungkan, dan merangkaikannya. Dengan itu potensi diri akan terus berkembang.
Tidak atau jarang menulis artikel, apalagi bagi seorang jurnalis, berarti wartawan itu memang sedang mengerdilkan dirinya, sedang membunuh kreativitas dirinya, dan otomatis sedang merendahkan serendah-rendahnya jabatan kewartawanannya. Makanya, menulis artikel bagi seorang wartawan hukumnya adalah wajib.
Ketujuh, dengan menulis akan menjadi dikenal orang. Artikel selalu dicantumkan ditulis oleh. Menulis artikel, apalagi kalau sampai bisa menerbitkan buku, bukan hanya dikenal orang tapi juga bisa terkenal. Ini bukan soal pameran ria. Tapi soal jatidiri di mata manusia bahwa seseorang itu memang aktif menulis. Dengan dikenal apalagi terkenal bisa diundang sana-sini untuk berbagai wawasan.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Kedelapan, menulis artikel dapat menghasilkan uang. Contoh kolom Hikmah, dengan sedikit menulis 1 halaman volio. Setelah dimuat, maka ada kencling masuk ke rekening penulis. Rp300rb. Lumayan dariapada lu manyun. Dua kali saja sebulan bisa untuk nutup kontrakan, beli kue dede, atau ngajak isteri mbakso. Awas hati-hati asam urat naik?
Kesembilan, menulis merupakan sarana menyalurkan hobi. Terlebih bagi seorang wartawan, kagak nulis memang berarti dia gak hobi. Mungkin hobinya ndenegerin musik dan ngobrol sini-sana. Tapi anehnya up date status tertulisnya banyak. Di FB, tweet, instagram, dll. Tapi status remeh-temeh. Bukan artikel.
Kesepuluh, dengan menulis artikel akan terus meningkatkan daya fokus dan konsentrasi. Menulis artikel jelas memerlukan konsentrasi. Tidak seperti berita, yang tinggal menuangkan yang didengar, yang dilihat terjemahnya. Menulis berita juga perlu fokus. Tapi tidak sehebat dan sefokus ketika menulis artikel.
Kesebelas, Menulis artikel berpeluang menaikan trafik pengunjung (views). Artikel bisa di-share lagi besoknya, lusa atau pekan depan. Tapi kalau berita hari ini, ya hari ini. Esok basi, lusa apalagi, lewat.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Kedua belas, menulis artikel dapat menjadi arsip tersendiri bagi penulisnya. Jika sewaktu-waktu diminta berceramah, atau berbicara, atau berdiskusi topik tertentu, yang ia pernah tulis artikelnya. Maka tinggal buka saja di webs, atau searching google, tantu masih ada.
Ketiga belas, dengan menulis artikel yang relatif lebih abadi dibandingkan berita harian, secara IT berpeluang bertahan di SERP (Search Engine Result Page) sebuah media online dalam waktu lama. Ini karena halaman artikel kita di webs sering dibuka dan dikunjungi orang melalui search engine terutama google.
Jika artikel tersebut bisa memenangkan persaingan di pencarian google, akan lebih berpeluang mendapatkan peringkat SERP yang terbaik dalam waktu lama. Selama artikel itu selalu dibutuhkan dan dicari pembaca.
Keempat belas, menulis merupakan bagian dari jihad bil qolam, bil internet kalau sekarang. Betapa banyak ujaran kebencian (hate speech), fitnah, adu domba dan tulisan-tulisan memperkeruh suasana. Maka tulisan-tulisan kita berperan sebagai tameng amar ma’ruf nahi mungkar.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Jika tak mampu megubah kemungkaran dengan tangan, maka Nabi Shallalahu ‘Alaihi Wasallam berpesan, “Ubahlah dengan lisan kalian”. Lisan yang ditulis, ya itu artikel.
Jadi, mau sampai kapan kita enggan menulis? Sampai dunia semakin hancur atau sampai ada orang lain yang akan menggantikan kita. Atau kita sudah merasa cukup hanya dengan copy and share saja. Menjadi bangsa pengekor. Masya-Allah! (A/RS2/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati