MILITER Zionis Israel menargetkan para petinggi Hamas di ibu kota Qatar, Doha, pada Selasa sore (9/9/2025) saat pertemuan pembahasan usulan Presiden AS Donald Trump untuk gencatan senjata di Gaza.
Serangan tersebut melibatkan 15 jet tempur Israel, yang menembakkan 10 amunisi terhadap satu target.
Pasukan Pertahanan Israel mengklaim telah menargetkan mereka yang “bertanggung jawab langsung atas serangan brutal 7 Oktober 2023”.
Dilansir dari QNN, militer Israel mengeklaim, bekerja sama dengan badan keamanan Shin Bet, angkatan udaranya melakukan upaya pembunuhan terhadap pimpinan Hamas di ibu kota Qatar.
Baca Juga: 3 Warisan Nabi Adam untuk Menghidupkan Iman dan Perjuangan
Serangan itu terjadi beberapa hari setelah panglima militer Israel Letnan Jenderal Eyal Zamir mengancam akan membunuh para pemimpin Hamas yang tinggal di luar negeri, dan beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengeklaim bahwa Israel telah menerima usulan gencatan senjata Gaza yang diajukan oleh AS.
Beberapa ledakan pun terlihat dan terdengar di ibu kota Qatar. Ini adalah serangan pertama yang dilakukan militer Zionis Israel ek wilayah Qatar, yang merupakan mediator utama dalam perundingan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Israel belum pernah melakukan serangan udara di negara Teluk yang didukung Amerika Serikat itu sebelumnya.
Hamas mengonfirmasi bahwa lima anggotanya gugur dalam serangan itu. Padahal sarasan utama di antara mereka yang diyakini menjadi target adalah pemimpin senior Khalil al-Hayya dan Khaled Meshaal.
Baca Juga: Kaljasadil Wahid Katanya, Atau Hanya Omdo?
Hamas mengatakan anggota delegasi negosiasi kelompoknya selamat dari serangan tersebut. Namun, Hamas mengatakan enam orang lainnya, termasuk seorang pejabat keamanan Qatar, tewas.
Menurut Hamas, mereka yang terbunuh adalah:
- Humam Al-Hayya (Abu Yahya), putra kepala negosiator al-Hayya.
- Jihad Labad (Abu Bilal), Direktur Kantor al-Hayya.
- Abdullah Abdul Wahid (Abu Khalil).
- Moamen Hassouna (Abu Omar).
- Ahmad Al-Mamluk (Abu Malik).
- Kopral Badr Saad Mohammed Al-Humaidi, Pasukan keamanan internal Qatar.
“Kami mengonfirmasi kegagalan musuh untuk membunuh saudara-saudara kami dalam delegasi negosiasi,” demikian pernyataan Hamas.
Israel mengumumkan bertanggung jawab penuh atas serangan udara tersebut, yang dikatakan oleh militer Israel, sebagai “serangan tepat” yang ditujukan kepada para pemimpin senior Hamas di wilayah tersebut dengan menggunakan “amunisi tepat”.
Baca Juga: 12 Efek Buruk Drakor bagi Akidah Generasi Muslim
Pemerintah Qatar dengan cepat menuduh Israel melakukan perilaku “ceroboh” dan melanggar hukum internasional, dan serangan itu telah dikutuk secara luas di Timur Tengah dan sekitarnya.
Bagaimana serangan itu terjadi?
Pertanyaannya adalah, mengapa serangan itu itu bisa terjadi, dari jarak jauh, menggunakan jet-jet tempur, ke kawasan West Bay Lagoon yang berada dalam pengamanan ketat.
Letaknya dekat dengan distrik bisnis pusat Doha, dan merupakan rumah bagi banyak kedutaan besar asing, tempat tinggal orang kaya, sekolah, dan pasar swalayan.
Baca Juga: Serangan Drone Menghajar, Global Sumud Flotilla Tetap Berlayar
Menurut Prof. Ahmed Hashim, guru besar studi perang di Universitas Deakin, Victoria, Australia, mengatakan Israel memiliki posisi intelijen yang menjangkau jauh ke seluruh wilayah di berbagai negara di dunia. Tak terkecuali di Qatar.
“Tidaklah mengada-ada jika menyimpulkan bahwa mereka tahu persis di mana para pemimpin Hamas akan berada,” ujarnya kepada ABC.
Jet-jet itu harus terbang di atas Arab Saudi, dan kemungkinan besar Yordania, menempuh jarak sekitar 2.250 untuk mencapai Qatar.
Menurut Prof. Hashim, kemungkinan besar Israel menggunakan jet versi Adir F-35 yang dimodifikasi dari jet tempur F-35 AS, disertai dengan F-15I Ra’am yang dikustomisasi untuk “perlindungan udara”.
Baca Juga: Pembelaan Sultan Abdul Hamid II terhadap Palestina
Jet Adir dapat dilengkapi dengan tangki bahan bakar yang memungkinkannya terbang sejauh sekitar 2.200 km, tetapi tidak perlu diterbangkan sampai ke sasaran.
Menurutnya, pesawat-pesawat itu tidak berada di atas distrik Doha. Mereka menyerang dari jarak jauh dengan presisi tinggi, dengan panduan oleh intelijen yang diberikan dari darat.
Namun mengingat sifat siluman jet F-35, mereka mungkin saja tidak terdeteksi.
“Mungkin Saudi tidak bisa menangkapnya. Tapi kalaupun Saudi menangkap mereka, saya rasa mereka tidak akan bertikai dengan mereka,” kata Prof. Hashim.
Baca Juga: Sam’i wa Thaat: Kultur Mulia dalam Kehidupan Al-Jama’ah
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan tak lama setelah serangan itu, mengklaim serangan itu adalah “operasi Israel yang sepenuhnya independen”.
Presiden AS Donald Trump mengatakan dia tidak diberitahu sebelumnya tentang serangan itu, dan itu adalah keputusan yang dibuat sepenuhnya oleh perdana menteri Israel.
Gedung Putih mengatakan pada saat militer AS menyadari serangan itu, “sayangnya, sudah terlambat” untuk menghentikannya.
Letnan Jenderal Purnawirawan Mark Schwartz, yang menjabat sebagai koordinator keamanan AS untuk Israel dan Otoritas Palestina, mengatakan komentar tersebut mengindikasikan bahwa Gedung Putih diberitahu tentang serangan itu saat sedang terjadi.
Baca Juga: Black Agenda Drakor: Misi Tersembunyi di Balik Layar
“Komando Pusat AS, berdasarkan pengamatan pesawat, baik di dalam wilayah udara Qatar maupun di dekatnya, memberi tahu Gedung Putih tentang serangan yang sedang berlangsung,” ujarnya kepada ABC News Radio.
Namun beberapa analis memiliki keraguan atas hal itu.
Aaron David Miller, seorang analis Timur Tengah dan mantan negosiator Amerika, mengatakan reaksi pertamanya adalah “tidak mungkin” AS tidak mengetahui tentang serangan itu sebelumnya.
“Saya masih yakin Amerika memiliki indikasi bahwa operasi ini akan terjadi, tetapi Israel memberikan bantahan yang masuk akal dengan pada dasarnya mengklaim, segera setelah operasi, bahwa ini sepenuhnya urusan Israel,” ujarnya.
Baca Juga: Jejak Awal Kelahiran Drakor, Industri Hiburan atau Propaganda?
Mengapa menyerang di ibukota Qatar?
Qatar dan banyak negara tetangganya memiliki militer yang relatif kecil, dan insiden tersebut telah menimbulkan keraguan tentang jaminan keamanan historis Amerik Serikat untuk sekutu Teluk Arabnya.
Setelah serangan itu, Presiden Donald Trump berbicara dengan Netanyahu dan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani.
Ia meyakinkan pemimpin Qatar bahwa “hal seperti itu tidak akan terjadi lagi di tanah mereka,” dan menambahkan bahwa ia merasa “sangat buruk” tentang lokasi serangan tersebut.
Baca Juga: Tata Cara Shalat Gerhana
Qatar selama ini memainkan peran cukup penting sebagai mediator antara Israel dan Hamas, bersama AS dan Mesir. Terutama sejak konflik meningkat setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Namun, beberapa pihak menilai Qatar kadang menjadi “termakan politik” dan posisinya dipertanyakan. Tapi hingga saat ini, Qatar tetap menegaskan komitmennya sebagai mediator yang netral dan jujur.
Serangan militer Zionis Israel karena targetnya adalah pemimpin Hamas yang terlibat langsung dalam insiden terhadap Israel, tetapi itu tetap dianggap pelanggaran serius terhadap kedaulatan Qatar, yang dikenal sebagai sekutu strategis AS.
Serangan itu mengindikasikan tanpa keraguan bahwa Netanyahu dan pemerintahannya memang tidak ingin mencapai kesepakatan apa pun untuk perdamaian di kawasan.
Baca Juga: Demi Gaza, Warga Tunisia Rela Sumbangkan Kapal Langka Miliknya untuk Global Sumud Flotilla
Mustafa Barghouti, sekretaris jenderal Inisiatif Nasional Palestina, mengatakan bahwa serangan Israel di Doha merupakan “titik balik yang akan berdampak berbahaya” bagi Timur Tengah. Dikutip dari Al Jazeera.
“Operasi ini ditujukan kepada Qatar, yang memimpin upaya mediasi, dan kepada pimpinan Hamas yang sedang membahas proposal Amerika,” kata Barghouti. “Adakah rasa tidak tahu malu yang lebih buruk?”
Menanggapi serangan ke mediator, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani menegaskan, upaya mediasi adalah bagian dari identitas Qatar dan tidak ada yang akan menghalangi perannya dalam hal itu.
“Selama ini Qatar telah mengerahkan segala upaya dan akan melakukan segala yang dapat dilakukannya untuk menghentikan perang di Gaza,” lanjut PM al-Thani. []
Mi’raj News Agency (MINA)