Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
Ketika krisis ekonomi melanda Madinah, Khalifah Umar bin Khattab merasa paling bertanggung jawab terhadab musibah itu. Lalu ia memerintahkan pembantu-pembantunya menyembelih hewan ternak untuk dibagi-bagikan kepada penduduk.
Ketika tiba waktu makan, para petugas memilihkan untuk Umar bagian yang menjadi kegemarannya: punuk dan hati unta. Ini merupakan kegemaran Umar sebelum masuk Islam.
Melihat bagiannya itu, Umar bertanya, “Dari mana ini?”
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
“Dari hewan yang baru disembelih hari ini,” jawab mereka. “Tidak! Tidak!” kata Umar seraya menjauhkan hidangan lezat itu dari hadapannya. “Saya akan menjadi pemimpin paling buruk seandainya saya memakan daging lezat ini dan meninggalkan tulang-tulangnya untuk rakyat.”
Kemudian Umar meminta salah seorang sahabatnya, “Angkatlah makanan ini, dan ambilkan saya roti dan minyak biasa!” Beberapa saat kemudian, Umar menyantap yang dimintanya.
Kisah yang dipaparkan Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya ar Rijal Haular Rasul itu menggambarkan betapa besar perhatian Umar terhadap rakyat miskin yang digembalanya. Hal di atas bukan terjadi sekali saja.
Kisah tentang pertemuan Umar dengan seorang ibu bersama anaknya yang sedang menangis kelaparan, juga menjadi contoh utama seorang pemimpin yang sangat mencintai rakyat miskin.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Dalam kisah itu disebutkan, di tengah nyenyaknya orang tidur, Umar berkeliling dan masuk sudut-sudut kota Madinah.
Ketika bertemu seorang ibu dan anaknya yang sedang kelaparan, Umar sendiri yang pergi mengambil makanan dan memikulnya, bahkan hingga memasaknya dan menghidangkan untuk anak-anak yang menangis tadi.
Dilain kisah, saat paceklik melanda, Umar pernah disuguhi roti yang dicampur minyak samin. Umar memanggil seorang badui dan mengajaknya makan bersama.
Umar tidak menyuapkan makanan ke mulutnya sebelum badui itu melakukannya terlebih dahulu. Orang badui sepertinya sangat menikmati makanan itu. “Agaknya Anda tidak pernah merasakan lemak?” tanya Umar.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
“Benar,” kata Badui itu. “Saya tidak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun. Saya juga sudah lama tidak menyaksikan orang-orang memakannya sampai sekarang,” tambahnya.
Mendengar kata-kata sang Badui, Umar bersumpah tidak akan makan lemak sampai semua orang hidup seperti biasa. Ucapannya benar-benar dibuktikan. Kata-katanya diabadikan sampai saat itu, “Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin orang pertama yang merasakannya. Kalau rakyatku kekenyangan, aku ingin orang terakhir yang menikmatinya.”
Begitulah teladan dari Khalifah Umar. Ia lebih mengasihi rakyat miskin dan mendahulukan kepentingan mereka daripada dirinya. Ia rela kelaparan asalkan rakyat yang dipimpinnya bisa kenyang dan hidup sejahtera.
Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Tidak beriman seseorang yang dirinya kenyang, sementara tetangganya kelaparan.” (HR. Muslim). Lalu, adakah pejabat kita hari ini seperti Khalifah Umar bin Khattab?
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Wallahua’lam.(RS3/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?