Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengembangkan Sumber Pangan Lokal Berbasis Komunitas

Redaksi Editor : Redaksi - 55 detik yang lalu

55 detik yang lalu

2 Views

Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH-SDA MUI) Dr Hayu Prabowo.(Foto: Dok. MINA)

Oleh Dr. Hayu Prabowo, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia

Sistem pangan nasional yang tangguh dan kuat akan mendukung kesejahteraan masyarakat. Negara atau pemerintah memiliki banyak keterbatasan. Oleh karenanya pembangunan sistem pangan nasional sangat terkait dengan pembangunan ketangguhan sosial.

Masyarakat kita selama ini dididik dengan pola yang sentralistik, termasuk pola konsumsi yang secara kolektif merespon sesuatu dengan respon yang sama, berfikir secara homogen.

Budaya diversifikasi boleh dikatakan hilang dengan adanya industrialisasi dan impor, budaya diversifikasi pangan tererosi. Seharusnya keberagaman cara berfikir yang dikembangkan sehingga memberikan keleluasaan dan kewenangan mengelola secara penuh kepada komunitas lokal guna membuat kebijakan pangan mereka secara berdaulat.

Baca Juga: Mengislamkan Pikiran, Hati, Dan Perilaku

Dahulu kala, semua manusia mengonsumsi dari bahan pangan yang tumbuh disekitarnya, dan semua yang kita makan adalah pemberian dari bumi.

Namun secara global, varietas dan memelihara tanaman lokal dan hewan peliharaan telah sirna. Hilangnya keragaman, termasuk keragaman genetik, menimbulkan risiko serius bagi ketahanan pangan global karena rusaknya ketahanan sistem pertanian terhadap ancaman seperti hama, patogen, dan perubahan iklim.

Diversifikasi pangan lokal sebagai akar kemandirian pangan perlu dibangun berdasarkan paradigma ekologi kebebasan, di mana lingkungan dipandang sebagai sumber nilai dan keidealan.

Eropa dan Jepang sekarang di makan usia tua, yang merupakan tantangan bagi kita, bagaimana mendorong generasi era bonus demografi ini supaya tidak ada dalam kerangka dominasi, bisa terlepas dari kolonialisasi termasuk dari kegandrungannya terhadap pangan-pangan impor.

Baca Juga: Sejarah, Makna, dan Relevansi Sumpah Pemuda Bagi Bangsa

Untuk memantapkan sistem pangan nasional, kemandirian dibangun dengan diversifikasi pangan pertama kali dilakukan melalui Kemandirian Subyek atau otonomi pangan petani. Selama pangan masih dikontrol oleh pemerintah maka tidak akan terealisasi kemandirian pangan.

Secara umum diversifikasi pangan akan memberikan kontribusi terhadap kemantapan ketahanan pangan.
Pertama adalah peningkatan kapasitas produksi pangan.

Kedua adalah perbaikan dan peningkatan pendapatan petani melalui kewirausahaan pertanian kecil dan menengah masyarakat pedesaan, yang akan memperkuat ekonomi lokal dan akan langsung menggiatkan ekonomi lokal.

Ketiga akan meminimalisasi resiko dan juga ada berbagai tantangan adaptasi terhadap perubahan iklim, salah satunya adalah peningkatan konservasi air.

Baca Juga: Setelah Sinwar Syahid, Perlawan Melemah?

Sistem pangan nasional yang tangguh dan kuat akan mendukung kesejahteraan serta kebaikan umat manusia.
Pembangunan sistem pangan nasional sangat terkait dengan pembangunan ketangguhan sosial. Akibat pola homogenisasi bahan pokok makanan yang sentralistik tersebut kita akan mengalami, defisit inovasi.

Selain itu, mengalami kehilangan kearifan lokal yang merupakan teknologi yang telah dikembangkan masyarakat secara turun temurun. Hal tersebut juga dapat menurunkan peran masyarakat petani yang ada di pelosok-pelosok itu sebagai pemain utama.

Agar pangan lokal memiliki daya kompetitif yang mumpuni, tidak hanya harus mantap di suplai pangannya, tetapi juga harus memiliki keunikan sebagai sustainable competitiveness (daya saing berkelanjutan) untuk mengulangi kejayaan kita.

Namun beberapa persoalan dalam membangun kembali diversifikasi pangan diantaranya, pertama, Erosi budaya. Sejak preanger stelsel (Sistem Parahyangan) ketika tanam paksa kopi yang diberlakukan di wilayah Parahiyangan pada tahun 1720, budaya diversifikasi boleh dikatakan itu hilang dari masyarakat.

Baca Juga: Lima Karakter Orang Jahil

Kedua, Under Value yaitu penilaian rendah generasi terhadap ragam pangan lokal.

Ketiga, Degradasi Ekologis, dimana keragaman pangan lokal sudah tererosi, baik dari ekosistem maupun sosiosistem.

Keempat, Langka, karena pangan lokal itu sudah tidak melembaga sehingga benih atau bibit nya tidak mudah untuk didapat.

Kelima, Sulit Diakses, pangan-pangan lokal (segar maupun olahan) sulit diakses, baik di supermarket, pasar, toko-toko maupun warung-warung. Keenam, Murah, harga pangan lokal sangat murah karena rendahnya permintaan, sehingga tidak menarik untuk dikembangkan.

Baca Juga: Bulan Solidaritas Palestina (BSP) November 2024

Membangun Pangan Lokal Berbasis Masyarakat
Untuk dapat membangun pangan lokal berbasis masyarakat dalam jangka panjang setidaknya ada empat hal yang perlu difasilitasi.

Pertama, memberikan akses terhadap sumber-sumber produksi pangan, lahan salah satunya. Kedua, adalah caranya, ketika prasyarat lahan terpenuhi. Ketiga, bagaimana mengembangkan pasar yang tidak hanya bagus, baik dalam konteks penjualan, tetapi juga berkeadilan. Keempat, Sistem dan cadangan pangan lokal berbasis kearifan lokal masyarakat.

Tema kedaulatan pangan menjadi isu penting karena nyatanya hari ini kita seringkali tidak punya kuasa atas apa yang kita konsumsi akibat pola homogenisasi bahan pokok makanan akibat kebijakan yang sentralistik dari pemerinah pusat.

Disitulah kemudian kita berusaha untuk mendorong perbaikan pada level kebijakan, memperkuat kapasitas produsen pangan dalam hal ini petani untuk bisa memproduksi pangan lebih baik bagi dirinya, keluarga maupun komunitas dan rakyat di konteks merealisasikan bonus demografi dalam membangkitkan peradaban.
Diversifikasi pangan lokal sebagai akar kemandirian pangan perlu dibangun berdasarkan nilai dan keidealan yang ada dalam masyarakat.

Baca Juga: Menjadi Hamba yang Dermawan, Bagaimana Caranya?

Sistem pangan yang memberikan keleluasaan dan kewenangan mengelola secara penuh kepada komunitas lokal guna membuat kebijakan pangan mereka secara berdaulat.[]

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Refleksi Hari Santri 2024, Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan

Rekomendasi untuk Anda