Bulan Muharram dan hari As-Syura memang sangat berarti bagi umat Islam. Di dalamnya ada sejarah yang perlu kita pelajari, termasuk ragam tradisinya. Salah satunya adalah masyarakat membuat bubur As-Syura sebagai bentuk syukur kepada Sang Pencipta.
Menurut beberapa literatur, bubur As-Syura merujuk kepada sejarah Nabi Nuh Alaihi Salam, saat beliau bersama kaumnya yang beriman selamat dari banjir besar dengan menaiki perahu.
Dikisahkan, tatkala perahu Nabi Nuh Alaihi Salam sudah berlabuh pada hari As-Syura (10 Muharram), beliau berkata kepada kaumnya, “kumpulkanlah semua perbekalan yang ada pada diri kalian!” (ambillah) kacang fuul (semacam kedelai) ini sekepal dan ‘adas (biji-bijian) ini sekepal, dan ini dengan beras, dan ini dengan gandum dan ini dengan jelai (sejenis tumbuhan yang bijinya/buahnya keras dibuat tasbih)”.
Kemudian Nabi Nuh Alaihi Salam berkata, “masaklah semua itu oleh kalian! niscaya kalian akan senang dalam keadaan selamat.”
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini
Sementara riwayat lainnya mengisahkan, bubur As-Syura dibuat untuk menunjukkan rasa syukur atas selamatnya Nabi Musa Alaihi Salam dari kejaran Fir’aun. Maka, orang-orang di kemudian hari membuat bubur untuk mensyukuri keselamatan Nabi Musa Alaihi Salam tersebut.
Tradisi memasak bubur Asyura dilakukan oleh umat muslim di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Masing-masing daerah memiliki kekhasan rasa dan sajian masing-masing berbeda-beda.
Tradisi memasak bubur Asyura setiap tanggal 10 Muharam memang masih terus dipertahankan di berbagai daerah di Indonesia.
Hal itu karena masing-masing daerah membuat bubur dengan bahan dan bumbu yang berbeda, tergantung dari selera penduduknya. Ada bubur Asyura yang terbuat dari umbi-umbian sehingga memberi cita rasa manis. Namun, ada pula yang justru didominasi rasa gurih karena berbahan rempah-rempah dan daging.
Baca Juga: Tujuh Peran Muslimah dalam Membela Palestina
Di beberapa daerah di Jawa, proses memasaknya, biasanya dilakukan sepanjang hari, mulai pagi hingga sore menjelang berbuka (bagi yang melaksanakan puasa As-Syura). Bubur Asyura selalu dimasak dengan cara gotong royong oleh warga desa setempat yang mempunyai waktu untuk membantu dalam proses pembuatan bubur ini.
Momen ini menjadi makin spesial, selain dimasak secara bergotong-royong, momen ini menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga dan menumbuhkan jiwa sosial.
Adapun cara membuat bubur As-Syura itu mudah. Berikut langkah-langkahnya (resep Jawa Tengah):
Bahan-bahan: beras, air, gula pasir, kismis, kacang tanah sangrai, cincang kasar, kelapa parut, garam, dan kayu manis bubuk (opsional)
Baca Juga: Muslimah dan Masjidil Aqsa, Sebuah Panggilan untuk Solidaritas
Cara membuat: Cuci beras hingga bersih, Masukkan beras, air, gula pasir, garam, dan kayu manis (jika menggunakan) ke dalam panci, terus masak dengan api sedang hingga beras lunak dan air terserap.
Selanjutnya tambahkan kismis, kacang tanah, dan kelapa parut, aduk rata dan masak selama beberapa menit, terakhir angkat dan sajikan hangat.
Anda bisa menambahkan bahan lain seperti kurma, jahe, atau buah-buahan kering sesuai selera.
Untuk rasa yang lebih gurih, Anda bisa menambahkan sedikit garam.
Baca Juga: Penting untuk Muslimah, Hindari Tasyabbuh
Bubur As-Syura bisa disimpan di kulkas selama 2-3 hari.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Peran Muslimat dalam Menjaga Kesatuan Umat