Oleh: Rana Setiawan, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Abul Wafa Al-Buzjani adalah salah satu astronom dan matematikawan terhebat yang dimiliki peradaban Islam, dengan kontribusi yang signifikan dalam astronomi observasional juga memberikan kontribusi penting untuk perkembangan trigonometri.
Prestasinya dalam trigonometri membuka jalan untuk perhitungan astronomi yang lebih tepat.
Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail Al-Buzjani lahir di kota kecil Būzjān atau Būzhgān (Khurasan, Iran), wilayah Nishapur, sekarang di Khurasan, Iran pada 10 Juni 940 M/328 H. Ia berasal dari keluarga berpendidikan dan cukup mapan.
Baca Juga: Kisah Muchdir, Rela tak Kuliah Demi Merintis Kampung Muhajirun
Menjadi ciri unik dari ilmuwan Muslim tidak hanya satu bidang saja yang dikuasainya minimal ilmu umum dan ilmu agama. Begitu juga dengan Abul Wafa, selain sebagai matematikawan, ia juga terkenal sangat menguasai bidang astronomi.
Ia bekerja di sebuah observatorium pribadi di Baghdad, di mana ia membuat pengamatan untuk menentukan parameter astronomi lainnya, arah miring dari ekliptika, panjang musim, dan garis lintang kota.
Untuk menghormati karya astronominya, bahkan sebuah kawah di Bulan diberi nama dengan ‘Abul Wafa’.
Kawah di bulan memang diberi nama berdasarkan nama ilmuwan yang telah berjasa dalam mengubah dunia. Ada beberapa ilmuwan Islam yang juga namanya diabadikan sebagai nama kawah dibulan, namun kebanyakan menggunakan nama panggilan barat bukan nama aslinya dan hanya Abul Wafa saja yang namanya tak diganti oleh barat dan tetap menggunakan nama asli “Abul Wafa”.
Baca Juga: Bashar Assad Akhir Rezim Suriah yang Berkuasa Separuh Abad
Di antara sekian banyak ilmuwan Muslim hanya 24 orang saja yang diakui oleh IAU (Organisasi Ilmuwan Astronomi) dan namanya dijadikan nama kawah bulan di mana Abul Wafa salah satunya.
Kawah Abul Wafa berada di koordinat 1.00 Timur, 116.60 Timur dengan diameter 55 km dan kedalaman 2,8km.
Lokasi kawah bulan Abul Wafa terletak di dekat ekuator bulan. Letaknya berdekatan dengan sepasangang kawah Ctesibius dan Heron di sebelah timur. Di sebelah barat daya kawah bulan Abul Wafa terdapat kawah Vesalius dan di arah timur laut terdapat kawah bulan yang lebih besar bernama King.
Begitulah dunia astronomi modern mengakui jasa dan kontribusinya sebagai seorang astronom di abad 10.
Baca Juga: Nama-nama Perempuan Pejuang Palestina
Kisah Hidup Abul Wafa
Abul Wafa hidup di era pergolakan politik yang besar, saat sedang berkembangnya Dinasti Buwaihi (945-1055) yang mendukung ilmu pengetahuan dan seni.
Paman-pamannya yang telah berjasa memperkenlkannya dengan ilmu matematika itu yaitu Abu Umar Al- Maghazli dan Abu Abdullah Muhammad Ibn Ataba serta Abu Yahya Al-Marudi dan Abu Al-Ala’ Ibn Karnib.
Pada tahun 983 M, Dinasti Buwaih memindahkan pemerintahannya ke Baghdad, jantung kekhilafahan Abbasiyah, sehingga banyak ilmuwan dan ulama tertarik ke sana untuk menikmati manfaat dari patronase penguasa baru. Perubahan iklim politik telah membawa kebangkitan budaya yang besar di wilayah Islam timur, mempromosikan kegiatan sastra, ilmiah, dan filosofis dalam skala besar.
Baca Juga: Sosok Abu Mohammed al-Jawlani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham
Pada usia 20 tahun, Abul Wafa juga ikut pindah ke Baghdad untuk mendukung penelitiannya, bergabung bersama para ilmuwan lainnya yaitu Al-Quhi dan Al-Sijzi yang juga ilmuwan matematika.
Para ilmuwan itu mendapat tempat sebagai astronom dan matematikawan terkemuka di Istana Dinasti Buwaihi, dengan melakukan observasi dan penelitian di Observatorium Bab al-Tibn.
Pada dekade berikutnya, 975 Masehi, Abul Wafa telah bertahun-tahun paling aktif mempelajari ilmu astronomi, di mana ia melakukan sebagian besar pengamatannya di sana.
Kemudian, untuk memenuhi keinginan pemimpin Dinasti Buwaihi Sharaf al-Dawla, yang dirinya merupakan seorang pembelajar dengan minat ilmu astronomi, Al-Būzjānī menjadi aktif terlibat dalam pembangunan observatorium baru di Baghdad.
Baca Juga: Abah Muhsin, Pendekar yang Bersumpah Jihad Melawan Komunis
Sebagai kolaborator Al-Kūhī, astronom terkenal lainnya, yang sangat ahli di bidang matematika, fisika dan dalam membuat instrumen astronomi. Karya astronomi dari Al-Būzjānī dan rekan-rekannya di Baghdad menandai kebangkitan “Sekolah Baghdad,” suatu tradisi dengan memiliki banyak kekuatan daripada abad sebelumnya.
Abu Al-Rayhan Al-Biruni, seorang astronom dan ilmuwan Muslim terkemuka yang hidup pada waktu itu di Kath, Asia Tengah, memberitahu kita akan korespondensinya dengan Al-Būzjānī, yang berada di Baghdad. Pada 997 M, dua astronom yang telah diatur sebelumnya untuk membuat pengamatan astronomi bersama gerhana bulan untuk membangun perbedaan waktu setempat antara daerah masing-masing.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan sekitar satu jam antara dua bujur, perhitungan sangat dekat dengan masa kini. Al-Biruni membuat banyak referensi untuk pengukuran Al-Būzjānī dalam berbagai karya-karyanya.
Karya-karya Abul Wafa
Baca Juga: Pangeran Diponegoro: Pemimpin Karismatik yang Menginspirasi Perjuangan Nusantara
Hasil pekerjaan pokok astronomi Al-Būzjānī dan karya ilmiah yang masih ada pada ilmu itu, adalah Kitab Al-Majisti, yang diedit dan diterjemahkan pada tahun 2010 oleh Ali Musa. Buku itu terdiri dari tiga bab: trigonometri, penerapan trigonometri bola untuk astronomi, dan teori planet.
Meskipun Kitab al-Majisti tidak memperkenalkan hal baru mengenai teoritis yang cukup besar, hanya berisi data pengamatan yang kemudian digunakan oleh banyak astronom masa kini.
Pasalnya pada bab trigonometri mengenai studi komprehensif tentang subjek, memperkenalkan bukti dengan cara mengagumkan untuk formula paling penting baik bagi pesawat dan trigonometri bola. Pendekatan Abu al-Wafa, setidaknya dalam beberapa kasus, memiliki kemiripan untuk presentasi modern.
Meskipun Kitab Al-Majisti tidak memperkenalkan hal teoritis baru yang cukup besar, berisi data pengamatan yang digunakan oleh banyak astronom kemudian. Pasalnya pada trigonometri adalah studi komprehensif tentang subjek, memperkenalkan bukti dengan cara mengagumkan untuk formula yang paling penting di kedua pesawat bulat dan trigonometri.
Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat
Pendekatan Abu Al-Wafa, setidaknya dalam beberapa kasus, memiliki kemiripan yang mencolok untuk presentasi modern.
Dalam buku itu, Al-Būzjānī memperkenalkan untuk pertama kalinya fungsi tangen dan karenanya dapat memfasilitasi solusi untuk permasalahan segitiga siku-siku bola dalam perhitungan astronomi. Beliau juga menemukan metode baru untuk membangun tabel sinus, membuat tabel untuk Sin 30′ lebih tepat daripada pendahulunya.
Hal Ini menjadi kemajuan penting, karena ketepatan perhitungan astronomi tergantung pada ketepatan tabel sinus. Tabel Sinus dalam Kitab Al-Būzjānī ini, Al‐Majisṭī, disusun pada interval 15′ dan diberikan kepada empat tempat sexagesimal. Dalam bab enam kitab Al-Majisti, Al-Būzjānī mendefinisikan istilah tangen, kotangens, sinus, pelengkap sinus (cosinus), garis potong dan cosecan, membangun semua hubungan dasar di antara fungsi trigonometri itu.
Secara khusus, Abul Wafa berhasil menyusun rumus yang menjadi identitas trigonometri. Inilah rumus yang dihasilkannya itu:
Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia
sin(a + b) = sin(a)cos(b) + cos(a)sin(b)
cos(2a) = 1 – 2sin2(a)
sin(2a) = 2sin(a)cos(a)
Selain itu, Abul Wafa pun berhasil membentuk rumus geometri untuk parabola, yakni:
Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia
x4 = a and x4 + ax3 = b.
Rumus-rumus penting itu hanyalah secuil hasil pemikiran Abul Wafa yang hingga kini masih bertahan. Kemampuannya menciptakan rumus-rumus baru matematika membuktikan Abul Wafa adalah matematikawan Muslim yang sangat jenius.
Dalam ilmu matematika, kontribusi Abu al-Wafa mencakup aspek baik teoritis dan praktis dari ilmu tersebut. Kitab praktisnya pada geometri, Sebuah Buku tentang Konstruksi Geometris yang Diperlukan untuk Seorang Perajin (Kitab fima yahtaju ilayhi al-sani ‘min’ ilm al-Handasa), tak tertandingi di antara karya-karya geometris dari jenisnya yang ditulis pada peradaban Islam.
Kitab itu ditulisnya atas permintaan khusus dari Khalifah Baha’ ad Dawla. Salinannya berada di perpustakaan Masjid Aya Sofya, Istanbul.
Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya
Sementara Kitab Al-Majisti adalah kitab karya Abul Wafa yang paling terkenal dari semua kitab yang ditulisnya. Salinannya yang juga sudah tak lengkap kini tersimpan di Perpustakaan nasional Paris, Perancis.
Beliau juga menulis kitab praktis tentang aritmatika, Kitab tentang buku tentang apa yang diperlukan dari Ilmu Aritmatika untuk Para Juru Tulis dan Pengusaha (Kitab fima yahtaju ilayhi al-‘ummal wa-‘l-kuttab min ‘ilm al-hisab).
Jadi Referensi Hingga Sekarang
Atas dasar karya dikaitkan dengannya, Al-Būzjānī tampaknya telah menjadi ulama dan ilmuwan Muslim produktif. Setidaknya beliau telah menulis 22 buku dan risalah. Ini termasuk karya tentang astronomi, aritmatika, dan geometri, serta hasil penelitian dan pembenaran berbagai pemikiran pada karya-karya ahli matematika masa lalu lainnya seperti Diophantus dan Al-Khawarizmi, juga komentar mengenai Elemen Euclid.
Dari semua karya-karya itu, namun, kita tahu hanya delapan kitab yang telah bertahan. Karya astronomi lainnya, mengenai referensi yang dibuat untuk sebuah kitab Zij al-Wadih, karya yang berpengaruh sudah tidak ada.
Abul Wafa wafat pada 15 juli 998 di Baghdad, Irak. Ia sangat berjasa dalam memajukan matematika dan astronomi. Karya-karyanya masih tetap dijadikan acuan hingga sekarang.
Bukti sejarah, serta penilaian dari rekan Būzjānī dan generasi ulama yang datang setelah dia, semua membuktikan fakta bahwa ia adalah salah satu astronom terhebat dan terkemuka dalam peradaban Islam. Ia juga mengatakan telah menjadi pria dengan kebajikan moral yang besar mendedikasikan hidupnya untuk astronomi dan matematika.
Pada 12 Juni 2014, mesin pencari nomor satu dunia, Google, memperingati kelahiran ilmuwan Muslim terhebat itu. Poster sang ilmuwan Abul Wafa terpampang di halaman pencari Google wilayah Timur Tengah.
Pada 10 Juni 2015, ‘Google Doodles’ merayakan 1075 Tahun Abu al-Wafa ‘al-Buzjani dengan mengatakan “Hari ini Doodle memberikan kehormatan bagi orang ini (Abul Wafa), inovator yang berkontribusi untuk ilmu pengetahuan termasuk salah satunya mengenalkan pertama kalinya angka negatif, dan pengembangan kuadran pertama, alat yang digunakan oleh para astronom untuk meneliti langit. Kepeloporannya dalam trigonometri bola itu sangat berpengaruh bagi ilmu matematika dan astronomi … ”
Usahanya di ranah ilmu pengetahuan tidak akan mati bersama jasadnya. Bahkan, data yang telah dikumpulkan dari hasil pengamatannya digunakan para astronom di abad setelahnya. Selanjutnya, kita jauh berhutang budi kepadanya atas berbagai karyanya menghasilkan ilmu trigonometri yang kita pelajari saat ini.(T/R05/R02)
Referensi : Saluran Akademik Yayasan untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Peradaban berbasis di Inggris, Foundation for Science, Technology and Civilisation (FSTC).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)