Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengenang Tragedi Titanic, Refleksi Kemanusiaan dalam Cahaya Iman

Zaenal Muttaqin Editor : Widi Kusnadi - 56 detik yang lalu

56 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi tenggelamnya kapal Titanic (Foto: General AI)

SETIAP tanggal 15 April, dunia mengenang Hari Peringatan Titanic, sebuah tragedi yang merenggut lebih dari 1.500 jiwa di Samudra Atlantik tahun 1912.

Bukan sekadar duka atas kegagalan teknologi, peristiwa ini adalah cermin dari keangkuhan manusia, ketimpangan sosial, dan ujian ketabahan hati.

Dalam lensa Islam, tragedi Titanic mengajak kita merenungi hakikat tawakkal, keadilan, dan kesiapan menghadap Sang Khalik.

Kapal Megah yang Lalai dari Zikir Ilahi

Baca Juga: Inilah 10 Kelebihan Pendidikan Pesantren

RMS Titanic, simbol kecanggihan abad ke-20, dibangun dengan klaim “tak mungkin tenggelam”.

Namun, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengingatkan dalam firman-Nya:

اَوَلَمْ يَسِيْرُوْا فِى الْاَ رْضِ فَيَنْظُرُوْا كَيْفَ كَا نَ عَا قِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَكَا نُوْۤا اَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً ۗ وَمَا كَا نَ اللّٰهُ لِيُعْجِزَهٗ مِنْ شَيْءٍ فِى السَّمٰوٰتِ وَلَا فِى الْاَ رْضِ ۗ اِنَّهٗ كَا نَ عَلِيْمًا قَدِيْرًا

“Dan tidakkah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul), padahal orang-orang itu lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa.” (QS. Fatir 35: Ayat 44).

Baca Juga: Urgensi Boikot Ekonomi Zionis Israel

Keyakinan manusia pada teknologi laksana debu di hadapan kuasa-Nya. Saat gunung es merobek lambung kapal, terungkaplah kelemahan makhluk yang kerap lalai akan “sunnatullah”, alam tak pernah tunduk pada kesombongan.

Di dalam kapal, hierarki sosial tercermin jelas. Kelas pertama yang mewah dihuni para elit, sementara kelas ketiga sesak oleh imigran miskin.

Padahal, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa atau harta kalian, tetapi kepada hati dan amal kalian.” (HR. Muslim).

Ironisnya, saat bencana tiba, nyawa 60% penumpang kelas pertama terselamatkan, sementara mayoritas kelas tiga menjadi korban.

Baca Juga: Zionis Israel Bukan Bangsa, Tapi Virus Peradaban!

Tragedi ini mengingatkan kita pada firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)

Status duniawi hanyalah ujian, bukan ukuran kemuliaan di sisi-Nya.

Baca Juga: Palestina Adalah Negeri Para Nabi, Bukan Tempat Para Penjajah

Kisah Pengorbanan dan Keteladanan

Di tengah kepanikan, terpancarlah cahaya kemanusiaan, para musisi yang terus mengalunkan lagu “Nearer, My God, to Thee” (lebih dekat pada-Mu, Tuhanku) mengingatkan pada zikir di saat genting.

Insinyur yang bertahan menjaga generator hingga akhir hayatnya menjadi gambaran “itsar” (mendahulukan orang lain) sebagaimana sabda Nabi: “Tidak sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya.”* (HR. Bukhari).

Mereka adalah “pahlawan” kemanusiaan yang mengajarkan makna “sabar” dan pengorbanan.

Baca Juga: Jama’ah sebagai Benteng Keimanan dan Ukhuwah

Kekurangan sekoci yang memicu kematian massal adalah pelajaran pahit tentang pentingnya keadilan. Islam menegaskan: “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”* (QS. Al-Maidah: 8).

Andai prinsip tersebut dipegang, mungkin lebih banyak nyawa dari semua kelas terselamatkan.

Ikhtiar dan Tawakkal

Pasca-Titanic, dunia merevolusi keselamatan pelayaran melalui SOLAS 1914. Dalam Islam, ikhtiar adalah kewajiban. Rasulullah SAW bersabda: “Ikatlah untamu lalu bertawakallah.” (HR. Tirmidzi).

Baca Juga: Al Aqsa Tak Pernah Sendiri, Umat Sedang Bergerak

Namun, Titanic juga mengajarkan bahwa sehebat apa pun persiapan, takdir Ilahi tak terelakkan. Tenggelamnya kapal ini adalah peringatan: kehidupan dunia bagai kapal yang suatu saat akan karam. Mampukah kita mempersiapkan “sekoci” amal untuk akhirat?

Dari Titanic ke Telaga Akhirat

Tragedi Titanic bukan sekadar kisah kelam sejarah. Ia adalah “muhasabah” tentang hakikat kehidupan.

Dunia ini fana, sebagaimana kapal megah yang akhirnya menjadi reruntuhan di dasar laut. Kematian datang tanpa pemberitahuan, layaknya gunung es di malam kelam.

Baca Juga: Pentingnya Regenerasi dan Kaderisasi

Maka, persiapkanlah bekal dengan amal shalih, karena “setiap jiwa pasti merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185).

Di Halifax, Belfast, atau museum dunia, tangisan laut Atlantik masih berbisik: “Dan janganlah kamu berjalan di bumi dengan angkuh, karena sesungguhnya kamu tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.” (QS. Al-Isra: 37).

Selamat mengenang, agar kita tak terjebak dalam “ghurur” (keterpesonaan pada dunia). Mari jadikan Titanic sebagai pengingat: hanya dengan tawakkal dan keadilan, manusia bisa selamat dari badai ujian.

“Ya Allah, ajarkanlah kami untuk mengambil pelajaran dari setiap tetes sejarah”. []

Baca Juga: Dinamika Hidup Berjama’ah di Era Modern

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Kolom