Oleh: Rendy Setiawan, Mahasiswa STAI Al-Fatah Bogor
Berkembangnya agama Islam sejak 14 abad silam turut mewarnai sejarah peradaban dunia. Bahkan, pesatnya perkembangan agama Islam itu, baik di barat maupun timur, pada abad kedelapan sampai 13 Masehi mampu menguasai berbagai peradaban yang ada sebelumnya.
Tak salah bila peradaban Islam dianggap sebagai salah satu peradaban yang paling besar pengaruhnya di dunia. Bahkan, hingga kini, berbagai jenis peradaban Islam itu masih dapat disaksikan di sejumlah negara bekas kekuasaan Islam dahulu, misalnya di Baghdad (Irak), Andalusia (Spanyol), Fatimiyah (Mesir), Ottoman (Turki), Damaskus, Kufah, Syria, dan sebagainya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Churya el Khadiri dalam bukunya berjudul Peradaban Islam yang Terlupakan mengingatkan kepada kaum Muslimin untuk tak melupakan tiga kota saksi sejarah kejayaan Islam di masa lampau. Tiga kota itu antara lain, Cordoba, Konstantinopel, dan Vienna.
Kemajuan Kota Cordoba di abad 10 M melebihi kota-kota lain yang ada di Eropa. Kota ini menjadi tempat perhatian dunia dan sesuatu yang mengagumkan, sama halnya dengan Kota Venesia di Balkan. Para turis yang datang dari Utara merasakan kekhusyukan dan kewibawaan kota yang memiliki tujuh puluh perpustakaan dan sembilan ratus pemandian umum ini.
Ketika para pemimpin Kota Lyon, Nevar, dan Barcelona membutuhkan ahli bedah, insinyur, arsitek bangunan, penjahit pakaian atau ahli musik, maka mereka langsung menuju ke Kota Cordoba. Inilah kesaksian orang Barat, J. Brand Trend, terhadap Kota Cordoba pada abad keempat Hijriyah (sepuluh Masehi).
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Sebagai perpanjangan dari peradaban Islam, baik dari segi ilmu, nilai, dan keagungan, muncullah sang bintang, Kota Cordoba, yang menjadi saksi bisu atas pencapaian peradaban kaum muslimin dan kemuliaan Islam pada saat itu, yaitu pada pertengahan abad keempat Hijriyah atau sepuluh Masehi ketika bangsa Eropa dalam kegelapan.
Cordoba adalah suatu nama yang senantiasa memiliki alunan nada yang khusus di telinga setiap orang Eropa yang mempercayai kebangkitan dan peradaban kemanusiaan.
Kota Cordoba terletak di sungai al Wadi al Kabir di bagian Selatan Spanyol. Kota ini didirikan oleh bangsa Cordoba yang tunduk kepada pemerintahan Romawi dan Visigoth (Bangsa Goth) (Maus’ah al Maurid al Hadits). Kota ini ditaklukkan oleh panglima Islam yang terkenal, Thariq bin Ziyad, pada tahun 93 H / 711 M.
Sejak saat itu kota Cordoba memulai tatanan hidup baru dan mengukir sejarah yang sangat penting dalam sejarah peradaban umat manusia.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Kecemerlangan Cordoba sebagai kota peradaban mencapai puncaknya pada tahun 138 H/759 M, ketika Abdurrahman ad-Dakhil mendirikan daulah Umayyah II di Andalusia setelah sebelumnya runtuh di Damaskus oleh orang-orang Abbasiyah.
Jika Cordoba adalah bukti kejayaan Islam di bagian barat, maka Konstantinopel (sekarang Istanbul, Turki) adalah bukti kejayaan Islam di bagian timur. Berbagai literatur keislaman menceritakan bahwa Konstantinopel pertama kali dibuka oleh Sultan Muhammad al Fatih tahun 1453 Masehi. Saat itu, Konstantinopel merupakan pusat peradaban dari Romawi Timur yang sudah berkuasa selama 11 abad.
Sultan Muhammad II juga menyiapkan lebih dari 4 juta prajurit yang akan mengepung Konstantinopel dari darat. Pada saat pengepungan, banyak pasukan Utsmani yang gugur karena kuatnya pertahanan benteng tersebut.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Pengepungan yang berlangsung tidak kurang dari 50 hari itu, benar-benar menguji kesabaran pasukan Utsmani, menguras tenaga, pikiran, dan perbekalan mereka.
Akhirnya Sultan Muhammad menemukan ide yang ia anggap merupakan satu-satunya cara agar bisa melewati pagar tersebut. Ide ini mirip dengan yang dilakukan oleh para pangeran Kiev yang menyerang Konstantinopel di abad ke-10.
Para pangeran Kiev menarik kapalnya keluar Selat Bosporus, mengelilingi Galata, dan meluncurkannya kembali di Tanduk Emas, akan tetapi pasukan mereka tetap dikalahkan oleh orang-orang Romawi.
Sultan Muhammad al Fatih melakukannya dengan cara yang lebih cerdik lagi, ia menggandeng 70 kapalnya melintasi Galata ke muara setelah meminyaki batang-batang kayu. Hal itu dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, tidak sampai satu malam.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Islam hadir ke Austria bersamaan dengan ekspansi kekuasaan Kesultanan Turki Usmaniyah. Pada abad 17 Masehi, pasukan Turki yang dipimpin Jenderal Kara Mustafa Pasha berhasil menduduki sebagian besar wilayah Kekaisaran Autria-Hungaria Raya yang diperintah oleh Dinasti Habsburg.
Hanya tinggal ibukota Vienna yang belum berhasil ditakhlukkan. Meskipun sudah terkepung sekian lama, fakta sejarah mencatat akhirnya Vienna justru memenangkan peperangan atas bantuan dari pasukan gabungan antara Jerman dan Polandia.
Meskipun ekspansi politik kekuasaan Turki terhenti, tetapi Islam berhasil menanamkan pahamnya kepada sebagian warga Austria. Bahkan sisa pasukan Turki juga banyak diantaranya yang menjadi warga Austria dan mewariskan generasi Islam secara turun-temurun.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Merekalah kini warga keturunan yang masih memeluk akidah Islam dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menunjang dan mengembangkan dakwah Islam, komunitas muslim di Vienna membangun pusat pengembangan Islam yang digerakkan dari Vienna Islamic Centre.
Vienna Islamic Centre beralamatkan di Am Bruckhaufen 3A, A-1210 Wien, tepat berada di sisi utara sungali Donau. Lokasi tersebut dapat diakses dengan kereta U-Bahn nomor 6 dengan turun di Stasiun Neue Donau, ataupun dengan bus dari berbagai jurusan, seperti Kaisermuhlen.
Bangunan utama pusat ini adalah sebuah masjid dengan kubah khasnya yang berwarna hijau dengan sebuah menara putih yang menjulang tinggi.
Di samping itu, kompleks tersebut juga dilengkapi dengan ruang perkantoran, ruang-ruang pertemuan, ruang-ruang kursus, perpustakaan, dan sarana pendukung seperti toko perlengkapan ibadah serta kafetaria.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Kegiatan utama di Vienna Islamic Centre yang paling utama tentu saja sholat fardlu lima waktu dan Jumatan. Adapun kegiatan pengajian juga digelar rutin mingguan untuk berbagai tingkatan mulai dari anak-anak, ibu-ibu dan para bapak.
Di samping kegiatan utama, di pusat Islam ini juga terdapat program kursus baca-tulis Al Qur’an dan kelas bahasa Arab. Tokoh Islam lokal, Vienna Islamic Centre juga digerakkan oleh para pendatang muslim yang kebetulan berada di Vienna dalam rangka pekerjaan ataupun melanjutkan studi. (A/R06/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI