Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menggali Spirit Ilahiah Lewat Seni, Tradisi Muharam Jadi Sarana Penajaman Nurani dan Ekoteologi di Indonesia

Rana Setiawan Editor : Rudi Hendrik - 37 detik yang lalu

37 detik yang lalu

0 Views

Menteri Agama Nasaruddin Umar membuka acara "Ngaji Budaya Tradisi Muharam" di Jakarta, Senin (23/6/2025).(Foto: Humas Kemenag)

Jakarta, MINA – Di tengah arus modernisasi yang kian cepat, Indonesia menunjukkan cara unik untuk merawat spiritualitas dan kebudayaan. Kementerian Agama Republik Indonesia menggelar “Ngaji Budaya Tradisi Muharam” sebagai bentuk refleksi kolektif umat beragama dalam merayakan Tahun Baru Islam, dengan mengangkat nilai-nilai ekoteologi dan kearifan lokal sebagai landasan penghayatan iman.

Kegiatan tersebut dibuka langsung oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar di Jakarta, Senin (23/6), dan diikuti ratusan peserta dari berbagai kalangan.

Dalam sambutannya, Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan bahwa perayaan Muharam melalui kegiatan Ngaji Budaya bukan sekadar seremoni, tetapi merupakan cara menajamkan batin dan hati nurani umat. Ia menyebut kegiatan itu sebagai bentuk sujud budaya, penghormatan batiniah kepada Tuhan melalui seni dan tradisi lokal.

“Seni adalah salah satu jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Membaca Al-Qur’an pun harus dengan lantunan yang indah, begitu juga azan. Maka, cara mencintai Tuhan bisa dilakukan lewat seni,” ujar Nasaruddin.

Baca Juga: Kapuspen TNI: Kapal Induk AS Sudah Dipantau Sejak 17 Juni

Ia menegaskan bahwa kegiatan semacam ini perlu dilestarikan oleh Kementerian Agama, tanpa melihat perbedaan agama, karena nilai-nilai spiritual dan budaya bersifat universal.

Dirjen Bimas Islam, Abu Rokhmad, turut menyampaikan dua pesan utama dari pelaksanaan Ngaji Budaya Muharam tahun ini. Pertama, pentingnya pelestarian tradisi Muharam yang kaya akan nilai simbolik di berbagai daerah di Indonesia. Ia mencontohkan ritual mandi di sungai yang dilakukan masyarakat Semarang setiap malam satu Syuro sebagai upaya menyucikan diri dan menyambut semangat baru di Tahun Hijriah.

“Tradisi seperti ini mengandung makna spiritual yang dalam. Kita perlu merefleksikannya agar nilai-nilainya tetap hidup dalam masyarakat modern,” katanya.

Pesan kedua, Abu menekankan pentingnya pemahaman terhadap ekoteologi, konsep teologis yang mengaitkan hubungan manusia dengan alam. Ia menuturkan bahwa dalam tradisi lisan dan cerita-cerita rakyat, para leluhur telah menyisipkan pesan ekologis, misalnya melalui kisah-kisah mistis yang sebenarnya merupakan bentuk peringatan agar manusia menjaga lingkungan.

Baca Juga: Masuk Musim Kemarau, Bencana Hidrometeorologi Basah Masih Terjadi di Indonesia

“Cerita-cerita ini adalah simbol tanggung jawab spiritual kita terhadap bumi. Menjaga lingkungan hidup bukan hanya tugas ilmiah, tetapi juga kewajiban keimanan,” terang Abu.

Budayawan sekaligus akademisi muslim, Ngatawi Al Zastrouw, memperluas pemahaman publik mengenai peran budaya sebagai “vaksinasi kultural” untuk menjaga harmoni dan keberagaman bangsa. Ia menyebutkan bahwa Indonesia, dengan segala keragaman tradisi dan suku, ibarat taman bunga yang mempesona karena keberagamannya.

“Keindahan Indonesia terletak pada keragamannya. Seperti bunga di taman, melati, mawar, kamboja, yang tumbuh bersama memperindah taman itu,” katanya. Ia juga menyoroti lagu anak-anak “Lihat Kebunku” sebagai contoh sederhana edukasi nilai-nilai ekoteologi dan toleransi sejak dini.

Menurut Ngatawi, keberadaan Kementerian Agama amat krusial dalam menjaga keragaman budaya ini. Ia mengibaratkan Kemenag sebagai dokter yang menyuntikkan vaksinasi budaya melalui program-program tradisi lokal.

Baca Juga: Marak Kekerasan Perempuan dan Lansia, ICMI Desak Komnas Lansia

“Ketika taman mulai gersang, kita butuh vaksinasi kultural. Tradisi Nusantara adalah vaksinnya, dan Kementerian Agama adalah dokternya,” tegasnya.

Acara Ngaji Budaya Tradisi Muharam diikuti oleh lebih dari 500 peserta dari kalangan santri, pelajar madrasah, penyuluh agama, penghulu, majelis taklim, mahasiswa, hingga masyarakat umum. Kegiatan itu juga dimeriahkan oleh penampilan kelompok seni Ki Ageng Ganjur yang dikenal dengan perpaduan dakwah Islam dan musik tradisional, memperkuat nuansa keberagaman dalam harmoni spiritual.

Dengan mengusung tema ekoteologi dan kearifan lokal, Ngaji Budaya Tradisi Muharam bukan hanya menjadi ajang perayaan keagamaan, tetapi juga wadah untuk mempererat silaturahmi, menumbuhkan kesadaran ekologis, dan memperkuat ketahanan budaya bangsa. Sebuah pendekatan inovatif dalam membangun spiritualitas yang membumi dan membaur dengan tradisi luhur Nusantara.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Banjir Rendam 1.522 Rumah di Maluku Utara, Ribuan Orang Ngungsi

Rekomendasi untuk Anda