Oleh : Husen Kuromaa, Pengajar Tahfidz Al-Qur’an Masjid Al-Fatah Ciparay, Garut, Jabar
Siap tak siap, pada akhirnya kita sebagai manusia akan menghadapi kematian dan alam akhirat.
Di mana, dunia akan jauh tertinggal dan hanya menyisakan nama saja. Sedangkan akhirat yang tadinya seperti cerita, lalu menjadi nyata.
Di samping itu, urusan di akhirat begitu sangatlah berat. Sampai sehari saja di sana, sebanding dengan 1.000 tahun di dunia.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Ditambah lagi, tiap amal catatan manusia, baik itu kecil atau besar, maka akan ditampakkan semuanya. Tidak ada yang terlewat sedikitpun, sebagai bentuk keadilan dari pengadilan Allah ‘azza wajalla.
Tiap orang akan sangat mengandalkan hasil dari amal baiknya selama di dunia. Karena tidak ada lagi pegangan selain darinya.
Namun ada syafa’at yang bisa dinantikan oleh orang-orang beriman. Agar dapat membantunya dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang dideritanya.
Tentu kehadiran syafa’at bagi orang beriman yang mengalami kesulitan, seperti mendapat minuman dingin dan segar kala suasana yang sangat panas. Juga seperti mendapat makanan yang lezat dan nikmat dikala saat kelaparan sedang meronta-ronta.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Kehadirannya itu sangatlah ditunggu dan dinanti-nantikan.
Arti Syafa’at dan Tiga Syarat Utamanya
Dilihat dari segi bahasa, arti dari kata syafa’at diambil dari kata الشَّفْعُ (as-syaf’u) artinya genap. Lawan kata dari ganjil.
Sedang dilihat dari segi istilah, kata syafa’at berarti menolong orang lain dengan tujuan menarik manfa’at dan menolak bahaya.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
التَوَسُّطُ لِلْغَيْرِ بِجَلْبِ مَنفَعَةٍ اَو دَفْعِ مَضَرَّةٍ
Dijelaskan oleh Syaikh Utsaimin dalam Syarah Lum’atul I’tiqad, hlm. 128.
Kalau disimpulkan, syafa’at adalah pertolongan khusus dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya ketika di akhirat.
Adapun gambaran umum dari bentuk syafa’at ada tiga point inti. Yaitu, ada pemberi syafa’at (syafi’), ada yang diberi syafa’at (masyfu’ lahu) dan ada syafa’at yang diberikan (masyfu’ ilaihi).
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Sedangkan syafa’at bisa terjadi, manakala ia telah memenuhi tiga syarat utama, yaitu :
- Izin Allah
Syafa’at tidak akan ada manakala tidak ada izin dari Allah Ta’ala.
Hal ini juga sekaligus menjadi dalil dan penegasan bahwa tidak akan ada seseorang yang mampu memberikan syafa’at di akhirat.
Sebagaimana keyakinan orang-orang awam, mereka meyakini kalau fulan bin fulan akan memberikan syafa’at langsung kepadanya nanti di akhirat.
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Tentu keyakinan tersebut tidaklah benar. Justru dikhawatirkan termasuk kepada kategori kemusyrikan.
Maka dari itu, tidak akan ada yang mampu memberikan syafa’at tanpa izin Allah.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 255.
اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ
Artinya : “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhlukNya); tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izinNya…” (QS Al Baqarah/2 : 255).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu
Ayat ini menjelaskan tentang aturan syafa’at. Bahwa tidak akan ada yang mampu memberikan syafa’at, siapapun itu, bahkan Nabi sekalipun, ia tidak akan mampu. Kecuali jika Allah sudah mengizinkan hal itu terjadi.
Sekaligus juga menafikan atau meniadakan keyakinan-keyakinan yang keliru tentang syafa’at, bahwa nanti di akhirat akan ada seseorang yang mampu memberi syafaat langsung. Seperti keyakinan kalau orang-orang shaleh akan mampu memberi syafa’at langsung kepada orang lain.
Tentu hal demikian tidaklah dibenarkan di dalam syari’at.
- Ridha Allah
Syarat yang kedua adalah mendapat ridha Allah. Bahwa syafa’at tidak akan turun dan diterima oleh seorang hamba manakala Allah tidak ridha kepadanya.
Baca Juga: Mengembangkan Pola Pikir Positif dalam Islam
Syafa’at dan ridha Allah adalah dua hal penting dan saling melengkapi. Karena tidak ada syafa’at yang akan turun kepada seorang hamba, kecuali ketika Allah ridha kepadanya.
Hal itu dibuktikan dengan dalil dari firman Allah pada Surat An-Najm ayat 26.
وَكَمْ مِّنْ مَّلَكٍ فِى السَّمٰوٰتِ لَا تُغْنِيْ شَفَاعَتُهُمْ شَيْـًٔا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ اَنْ يَّأْذَنَ اللّٰهُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَرْضٰى
Artinya : “Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka, sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai(Nya)“. (QS An-Najm/53 : 26).
Ayat ini menjelaskan mengenai kepastian syafa’at. Syafa’at bisa terjadi saat ada izin dan ridha dari Allah. Tidak ada yang mampu memberi syafa’at tanpa izin dan ridha-Nya.
Baca Juga: Tadabbur QS. Thaha ayat 14, Dirikan Shalat untuk Mengingat Allah
- Bertauhid (Tidak Musyrik)
Bagian yang ketiga adalah syafa’at juga akan turun kepada hamba Allah yang bertauhid lurus, yaitu mereka yang tidak memusyrikan Allah sedikitpun.
Kata tauhid dari segi secara bahasa, diambil dari bentuk mashdar dari fi’il (wahhada-yuwahhidu) artinya menjadikan sesuatu hanya satu saja.
Sedang menurut istilah mengesakan Allah dalam rububiyyah (penciptaan, pemeliharaan, pemilikan), uluhiyyah (ikhlash dalam ibadah) dan asmaa wa as-shifaat (nama-nama dan sifat)-Nya.
Sederhananya, hamba yang bertauhid ialah hamba yang tidak musyrik (menyekutukan Allah) dengan apapun.
Baca Juga: Terus Berjuang Membela Palestina
Dalam artian hatinya selamat dari tanda-tanda kemusyrikan, sehingga ia mempersembahkan semua daya dan upaya hanya untuk Allah semata.
Hatinya bersih dari hal apapun yang mampu menjauhkannya dari niat dan tingkah yang salah. Ambisinya hanya satu, yaitu mengharap wajah Allah.
Sebagai penguat dari pernyataan di atas, dipertegas oleh hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari sahabat mulia Abu Hurairah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
Artinya : “Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : ”Setiap Nabi ada doa yang dikabulkan, dan setiap nabi bersegera berdoa agar dikabulkan. Akan tetapi aku simpan doaku untuk dapat memberikan syafa’at kepada umatku pada hari Kiamat. Dan sesungguhnya, syafa’atku ini akan diperoleh, insya Allah, bagi orang yang mati dari umatku dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun“. (HR Muslim, no.199).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-18] Tentang Taqwa
Hadits ini menghabarkan bahwa setiap Nabi mempunyai doa mustajabnya. Saat nabi itu berdoa, maka akan langsung dikabulkan oleh Allah.
Maka Nabi-Nabi terdahulu sudah menggunakannya, ada yang berdoa agar umatnya dihancurkan, dimusnahkan. Ada juga yang berdoa agar diberikan kerajaan yang paling besar, kuat dan tak ada seorangpun diberikan kecuali hanya kepadanya, dan yang lainnya.
Sedangkan doa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ia tahan dan simpan nanti untuk nasib umatnya kelak di akhirat, dalam bentuk syafa’at, untuk diajukan kepada Allah.
Lima Amalan Pengundang Syafa’at
Sebagai hamba Allah yang senantiasa berharap baik dan tak pernah berputus asa kepada-Nya. Maka ada ikhtiar yang bisa diamalkan dan didawamkan dalam kesibukan sehari-hari. Agar kita bisa menggapai syafa’at di akhirat. Berikut penjabarannya :
- Menjaga Tauhid dan tidak musyrik
Sebagaimana kita tahu, bahwa ketauhidan yang bersih dan lurus kepada Allah, adalah sebuah kewajiban yang harus ada pada diri manusia.
Hati bertauhid merupakan sumber kebaikan dunia akhirat.
Oleh karenanya, Allah menspesialkan orang-orang yang mempunyai tauhid yang lurus kepada-Nya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda :
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
Artinya : “Yang paling bahagia dengan syafa’atku pada hari Kiamat adalah, orang yang mengucapkan Laa ilaahaa illallaah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya“. (HR Bukhari, no. 99).
Hadits di atas menjelaskan tentang kondisi para ahli tauhid kelak ketika di akhirat. Mereka akan senang sekali tatkala mendapatkan syafa’at dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Yaitu karena dengan wasilah hatinya yang mereka jaga dari bahaya kemusyrikan.
Maka ada doa khusus agar kita berlindung dari bahaya kemusyrikan ini.
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ
Artinya : “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu sedangkan aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun terhadap apa yang tidak aku ketahui.” (HR. Bukhari no. 716 di dalam Adab Al-Mufrad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
- Membaca Al-Quran
Amalan berikutnya yaitu senantiasa sibuk dengan Al-Quran. Tiada waktu yang terlewat, kecuali didalamnya ada ayat Al-Quran yang ia bacakan.
Tentu supaya lebih afdhal, Al-Quran tidak hanya sebatas dibaca, tapi juga ditadabburi dan dihayati isi kandungannya. Agar para pembacanya mendapat pemahaman yang luas sehingga memudahkan dalam mengamalkannya.
Sebenarnya membaca Al-Quran akan menjadi asbab para pembacanya untuk mendapat syafa’at di akhirat.
Perihal itu, Nabi Shallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ
Artinya : “Bacalah Al-Quran. Sesungguhnya Al-Quran akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi sahabatnya…”(HR Muslim, no.804).
Hadits ini menjelaskan tentang syafa’at bagi para ahli Quran, yaitu mereka yang senantiasa berinteraksi dengan Al-Quran. Melalui dengan bacaan, penghayatan dan pengamalan akan isi kandungannya. Sehingga mereka mempunyai keistimewaan lebih dibanding yang lainnya. Yaitu kelak mereka akan mendapat syafa’at dari Al-Quran.
Disebutkan bahwa al-qur’an akan membela dan meminta kepada Allah ta’ala agar mendapat syafa’at bagi para pembacanya.
Al-qur’an akan berdo’a kepada Allah ta’ala : “Aku telah melarangnya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka Allah ta’ala pun mengabulkan permintaannya itu.
- Puasa
Puasa akan memberi syafa’at kepada para pelakunya.
Amalan puasa adalah amalan yang bersifat privasi. Mengapa? Karena saat menunaikan amalan ini, maka kejujuran akan dikedepankan. Kita tidak tahu, apakah seseorang benar puasanya atau tidak, kita pun tak tahu. Maka Allah yang akan langsung menjadi saksi akan dirinya.
Oleh karena itu, amalan puasa punya derajat tersendiri di sisi Allah. Sampai-sampai amalan itu akan membela di akhirat. Sebagaimana Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ
Artinya : “Puasa dan Al-Quran akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari Kiamat kelak. Puasa akan berkata : “Wahai, Tuhanku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan Al-Quran berkata : “Aku telah melarangnya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at“.
Hadits ini menjelaskan tentang kesaksian amalan shaum kepada para pelakunya. Ia akan bersaksi kehadapan Allah seraya meminta agar dirinya bisa memberi syafa’at kepada orang tersebut.
Puasa berkata kepada Allah: “Wahai, Tuhanku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka Allah pun mengabulkan permohonanya itu.
- Doa Setelah Adzan
Menjawab dan membaca doa ketika adzan akan mendatangkan syafa’at kepada dirinya. Karena menjawab dan berdoa setelah adzan mempunyai keutamaan.
Keutamaan itu ialah bahwa Rasulullah menjamin dan berhak bagi umatnya yang senantiasa melakukan amalan tersebut. Bahwa mereka akan mendapat syafa’at dari Nabi.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya : “Barangsiapa yang membaca ketika mendengar adzan ‘Ya Allah, Tuhan pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah al-wasilah (derajat di surga), dan keutamaan kepada Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan bangkitkan beliau, sehingga bisa menempati maqam terpuji yang engkau janjikan’. Maka dia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari Kiamat“.(HR Bukhari no.614, dari Jabir bin Abdillah).
Hadits ini menjelaskan bahwa salah satu amalan agar mendapat syafa’at dari Rasulullah adalah dengan senantiasa menjawab dan berdo’a setelah mendengar adzan.
- Banyak Bershalawat Kepada Nabi
Salah satu bentuk kecintaan kita kepada Rasulullah adalah dengan memperbanyak membaca shalawat kepadanya.
Sering membaca shalawat kepada Nabi akan menghantarkan kepada syafa’atnya kelak di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً
Artinya : “Orang yang paling berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah, yang paling banyak shalawat kepadaku” (HR At-Tirmidzi, no.484, hasan).
Hadits di atas menegaskan bahwa memperbanyak membaca shalawat kepada nabi, maka akan mendapatkan syafa’at dari beliau.
Karena orang yang paling berhak mendapat syafa’at dari Nabi Muhammad adalah orang yang banyak dan sering membaca shalawat kepadanya.
Demikian pemaparan bagaiman kiat menggapai syafa’at.
Semoga kita semua termasuk dari hamba-hamba-Nya yang akan mendapat syafa’at di akhirat. Aamiin. (A/hsn/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)