Menggugat Klaim Netanyahu Atas Tanah Palestina

Oleh : , Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengadakan pertemuan mingguannya pada Ahad (21/5/2023) di bawah tanah, di dalam terowongan Tembok Al-Buraq, kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur.

Pada pertemuan itu, Netanyahu menyatakan klaim sepihak bahwa di tempat itulah merupakan peninggalan Temple Mount, tempat Raja Salomon membangun Kuil Pertama orang-orang Yahudi.

Dia juga menyatakan, Yerusalem (Al-Quds) adalah ibu kota Yahudi 1.100 tahun sebelum London menjadi ibu kota Inggris, 1.800 tahun sebelum Paris menjadi ibu kota Prancis, dan 2.800 tahun sebelum Washington DC menjadi ibu kota Amerika Serikat.

Netanyahu dan kabinet garis kerasnya meradang, mendengar pidato Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas di PBB pada Peringatan Pertama Nakba Day di lembaga internasional itu, Senin, 15 Mei 2023.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Majelis Umum PBB memperingati Nakba Day untuk mengingat pengusiran ratusan ribu warga Palestina dari rumah dan tanah mereka pada 1948, setelah berdirinya Negara Israel secara sepihak.

Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi pada 30 November 2022, dan menyerukan peringatan 75 tahun Nakba Day untuk dilaksanakan di PBB pada 15 Mei 2023.

Abbas menyatakan dalam pidatonya yang bersemangat itu, menggugat klaim Zionis yang paling umum bahwa Palestina adalah tanah tanpa rakyat (Palestina) dan harus diberikan kepada rakyat tanpa tanah (Yahudi) (أرض بلا شعب لشعب بلا أرض).

Dia menegaskan bahwa pernyataan yang benar adalah tanah air sejarah Palestina, tidak pernah menjadi tanah tanpa orang lain, serta tidak dapat diberikan secara tidak adil dan agresif kepada mereka yang mengklaim bahwa mereka adalah orang tanpa tanah.

Bahkan, dengan dorongan itu, Mahmoud Abbas meminta secara resmi kepada PBB, dan sesuai dengan hukum internasional dan resolusi legitimasi internasional, untuk mewajibkan Israel menjalankan seluruh resolusi PBB, atau menangguhkan keanggotaan Israel di PBB.

“Saya harus menyebutkan di sini, laporan yang dikeluarkan oleh Dewan Liga Bangsa-Bangsa tahun 1930, tentang hak milik di Tembok Al-Buraq, yang merupakan bagian dari Masjid Al-Aqsa. Laporan ini menegaskan dan dengan persetujuan semua saksi, termasuk ulama Yahudi, bahwa kepemilikan Tembok Al-Buraq dan Al-Haram Al-Sharif (Masjid Al-Aqsa) hanya dimiliki oleh Wakaf Islam saja,” ujarnya.

“Satu-satunya kebenaran hakiki yang kami serukan kepada seluruh dunia, yang mewakili akar narasi rakyat Palestina, adalah bahwa kami pemilik hak, kami telah berada di sini sejak awal sejarah dan kami akan tetap di sini sampai akhir dunia,” tegasnya.

Menyikapi itu, Kementerian Luar Negeri Palestina dalam pernyataan terbarunya, Selasa (23/5/2023) mengatakan, “perpanjangan dari kampanye eskalasi yang dipraktikkan oleh pemerintah Israel hanya akan menciptakan kekacauan, ketegangan, dan kekerasan baru di arena konflik.”

Pernyataan juga mengecam pemerintah Israel yang mengadakan pertemuan mingguannya di dalam terowongan di bawah Bab Al-Buraq, kompleks Masjid Al-Aqsa, kota Yerusalem yang diduduki, sebagai bagian integral dari upaya aneksasi dan yahudisasi Yerusalem, serta hendak sepenuhnya memisahkannya dari lingkungan Palestina.

Kemenlu Palestina mengumumkan penolakannya terhadap “keputusan apa pun yang diadopsi oleh pemerintah Israel dalam pertemuan provokatif itu”.

“Semua tindakan dan penyataan pendudukan terhadap Yerusalem adalah batal, tidak sah, dan tidak memberikan hak apa pun bagi Israel untuk mencaplok Yerusalem atau kedaulatan atasnya,” lanjut pernyataan.

Faksi-faksi Palestina pun memberikan suara yang sama, mengecam pertemuan kabinet Netanyahu itu.

Faksi gerakan perlawanan Hamas menyatakan, tindakan itu sebagai “eskalasi berbahaya dari perang agama yang dilancarkan oleh pendudukan terhadap Kota Suci.” Seperti dilansir Al-Araby, Senin (22/5/2023) .

Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, mengatakan, “Langkah yahudisasi ini merupakan upaya untuk memalsukan identitas kota Yerusalem, yang merupakan agresi terang-terangan terhadap rakyat kami dan bangsa kami.”

“Rakyat Palestina kami akan melanjutkan perjuangan yang sah untuk mempertahankan identitas Arab dan kota Islam Yerusalem,” ujarnya.

Faksi lainnya, Jihad Islam yang baru-baru ini sukses meluncurkan ratusan roketnya ke wilayah Israel, menegaskan, pertemuan itu tidak akan mengubah apapun dari status Al-Aqsa.

Seorang anggota biro politik Jihad Islam, Ahmad al-Mudallal, mengatakan, “tidak berarti bahwa pemerintah ekstremis dapat memaksakan kedaulatannya atas Yerusalem dan Al-Aqsa atau mengubah apa pun dari status masjid di antara orang Palestina, Arab, dan Muslim.”

Sebaliknya, semua ini akan meningkatkan keadaan konflik dan membuat sumbu konfrontasi menyala di , dan akan mempercepat pergerakan lainnya.

Al-Mudallal menambahkan, pertempuran berikutnya tidak akan dapat dihadapi pendudukan Israel, karena “itu akan menjadi pertempuran agama regional.”

Ini adalah untuk kedua kalinya sejak 2017, pemerintah Israel mengadakan pertemuan mingguan di dalam terowongan yang membentang dari Tembok Al-Buraq ke Masjid Al-Aqsa, untuk merayakan peringatan 56 tahun pendudukan Yerusalem Timur pada tahun 1967.

Serbuan Menteri Keamanan Ben Gvir

Klaim Netanyahu itu diawali dengan aksi provokatif Menteri Keamanan Nasional garis keras, Itamar Ben Gvir, yang menyerbu halaman Masjid Al-Aqsa, ditemani puluhan pemukim illegal Yahudi, yang memicu kecaman Palestina dan Arab.

Serbuan Ben Gvir ke halaman Masjid Al-Aqsa dikecam Palestina dan negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi dan Qatar, serta Uni Emirat Arab, Mesir, Yordania, tiga Negara yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Bahkan  Departemen Luar Negeri Amerika Serikat sendiri menyatakan keprihatinannya atas serbuan provokatif Ben Gvir tersebut, dan menyebutnya sebagai retorika yang menghasut.

Pernyataan Kemenlu AS mengatakan, situs suci tidak boleh digunakan untuk tujuan politik, dan bahwa Washington meminta semua pihak untuk menghormati kesucian situs tersebut.

Dengan klaim Netanyahu pada pertemuan mingguannya di dalam terowongan Tembok Al-Buraq, kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur, Ahad (21/5/2023), tampak pemerintah Zionis Israel garis keras hendak bermaksud semakin memperluas aneksasi dan perluasan pemukiman illegal di Tepi Barat sebagai daftar prioritasnya.

Netanyahu, demi menutupi kekalahannya dan ketidakmampuannya mengelola negaranya, di tengah keuangan yang korup, di tengah demonstrasi besar-besarana warganya tiap pekan (sudah memasuki pekan ke-20), di tengah kasus-kasus hukum yang menjeratnya sehingga harus turut campur tangan dalam lembaga peradilan. Serta di tengah kekalahannya menghadapi serangan bertubi-tubi roket-roket para pejuang Palestina dari Jalur Gaza beberapa hari terakhir.

Netanyahu dengan segala kepongahannya dan ketakberdayaannya, bermaksud untuk menunjukkan kepada warga Israel, bahwa dirinya adalah orang yang dapat diandalkan di masa-masa sulit dan di saat-saat bersejarah.

Kembalikan Tanah Palestina

Jika kita kembali pada pokok permasalahan, tanah Palestina yang diklaim Netanyahu sebagai miliknya, dengan dalih itu adalah tanah yang dijanjikan Tuhannya, dan klaim Kuil Solomon di bawah Masjid Al-Aqsa, tempat ritual mereka. Maka itu semua sudah dibantah oleh para pakar sejarah kaum Yahudi sendiri, melalui bukti-bukti dari penelitian empiris yang mereka lakukan.

Klaim-klaim itu hanyalah merupakan tanda ketakutan dan kekhawatiran bahwa mereka sebenarnya merasa akan dikalahkan oleh kaum Muslimin, dan mereka kelak akan terusir dari wilayah Palestina

Sebagian pemuka agama Yahudi sendiri meyakini bahwa suatu hari nanti, mereka kaum Yahudi akan dikalahkan umat Islam. Diam-diam, mereka meyakini hadits Nabi Muhammad bahwa Al-Aqsa akan kembali ke pangkuan umat Islam, Palestina akan merdeka, serta orang-orang Yahudi akan kembali terusir sebagaimana dahulu asalnya diaspora.

Para pemuka Yahudi telah membaca salah satu hadits, “Tidak akan terjadi kiamat hingga kaum Muslimin memerangi Yahudi dan membunuhi mereka, sampai ketika Yahudi bersembunyi di balik batu atau pohon, batu dan pohon itu berkata: ‘Wahai Muslim, wahai hamba Allah, Yahudi ada di belakangku, kemari dan bunuhlah dia.’ Kecuali pohon gharqad, (dia tidak berbicara) karena dia dari pohon Yahudi.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sehingga pimpinan mereka antara lain menganjurkan warganya untuk menanam pohon gharqad di halaman rumah-rumah mereka.

Mereka sudah memprediksi bahwa perjuangan umat Islam dalam membebaskan Al-Aqsa dan memerdekakan Palestina, akan mendapat bantuan dari banyak pihak. Termasuk benda-benda alam yang ada di bumi, seperti pepohonan dan bebatuan akan ikut menunjukkan tempat persembunyian orang Yahudi. Bukankah mereka takut sehingga harus menebangi, membongkar dan membakar pohon-pohon zaitun? Bukankah pula para pejuang anak-anak muda Palestina mengandalkan ketapel batu menghadapi tank-tank baja Zionis Israel?

Tentu, menjadi keyakinan bagi orang-orang beriman akan janji Allah, seperti termaktub di dalam Al-Quran. “Kemudian kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.” (QS Al-Isra [17]: 6).

Itulah penegasan dari Allah dan Rasul-Nya, bahwa umat Islam pasti akan mampu mengalahkan Zionis Yahudi yang saat ini menguasai Masjidil Aqsa dan menjajah Palestina. Allahu Akbar ! Al-Aqsa Haqquna !! (A/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.