Depok, 13 Jumadil Akhir 1437/22 Maret 2016 (MINA) – Mewakili Plt. Kepala BPPK, Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri Leonard F. Hutabarat, Ph.D. menyatakan bahwa kebijakan bebas aktif akan tetap menjadi sarana Indonesia dalam berkontribusi untuk kedamaian dunia.
“Kebijakan bebas aktif bukan hanya pernyataan bahwa Indonesia berupaya untuk selalu netral, tetapi juga sebagai standpoint bahwa Indonesia juga aktif menentukan jalan kebijakan luar negerinya,” ungkap Leonard saat seminar internasional bertajuk “A Contemporary Analysis of Bebas Aktif in Indonesian Foreign Policy” di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI, beberapa waktu lalu.
Seminar internasional ini diisi oleh beberapa pembicaya, yaitu Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri, Leonard F. Hutabarat, Ph.D., Dekan FISIP UI, Dr. Arie S. Soesilo, M.Sc., Suzie Sudarman, Direktur Pusat Kajian Wilayah Amerika FISIP UI, Salman Al Farisi selalu Plt. Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK). Prof. Donald E. Weatherbee selaku Donald S. Russell Distinguished Professor Emeritus, University of South Carolina and USINDO Advisor, Edy Prasetyono, Ph.D. selaku Ketua Pascasarjana Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian ASEAN, serta Adriana Elisabeth, Ph.D., selaku Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI.
Laman resmi UI yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) menjelaskan bahwa seminar ini membahas implementasi prinsip bebas aktif dalam politik luar negeri Indonesia sesuai penafsiran yang ada selama ini serta berupaya menjawab apakah prinsip bebas aktif masih relevan dan bermanfaat bagi Indonesia dalam konteks situasi kawasan dan global saat ini.
Baca Juga: BRIN Kukuhkan Empat Profesor Riset Baru
Menurut Leonard, ke depannya ASEAN akan tetap menjadi fokus kebijakan bebas aktif Indonesia. Ia juga memaparkan agenda-agenda Kementerian Luar Negeri beberapa waktu ke belakang yang selaras dengan kebijakan bebas aktif, antara lain dengan menjadi pemimpin India Ocean Rim Association (Asosiasi Negara-Negara Lingkar Samudera Hindia/IORA) periode 2015-2017 serta menjadi tuan rumah pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (KTT OKI) pada awal Maret lalu.
Sementara itu, Prof. Weatherbee mengatakan bahwa kebijakan bebas aktif kini menjadi lebih kompleks dan butuh penyesuaian. Pasalnya, keadaan Indonesia sudah banyak berubah sejak kebijakan ini pertama kali diterapkan pada tahun 1948. “Salah satu perubahan konteksnya adalah demokratisasi yang terjadi di wilayah Asia,” ujarnya.
Penentuan sikap tersebut sangat dinantikan oleh negara-negara tetangga Indonesia di kawasan karena prinsip bebas aktif telah menjadi satu-satunya prinsip dalam kebijakan luar negeri Indonesia sejak kemerdekaan. (T/ima/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Jateng Raih Dua Penghargaan Nasional, Bukti Komitmen di Bidang Kesehatan dan Keamanan Pangan