Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MENGUNGKAP KELOMPOK YAHUDI ORTODOKS HAREDI

Admin - Senin, 22 September 2014 - 13:37 WIB

Senin, 22 September 2014 - 13:37 WIB

4846 Views ㅤ

4031683621

Yahudi ultra-ortodoks di Israel. (Foto: Haaretz)

Oleh: Arif Asy’ari,

Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Dari sisi bahasa, konservatif bermakna kolot; bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisi yang berlaku atau disebut juga dengan ortodoks

Kata konservatif adalah gambaran yang tepat bagi kelompok Yahudi satu ini, karena mereka sangat kuat memepertahankan tradisi dan keyakinan lama mereka. Kelompok yahudi ini biasa disebut dengan Yahudi Haredi (Charedi/Chareidi) atau Haredim.

Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia

Kelompok Yahudi Haredi adalah kelompok Yahudi Ortodoks yang paling konservatif. Pengikut Yahudi atau Yahudisme Haredi dijuluki sebagai Haredi. Kadang mereka disebut juga dengan Ultra-Ortodoks, walaupun mereka sendiri sebenarnya tidak mau dinamai dengan sebutan itu.

Haredi hanya mengakui garis keturunan Yahudi yang lahir dari rahim wanita Yahudi yang menikah dengan pria Yahudi. Selain dari itu, mereka tidak mengakuinya. Berbeda dengan beberapa sekte lain di kalangan Yahudi, yang masih mengakui garis Yahudi, walaupun sudah ada campuran dengan yang bukan darah Yahudi.

Komunitas ini banyak berada di daerah pendudukan Israel di Palestina, juga ada beberapa di Amerika Utara dan Eropa Barat. Diperkirakan jumlah mereka saat ini mencapai 1,3 sampai 1,5 juta jiwa.

Tidak adanya menikah beda di luar kelompoknya, dan tingkat kelahiran yang tinggi, menjadikan jumlah mereka berkembang cukup pesat. Kelompok mereka semakin bertambah dengan adanya sejumlah Yahudi sekuler yang mengadopsi gaya hidup Haredi.

Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh

Sejarah Singkat ultra-Ortodoks

haredi_purim

Para Wanita Yahudi Haredi memakai tutup muka mereka. (Foto: moralcompass)

Fenomena kelompok yang satu ini sebenarnya relatif baru, asal usul tepatnya memang sulit dilacak.

Ketika ide Zionisme muncul pada tahun 1890, para elit Yahudi mulai mengajak dan merekrut pendukung paham Zionisme pada kaum Yahudi, baik di Eropa maupun Amerika.

Sebagian besar orang Yahudi ortodoks kala itu menentang, karena mereka percaya bahwa negara Yahudi akan muncul dengan campur tangan “ilahi”. Dari situlah kelompok-kelompok konservatif Yahudi bermunculan.

Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh

Pada abad ke-19, akibat arus industrialisasi yang terjadi di Eropa, menyebabkan lahirnya kelompok-kelompok Yahudi yang anti-sekulerisme dan mereka mengisolasi diri. Pimpinan Haredi yang ternama pada era itu adalah tokoh-tokoh di Eropa Timur seperti Rabbi Chaim Volozhin (1749-1821) dan Rabbi Yisrael Meir Kagan, atau lebih dikenal dengan nama Chofetz Chaim (1838-1933).

Kandidat doktor jurusan Studi Budaya (Cultural Studies) di Universitas Minnesota, AS, yang mempelajari literatur perbandingan tentang budaya Yahudi, Raysh Weiss, memaparkan fenomena gerakan Yahudi ultra-ortodoks terjadi di Polandia pada tahun 1912. Terbentuknya Agudas Yisroel, yaitu sebuah gerakan sosial Yahudi adalah salah satu tanda munculnya perlawanan dari kelompok Yahudi ultra-ortodoks.

Organisasi itu dibuat untuk menghadang arus sekularisasi yang semakin meningkat di kalangan Yahudi di seluruh dunia, Agudas Yisroel bertujuan menjaga dan memelihara ajaran Taurat, dibentuk atas koalisi kelompok Yahudi Hasidim dan Mitnagdim, yaitu dua kubu utama Yahudi Haredi yang sebelumnya berseteru. Organisasi ini berfungsi sebagai payung Yahudi ultra-ortodoks yang menentang gerakan Zionis.

Dalam buku Kebiadaban Zionisme Israel: Kesaksian Orang-Orang Yahudi yang disusun oleh Haris Priyatna, disebutkan kaum ultra-ortodoks menentang Zionisme dengan sengit. Bahkan pada tahun 1924, salah satu tokoh mereka, seorang anggota komite eksekutif, Jacob Israel de Haan dibunuh oleh tentara Haganah. Hingga kini kelompok mereka masih aktif melakukan aksi menolak paham Zionisme.

Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung

Ritual ultra-Ortodoks

800_afe2ed68f5589d31e73e2402b1b81fad

Ritual Kaparot di Al-Quds atau Jerusalem. (Foto: vosizneias)

Menurut seorang pemerhati Judaisme yang juga seorang Master Judaic Studies, Chaviva Gordon-Bennett, kata Haredi berasal dari bahasa Ibrani (Harada) yang artinya “karena takut” dan dapat definisikan sebagai “one who trembles in awe of God” (Gemetar karena takjub pada tuhan).

Haredi meyakini bahwa tuhan telah menulis kitab Taurat, mereka ketat sekali mengamalkan Hukum Yahudi (disebut Halaska) dan menolak mencampurkan dengan hal-hal yang sifatnya kontemporer.

Haredi mengisolasi diri dari masyarakat luas, mereka membatasi kontak dengan dunia luar. Kehidupan mereka hanya seputar mempelajari Taurat, berdo’a dan bergaul dengan keluarga.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel

Mereka menjauhi televisi, internet, film, dan hal-hal modern lain. Mereka cenderung memiliki perekonomian sendiri, sistem pendidikan, pelayanan kesehatan, dan lembaga-lembaga kesejahteraan yang melayani pinjaman bebas bunga untuk keperluan rumah tangga. Di Israel Haredi dibebaskan dari wajib militer.

Pakaian khas Haredi membantu untuk mengisolasi komunitas mereka. Mereka berpakaian seperti nenek moyang mereka di Eropa pada abad ke-18 dan ke-19.

Para lelaki cenderung memakai jas hitam dengan kemeja putih, dan menutupi kepala mereka dengan topi warna hitam bertepi lebar. Para pria juga umumnya memiliki jenggot. Sedangkan wanitanya berpakaian tertutup, lengan dan kaki tertutup, dan setelah menikah mereka menutup rambut dengan wig, topi, kerudung, bahkan cadar.

Wanita Haredi tak akan berbicara dengan pria yang bukan anggota keluarganya (dalam Islam mahromnya). Mereka tidak bersalaman dengan lawan jenis kecuali keluarganya atau saudara sekandung. Sistem di sekolah yahudi orthodoks juga memisahkan ruangan dan aktivitas antara murid wanita dan pria.

Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel

Salah satu ritual mereka disebut Kaparot, yaitu sebuah tradisi ritual keagamaan Yahudi yang dilakukan pada hari Libur Besar. Ritual itu dilakukan sebagai penghapusan dosa. Praktiknya dengan memegang pundak ayam dan memutar-mutarkan ke leher tiga kali.

Hal itu diyakini untuk memindahkan dosa-dosa kepada ayam, kemudian ayam dipotong dan dagingnya diberikan kepada kaum miskin untuk dimakan pada perayaan sebelum hari raya Yom Kippur, hari yang dianggap paling suci dalam agama Yahudi. (T/P003/P4).

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Palestina
Palestina
Kolom
Kolom