Oleh: Rana Setiawan, Redaktur Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Sebuah kasus korupsi besar-besaran di pemerintahan Israel terbongkar baru-baru ini. Kasus korupsi terparah dalam sejarah Israel melibatkan sejumlah petingginya.
Kepolisian Israel melaporkan pada pekan kemarin, lebih dari 30 tersangka termasuk pejabat pemerintah tingkat tinggi telah ditangkap sebagai tahun panjang penyelidikan rahasia memasuki tahap investigasi publik.
Kepolisian Israel menyatakan kepada media saat ivestigasi publik, Rabu (24/12), mereka yang terlibat dalam skandal tersebut adalah politisi senior, dirjen dan sejumlah pimpinan lembaga swadaya masyarakat (LSM), aktivis politik dan para pemimpin perserikatan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Selama lebih dari setahun, jaksa penuntut Israel telah memimpin penyelidikan pemerintah besar-besaran dari berbagai tuduhan terkait korupsi, termasuk penyuapan, pemalsuan, pencatutan dan pencucian uang.
Nama-nama penting seperti Wakil Dalam Negeri Israel Faina Kirshenbaum, mantan Menteri Pariwisata Stas Misezhnikov, mantan kepala kampanye Partai Yisrael Beitenu, para mantan presiden, serta beberapa pejabat yang bertanggung jawab atas operasi permukiman ilegal di Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan ditahan Kepolisian Israel.
Penyelidikan yang dilakukan Kepolisian Israel itu menimbulkan kecurigaan bahwa para tersangka berkolaborasi guna memajukan kepentingan pribadi untuk mendapatkan dana.
Menurut keterangan polisi, para pejabat yang ditangkap diduga menggelapkan dana negara hingga jutaan shekels (mata uang Israel).
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Menjerat Partai Besar Israel
Skandal korupsi muncul menjelang pemilihan umum (pemilu) Maret 2015, di mana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu merencanakan pemilu dini lebih cepat dua tahun akibat koalisi pemerintahnya runtuh bulan lalu.
Kasus korupsi baru-baru ini yang menjerat para elit politik Israel di antaranya berasal dari salah satu partai besar di Israel, Yisrael Beiteinu, di mana salah satu tokoh pentingnya adalah Menteri Luar Negeri Israel saat ini, Avigdor Lieberman.
Partai Yisrael Beiteinu (artinya “Israel-Is Our House/Israel adalah Rumah Kita”), salah satu partai berhaluan Zionis Revisionis Sekuler, merupakan partai yang didirikan pada 1999 oleh imigran dari wilayah bekas Uni Soviet yang menganjurkan pendekatan garis keras pada negosiasi dengan otoritas Palestina dan negara-negara Arab lainnya.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Bahkan posisi ideologis partai itu meyakini pertumbuhan masyarakat Arab yang tinggal di Israel adalah ancaman eksistensial bagi Israel. Idealnya, semua orang Arab Israel harus dilucuti kewarganegaraan mereka dan dihapus dari wilayah Israel. Semua Israel (termasuk semua orang Arab yang tersisa) harus dipaksa untuk mengambil sumpah kesetiaan kepada negara Yahudi juga sangat menentang pembicaraan damai dengan Otoritas Nasional Palestina.
Partai ini mewakili 12,5 % kursi Knesset (Parlemen Israel) atau sekitar 15 dari 120 total kursi parlemen.
Sementara, penyelidikan yang dilakukan Kepolisian Israel baru-baru ini bisa memukul telak Partai Yisrael Beitenu yang dipimpin Lieberman hanya tiga bulan lagi dari pemilu Israel.
Menurut polisi, jutaan dari uang dana publik diduga telah dipindahkan ke partai tersebut.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Kasus ini menyebabkan Partai Yisrael Beitenu menghadapi krisis kepercayaan dari rakyat Israel.
Menurut jajak pendapat terbaru yang dilakukan oleh radio militer Israel, 40 persen orang yang memberikan suara untuk Yisrael Beitenu dalam pemilihan umum lalu mengatakan mereka mempertimbangkan kembali dukungan mereka untuk partai tersebut setelah skandal itu.
Berdasarkan investigasi yang ada, sejumlah petinggi Israel dari partai-partai terbesar di entitas itu terbukti ramai-ramai telah melakukan praktik pencucian uang melalui pengumpulan bujet ilegal bagi sejumlah lembaga pemerintah. Selain itu, mereka juga menerima suap dan melibatkan para penasehat mereka.
Disebutkan bahwa kasus korupsi, politik dan skandal moral di antara petinggi Israel merupakan hal biasa dan berujung pada penangkapan serta penjeblosan mereka ke penjara.
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Bahkan setiap hari selalu ada berita mengenai kondisi memperihatinkan korupsi, skandal politik dan seksual serta kriminalitas di masyarakat Israel.
Bisa dikatakan hampir seluruh petinggi Israel terlilit beragam kasus dan skandal.
Pada dasarnya di tengah masyarakat Israel, skandal korupsi menjadi isu pasti dan menjadi salah satu karakteristik utama rezim penjajah ini.
Berbagai berita terkait skandal moral dan korupsi petinggi Israel dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan betapa bobroknya kondisi rezim penjajah bumi para nabi tersebut.
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah besar elit politik Israel didakwa melakukan berbagai kejahatan. Sejumlah menteri di kabinet Israel sebelumnya mendekam di penjara dengan dakwaan melakukan pencurian dan menerima suap.
Berikut ini beberapa politisi Israel terkemuka yang didakwa melakukan pelanggaran atau dipaksa diberhentikan sebagai pejabat karena berbagai tindak kejahatannya.
- Ehud Olmert: Olmert menjabat sebagai walikota Yerusalem (dalam Islam disebut Al-Quds; Baiytul Maqdis) Periode 1993-2003 dan menjadi perdana menteri pada tahun 2006, namun kemudian berhenti dua tahun saat berbagai tuduhan korupsi muncul. Ia berhasil dibebaskan dalam satu kasus besar pada tahun 2012, namun pada Maret 2014, dia terbukti terjerat kasus suap terkait dengan pembangunan kompleks apartemen permukiman ilegal “Holyland” di Yerusalem. Mantan walikota Yerusalem lainnya, Uri Lupolianski, juga terbukti bersalah dalam kasus yang sama.
Ehud Olmert merupakan pemimpin kunci Partai Kadima juga didakwa dengan dakwaan sejumlah kasus korupsi lainnya.
Partai Kadima (artinya “Forward/Ke Depan”), merupakan partai Israel berhaluan Zionis Sekuler Sentris yang mewakili 23 % kursi Knesset atau 28 dari 120 total kursi di Knesset.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Didirikan pada tahun 2005 oleh Ariel Sharon dari unsur-unsur yang memisahkan diri dari Partai Likud dan Buruh.
- Moshe Katsav: Mantan Presiden Israel telah menjalani hukuman penjara tujuh tahun sejak Desember 2011 setelah dinyatakan bersalah memperkosa seorang pembantu ketika ia menjadi menteri kabinet di akhir 1990-an. Dia juga dihukum karena menganiaya atau melecehkan secara seksual dua karyawan perempuan lainnya selama masa jabatannya sebagai presiden periode 2000-2007.
Moshe Katsa juga diadili dengan dakwaan sejumlah kasus korupsi dan berbagai kejahatan lainnya. Sampai kini ia masih menjalani masa hukumannya.
- Tzachi Hanegbi: Seorang legislator berpengaruh dan orang kepercayaan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Hanegbi dihukum karena sumpah palsu pada Juli 2010. Pengadilan memutuskan bahwa pelanggaran itu terlibat “perbuatan tercela”, secara efektif melucuti dirinya dari kursi di parlemen di bawah hukum Israel. Ia kembali ke parlemen pada tahun 2012 lalu.
- Avraham Hirchson: Seorang mantan Menteri Keuangan Israel, Hirchson dipenjara selama lima tahun dan lima bulan pada Juni 2009 atas pelanggaran keuangan yang termasuk mencuri lebih dari 500.000 Dolar AS dari serikat pekerja yang dipimpinnya sebelum menjadi anggota kabinet pada tahun 2006.
- Shlomo Benizri: Mantan menteri kabinet dan anggota partai ultra-Ortodoks Shas, Benizri dijatuhi hukuman empat tahun penjara pada Juni 2009 karena menerima suap. Ia dibebaskan Maret 2012.
- Haim Ramon: Seorang mantan Menteri Kehakiman Israel pernah disebut-sebut sebagai perdana menteri di masa depan. Ramon dihukum karena pelecehan seksual, secara paksa mencium seorang prajurit wanita yang bertugas di kantor perdana menteri Olmert pada tahun 2007. Dia dijatuhi hukuman pelayanan masyarakat dan kembali ke politik, melayani dalam kabinet Olmert dan sebagai anggota parlemen sampai dengan Juni 2009.
- Gonen Segev: Segev, seorang dokter yang menjabat sebagai Menteri Energi dan Infrastruktur Israel Periode 1992-1995, dipenjara selama lima tahun pada tahun 2005 karena mencoba menyelundupkan lebih dari 30.000 tablet ekstasi ke Israel dari Belanda dan menempa paspor diplomatik. Ia dibebaskan pada tahun 2007.
- Yitzhak Mordechai: Seorang mantan Menteri Pertahanan Israel, setelah memasuki puncak dalam karir politik Israel dan menjadi seorang pensiunan jenderal, Mordechai dijatuhi hukuman 18 bulan penjara yang ditangguhkan pada tahun 2001 setelah dinyatakan bersalah atas dua tuduhan penyerangan seksual saat karir militernya selama 32 tahun.
- Ezer Weizman: Weizman mengundurkan diri sebagai Presiden Israel pada tahun 2000, tiga tahun sebelum masa jabatan keduanya, setelah jaksa agung membuktikan ia telah menerima lebih dari 300.000 Dolar dalam hadiah uang tunai dari pengusaha selama 1985 sampai 1993. Namun, Weizman tidak dimasukkan ke pengadilan. Dia meninggal pada tahun 2005.
- Aryeh Deri: pemimpin Partai Shas, Deri diperintahkan oleh Mahkamah Agung untuk mengundurkan diri dari kabinet pemerintahan pada tahun 1993 atas tuduhan korupsi. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara pada tahun 1999. Ia kembali sebagai Pemimpin Partai Shas pada tahun 2012 dan kembali ke parlemen tahun 2013 lalu.
- Ariel Sharon dan keluarga: Jaksa tinggi Israel menyerahkan rancangan tuduhan korupsi atas mendiang Perdana Menteri Israel Ariel Sharon pada 28 Maret 2004. Namun, pada 16 Juni 2004, Jaksa Agung Israel memutuskan untuk tidak mendakwa Ariel Sharon atas tuduhan korupsi dan tidak menyeretnya ke pengadilan.
Skandal korupsi Ariel Sharon pun terkuak saat Omri Sharon, putra sulung Sharon, 28 Agustus 2005 dikenai dakwaan melakukan korupsi oleh jaksa penuntut umum. Dakwaan itu ditimpakan kepada Omri dan seorang temannya bernama Gabriel Manor, menyusul adanya sangkaan bahwa dia mendirikan perusahaan palsu untuk menyembunyikan sumbangan ilegal.
Sumbangan itu sendiri sebenarnya ditujukan kepada ayahnya dalam masa kampanye pemilihan umum Israel tahun 1999. Dana yang diduga diterima Omri berjumlah lebih dari 1,3 juta Dolar AS dari berbagai kalangan di Israel dan luar negeri.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Saat itu, Ariel Sharon memenangkan posisi sebagai Ketua Partai Likud dan menjadi kandidat terkuat untuk menjadi Perdana Menteri Israel.
Oleh jaksa penuntut umum, Omri yang juga anggota Parlemen Israel, Knesset, dikenai dakwaan berlapis. Selain melanggar undang-undang keuangan kampanye, Omri juga dituduh memalsukan dokumen serta melakukan sumpah palsu.
Awal Januari 2006, Sharon yang ketika itu mendapat tekanan politik terkait kasus korupsi putra-putranya, terkena stroke yang mengakibatkannya koma hingga akhirnya meninggal pada 11 Januari 2014. Hanya 24 jam sebelum stroke, polisi mengumumkan menemukan barang bukti tiga juta Dolar AS yang merupakan uang suap yang diterima putra-putranya.
Ariel Sharon merupakan tokoh kunci Partai Likud dan Pendiri Partai Kadima.
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Sementara Ehud Barak, mantan Menteri pertahanan Israel dan Benyamin Netanyahu, perdana menteri Israel saat ini juga terlibat sejumlah skandal. Namun, hingga kini mereka belum diseret ke pengadilan.
Benjamin Netanyahu merupakan pimpinan Partai Likud (artinya “Consolidation/Konsolidasi”) berhaluan Zionis Revisionis Sekuler Sayap Kanan. Secara resmi didirikan pada tahun 1973 oleh Perdana Menteri Israel pertama Menachem Begin, saat ini Partai Likud menduduki 22,5 % kursi Knesset atau 22 dari 120 total kursi Knesset.
Proses investigasi berkas berbagai aksi korupsi di Israel mengindikasikan bahwa berkas tersebut biasanya tidak berjalan lama dan kemudian diarsipkan serta disimpan setelah diadakan penyidikan sandiwara dan pengaruh politik yang ada.
Sejatinya praktik korupsi yang meluas di kalangan petinggi Israel membuktikan betapa parahnya kerusakan di rezim Zionis ini, kian mengungkap esensi anti kemanusiaan dan citra buruk Tel Aviv.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Skandal Korupsi di Lapisan Tokoh Agama Yahudi di Israel
Tidak hanya dikalangan elit politik dan pejabat publik, rupanya skandal korupsi juga mendarah daging di kalangan tokoh agama Yahudi.
Selama 10 tahun, Rabbi Yona Metzger menjabat sebagai Kepala Rabbi Yahudi Ashkenazi Israel, salah satu otoritas keagamaan tertinggi Israel. Dan selama 10 tahun pula, menurut temuan oleh satuan polisi dijuluki “FBI Israel “, Metzger mengambil jutaan shekel uang suap untuk “melakukan kegiatan dan membuat keputusan keagamaan serta [mempertahankan] hubungan dengan taipan korup”.
Kepolisian Israel menahan Yona Metzger salah satu dari dua kepala rabbi karena diduga melakukan korupsi. Yona Metzger dikenakan tahanan rumah.
Polisi mengatakan tim penyelidik melakukan penyelidikan secara diam-diam selama beberapa bulan terakhir mengenai sepak terjang Metzger.
Yona Metzger bersama tiga koleganya dicurigai menerima suap, melakukan pencurian dan pencucian uang pada 2005, tetapi ia belum pernah diadili.
Tuduhan yang dipublikasikan terhadap Metzger telah membuat marah publik Israel yang sudah sangat curiga terhadap lembaga-lembaga keagamaan yang dipimpinnya. Pengawas korupsi Transparansi Internasional menemukan dalam survei 2013, di mana 73 persen warga Israel menganggap tubuh agama di Israel yang bisa dibilang menjadi institusi yang “korup” atau “sangat korup”.
Israel mempunyai dua kepala rabbi untuk Yahudi Ashkenazi dan Yahudi Sephardi. Masa jabatan Yona Metzger selama 10 tahun akan berakhir pertengahan tahun ini.
Selain menjadi pemimpin spiritual, kepala rabbi bertanggung jawab atas aspek hukum dan administratif kehidupan keagamaan warga di Israel.
Para rabbi, pemimpin agama Yahudi, dibayar oleh Otoritas Israel, mengawasi pengadilan agama, dan memiliki yurisdiksi atas pernikahan, perceraian, sertifikasi halal dan konversi sesuai ajaran Yahudi. Dua kepala rabbi – satu Ashkenazi (keturunan Yahudi dari Eropa tengah dan timur) dan satu Sephardi (keturunan Yahudi dari Spanyol atau Timur Tengah) – berfungsi sebagai otoritas spiritual dan kepala hukum agama bagi orang Yahudi di entitas Zionis itu.
Departemen Pelayanan Agama Israel memberikan anggaran untuk tahun 2013 saja dengan lebih dari 406 juta shekel (117 miliar Dolar AS). Anggaran kaum pendeta Yahudi itu sebesar 19 juta shekel (lima juta Dolar AS); ini tidak memperhitungkan anggaran badan-badan lainnya di mana para rabbi yang mengatur dan terlibat dalam badan itu, seperti dewan agama setempat. Gaji yang tepat dari para kepala rabbi tidak diumumkan ke publik.
Stern Elazar, anggota parlemen dan mantan jenderal militer, yang juga seorang Yahudi yang taat, mengatakan kepada Al-Jazeera dia berharap kaum pendeta Yahudi itu tidak bermasalah seperti yang diyakini publik Israel. “Harapan untuk seorang rabbi adalah bahwa mereka tidak akan korup. Ketika Anda berbicara tentang rabbi, harapan Anda adalah bahwa mereka akan berada pada tingkat etika tertinggi.”
Metzger bukanlah satu-satunya rabbi di jajaran tersangka korupsi. Mantan kepala rabbi lainnya, Rabbi Eliyahu Bakshi-Doron, yang merupakan Kepala Rabbi Sephardi, telah didakwa atas kecurangan di antara anggota rabbi militer Israel, dan dengan demikian meningkatkan gaji mereka. Kepala rabbi dari Haifa juga sedang diselidiki untuk memberikan sertifikasi halal dalam pertukaran untuk suap.
Tomer Persico, seorang komentator pada urusan agama yang mengajar di Universitas Tel Aviv, menyatakan bahwa konsentrasi kekuasaan adalah akar dari masalah.
“Saya pikir seluruh kaum pendeta Yahudi benar-benar korup,” katanya. “Kau (para Rabbi) adalah orang baik di sana-sini … tapi hanya karena sejumlah besar uang [yang terlibat]. Tanpa pengawasan, mereka hanya bisa melakukan apa pun yang mereka inginkan. Jadi jelas akan ada korupsi, terutama jika kita berbicara tentang sebuah organisasi yang memiliki monopoli atas pelayanan keagamaan di Israel untuk orang-orang Yahudi. ”
Sebuah poin utama dalam kontroversi atas kekuasaan kaum pendeta Yahudi adalah konversi agama. Masalah ini bergantung pada ambiguitas dalam hukum Israel yang membuat banyak imigran Yahudi yang cukup untuk menjadi warga entitas penjajah Israel, tapi tidak di mata para rabbi atau Departemen Jasa Agama.
Hal ini sangat relevan dengan sekitar 300.000 orang yang beremigrasi ke Israel dari bekas Uni Soviet pada pertengahan 1990-an. Banyak imigran tersebut, sebagian besar menganggap diri mereka Yahudi dan bertugas menjadi tentara, telah menemukan bahwa dengan standar kaum pendeta Yahudi, para rabbi. Mereka bukan orang Yahudi atau tidak memiliki dokumen yang cukup untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar seorang Yahudi.
Akibatnya, mereka tidak bisa menikah dalam upacara keagamaan, atau dimakamkan di bagian utama dari pemakaman sesuai ajaran Yahudi.
Yahudi Israel yang ingin menikah secara agama harus menunjukkan sertifikat pernikahan orangtua mereka yang disetujui Rabbi sebagai bukti keyahudian mereka sendiri. Jika orang tua mereka tidak lahir di Israel, prosesnya menjadi lebih rumit, membutuhkan dokumentasi dari luar negeri asal mereka dan/atau garis keturunan mereka. Jika hal ini tidak mungkin, mereka harus menjalani pemeriksaan oleh pengadilan rabbi. Israel mengakui pernikahan sipil yang dilakukan di luar negeri, tapi tidak di dalamnya.
Konversi Ortodoks, di bawah pengawasan para rabbi itu, adalah satu-satunya jalan yang memungkinkan bertobat untuk mengadakan pernikahan agama dan penguburan. Mereka yang masuk Yahudi Konservatif dapat terdaftar sebagai Yahudi di catatan negara, tapi masih tidak bisa memiliki pernikahan agama resmi.
Banyak yang menganggap proses konversi kaum pendeta Yahudi itu sulit dan banyak yang memandang lebih baik menghindarinya, atau mencari jalan pintas, sementara rumor konversi uang tunai yang merajalela. Pada tahun 1997, seorang rabbi terkenal tertangkap dalam rekaman menerima 15.000 Dolar AS untuk proses konversi cepat.
Lembaga Transparansi Internasional dalam laporan terbaru yang diterbitkan awal Desember 2014 menyebut Israel masuk ke dalam catatan buruk dalam mencegah suap di lingkungan pemerintah.
Israel peringkat ke-37 dari 175 negara dalam hal korupsi, menurut Transparansi Internasional.
Tapi bila dibandingkan dengan negara-negara anggota lain dari Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Israel bernasib jauh lebih buruk. Dari 34 negara OECD, Israel peringkat ke-24.
Indeks Persepsi Korupsi (CPI) memberikan nilai setiap negara, dengan 100 menjadi nilai sempurna, atau tidak ada korupsi. Israel menerima nilai 60 untuk tahun ini, dibandingkan nilai 61 pada tahun lalu, yang berarti ditemukan Israel menjadi sedikit lebih korup tahun ini.
Israel juga tercatat di antara negara-negara paling korup di dunia Barat, menurut sebuah studi yang dirilis oleh Organisasi Transparansi Internasional.
Pada Mei 2010, OECD secara bulat memberikan suara mendukung untuk menerima Israel sebagai anggota kelompok. Namun, Israel adalah anggota termiskin dengan kesenjangan sosial terluas di antara anggota organisasi itu.
Skor CPI Israel belum meningkat secara signifikan sejak tahun 2007. Pada tahun 1997, Israel menerima skor yang relatif tinggi 7,9 peringkat nomor 15 di dunia, namun telah memburuk sejak saat itu.
“Berbeda dengan Israel, negara-negara lain membaik, dan itu adalah masalah,” kata CEO Transparansi International Israel, Galia. (R05/R03)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)