Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menikah Itu Ibadah, Bukan Ajang Pamer Mahar

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - Ahad, 20 April 2025 - 23:31 WIB

Ahad, 20 April 2025 - 23:31 WIB

27 Views

Menikah itu bukan ajang pamer mahar (foto: ig)

Menikah dalam Islam bukan sekadar peristiwa sosial, tetapi merupakan bentuk ibadah yang sangat agung. Ia adalah bagian dari sunah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang dianjurkan bagi setiap Muslim yang telah mampu. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga kesucian diri, membangun keluarga sakinah, dan menciptakan keturunan yang saleh.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي»

“Menikah adalah bagian dari sunnahku. Barang siapa berpaling dari sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Ibnu Majah)

Namun, dalam realitas hari ini, banyak pernikahan yang justru menjadi ajang pamer, khususnya dalam hal mahar. Orang berlomba-lomba menunjukkan besarnya mahar, bukan karena ingin mengikuti syariat, tapi demi gengsi sosial. Padahal, mahar dalam Islam tidak ditentukan besar kecilnya, tapi yang penting adalah keikhlasan dan kemampuan.

Baca Juga: Amerika, Pahlawan Palsu, Pelindung Penjajah Nyata

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

﴿وَآتُوا ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً﴾

“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.” (Qs. An-Nisa: 4)

Ayat ini menjelaskan bahwa mahar adalah hadiah penuh keikhlasan, bukan syarat gengsi atau kemewahan. Islam sangat menghargai kesederhanaan dalam pernikahan, bahkan Rasulullah ﷺ sendiri menikah dengan mahar yang sangat sederhana.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan mahar hanya 500 dirham. Bahkan ada sahabat yang menikah hanya dengan mengajarkan hafalan Al-Qur’an sebagai maharnya, dan Nabi pun membolehkan hal itu.

Baca Juga: Piagam Jaminan Keamanan Umar bin Khattab untuk Martabat Manusia

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةً أَيْسَرُهُنَّ صَدَاقًا»

“Wanita yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan maharnya.” (HR. Ahmad)

Hadis ini menunjukkan bahwa berkahnya pernikahan tidak terletak pada mahalnya mahar, melainkan pada ketakwaan, kesederhanaan, dan keikhlasan pasangan dalam membangun rumah tangga.

Ironisnya, banyak calon mempelai wanita atau keluarganya yang menjadikan mahar sebagai tolok ukur kualitas laki-laki. Mereka lupa bahwa nilai sejati seorang suami bukan di jumlah uang yang diberi, tetapi dalam tanggung jawab dan keimanannya.

Baca Juga: Haji, Jalan Lebar Transformasi Menuju Indonesia Emas 2045

Menjadikan mahar sebagai ajang pamer hanya akan melahirkan beban sosial yang tidak perlu. Banyak pemuda yang akhirnya menunda atau mengurungkan niat menikah karena tidak mampu memenuhi standar sosial mahar yang tinggi.

Padahal, Islam tidak pernah mempersulit pernikahan. Justru sebaliknya, Islam memudahkan jalan menuju pernikahan agar zina tidak merajalela. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ…»

“Apabila datang kepada kalian seorang (lelaki) yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia…” (HR. Tirmidzi)

Dalam Islam, esensi pernikahan adalah membangun kehidupan bersama dalam bingkai iman dan takwa. Bukan tentang pesta mewah, bukan soal mahar fantastis, tapi soal bagaimana menjadi pasangan yang saling menuntun ke surga.

Baca Juga: Kemiskinan Menjamur di Negeri yang Konon Kaya

Mahar hanyalah simbol cinta, bukan harga cinta. Maka, memperlihatkan mahar secara berlebihan justru menodai kesucian makna ibadah dari sebuah pernikahan itu sendiri.

Umat Islam harus kembali meluruskan niat dalam menikah. Jangan sampai budaya pamer dan gengsi menyingkirkan ruh ibadah yang seharusnya menjadi inti dari pernikahan itu sendiri.

Akhirnya, marilah kita jadikan pernikahan sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah, bukan sekadar seremoni sosial. Mari kembali kepada nilai-nilai Islam: kesederhanaan, keikhlasan, dan keberkahan. Karena sesungguhnya, menikah itu ibadah, bukan ajang pamer mahar.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Bertahan Hidup di Negeri Seribu Janji

 

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Khadijah
Khadijah
Kolom
Khadijah