Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menjadi Pemimpin Adil, Jalan Mulia Menuju Ridha Allah

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 10 menit yang lalu

10 menit yang lalu

5 Views

Ilustrasi

DALAM Islam, kepemimpinan bukanlah sekadar jabatan atau kekuasaan, melainkan amanah berat yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Karena itu, menjadi pemimpin yang adil adalah tuntutan syariat dan bukti nyata ketakwaan.

Keadilan adalah pilar utama dalam memimpin. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan…” (QS. An-Nahl: 90). Adil berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak, dan tidak mendzalimi siapa pun, termasuk kepada yang berbeda pandangan ataupun status sosial.

Seorang pemimpin adil selalu mengingat bahwa kekuasaan hanyalah titipan, bukan hak milik. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pemimpin yang adil akan berada di bawah naungan Allah pada hari tidak ada naungan selain naungan-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan seorang pemimpin yang menjaga keadilan dalam kepemimpinannya.

Langkah pertama menjadi pemimpin adil adalah menegakkan hukum Allah tanpa pandang bulu. Allah berfirman, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan.” (QS. Al-Ma’idah: 49). Tidak boleh ada diskriminasi karena status, jabatan, atau kekayaan; semua manusia sama di hadapan hukum Allah.

Baca Juga: Perpecahan Umat, Akibat Langsung dari Tidak Berjama’ah

Selanjutnya, pemimpin adil harus senantiasa menjaga amanah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiada iman bagi orang yang tidak amanah, dan tiada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” (HR. Ahmad). Amanah ini meliputi pengelolaan harta, kekuasaan, hingga keputusan-keputusan besar yang berdampak luas bagi umat.

Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin adil wajib bermusyawarah. Allah memerintahkan, “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” (QS. Ali Imran: 159). Musyawarah membukakan pintu kebijaksanaan dan menghindarkan dari keputusan sepihak yang berpotensi menimbulkan kezaliman.

Pemimpin juga harus mampu menahan hawa nafsu, tidak memutuskan sesuatu karena marah, benci, atau cinta yang berlebihan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan, “Hakim jangan memutuskan perkara antara dua orang dalam keadaan marah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini berlaku juga bagi setiap pemimpin dalam segala level, agar keadilan tetap terjaga.

Salah satu ciri pemimpin adil adalah memperlakukan rakyatnya dengan kasih sayang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ya Allah, siapa saja yang mengurus urusan umatku lalu mempersulit mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa yang mengurus mereka dengan penuh kelembutan, maka lembutkanlah dia.” (HR. Muslim). Kepemimpinan bukan tempat mempersulit orang, melainkan memudahkan urusan mereka.

Baca Juga: Zionisme, Virus Jahat dalam Tubuh Kemanusiaan

Selain itu, pemimpin adil harus menerima kritik dan saran dengan lapang dada. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Tidak ada kebaikan dalam diri kalian jika tidak mau menasihatiku, dan tidak ada kebaikan dalam diriku jika tidak mau menerima nasihat kalian.” Ini menjadi pelajaran bahwa kritik membangun adalah bagian dari menjaga keadilan dalam kepemimpinan.

Pemimpin adil pun harus memperhatikan kebutuhan rakyat kecil, bukan hanya elite atau orang-orang dekatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Carilah aku di tengah-tengah orang-orang lemah. Sesungguhnya kalian diberi rezeki dan ditolong karena orang-orang lemah di antara kalian.” (HR. Abu Dawud). Melayani rakyat dengan tulus adalah bentuk pengabdian sejati.

Keadilan juga harus ditegakkan bahkan kepada musuh. Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Ma’idah: 8). Inilah standar tinggi keadilan dalam Islam: adil kepada semua, tanpa pengecualian.

Untuk menjadi pemimpin adil, perlu membangun sifat takut kepada Allah (taqwa) dalam hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Takutlah kalian kepada Allah dalam (memimpin) manusia, dan bersikaplah adil kepada mereka.” (HR. Muslim). Ketakutan kepada Allah akan menahan seorang pemimpin dari bertindak zalim dan semena-mena.

Baca Juga: Jihad Kita Satu, Musuh Kita Sama: Zionis dan Sekutunya!

Selain takut kepada Allah, seorang pemimpin juga harus menjaga keikhlasan. Kepemimpinan bukan ajang mencari pujian atau keuntungan duniawi, melainkan ibadah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Niatkan kepemimpinan untuk mencari ridha Allah semata.

Akhirnya, pemimpin adil akan menjadi sebab tersebarnya keberkahan. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Sesungguhnya manusia akan mengikuti pemimpinnya; jika pemimpinnya baik, maka rakyat pun akan menjadi baik.” (HR. Bukhari). Keadilan pemimpin menjadi sumber kesejahteraan, keamanan, dan kemakmuran dalam masyarakat.

Menjadi pemimpin yang adil adalah salah satu jalan menuju surga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari tidak ada naungan selain naungan-Nya, (salah satunya adalah) pemimpin yang adil.” (HR. Bukhari dan Muslim). Semoga Allah membimbing kita semua, baik yang menjadi pemimpin ataupun rakyat, untuk selalu mencintai dan menegakkan keadilan.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Perbedaan Haji di Masa Jahiliyah dan Islam

Rekomendasi untuk Anda