Menjadikan Pusat Belanja Sebagai Destinasi Wisata Ramah Muslim

Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH & SDA MUI), Dr. Hayu Prabowo.(Foto: Istimewa)

Oleh: Dr. , Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH & SDA MUI)*

​​​Kebutuhan masyarakat akan produk dan layanan berlabel halal semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kualitas, keamanan, dan kesehatan produk yang dikonsumsi.

Indonesia merupakan pasar yang besar bagi produk muslim, karena sebagai negara dengan populasi muslim terbesar, mencapai 229 juta jiwa. Angka tersebut merupakan 87,2% dari populasi penduduk Indonesia yang berjumlah 276,3 juta jiwa atau 12,7% dari populasi muslim dunia.

Berdasarkan laporan dari State of Global Islamic Economic Report 2020-2021, tingkat konsumsi masyarakat muslim dunia mencapai USD2,02 triliun yang terserap di sektor makanan, farmasi, kosmetik, mode, perjalanan dan media/rekreasi halal.

Tingkat konsumsi tersebut diproyeksi terus meningkat hingga mencapai USD2,4 triliun pada tahun 2024 dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 3,1%.

Sebagai contoh, pengeluaran untuk modest fashion mencapai 277 miliar Dolar Amerika, meningkat 4,2% dari tahun sebelumnya, dan diperkirakan mencapai 311 miliar Dollar Amerika pada 2024.

Indonesia ditetapkan sebagai destinasi wisata halal (halal tourism) terbaik dunia 2022 standar Global Muslim Travel Index (GMTI) mengungguli 138 destinasi dari seluruh dunia. Tahun ini, Indonesia mendapat peringkat kedua wisata halal dunia 2022.

Indikator tersebut diukur dengan enam sektor, yaitu makanan dan minuman, jasa keuangan, perjalanan ramah muslim, modest fashion, farmasi dan kosmetik, serta media dan rekreasi. Kenaikan peringkat ini tak terlepas dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal pada Oktober 2019.

Oleh sebab itu, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk dapat menguasai pasar dunia. Posisi saat ini malah Indonesia dijadikan target negara-nagara lain sebagai pasar karena wisata ramah muslim. Oleh karenanya destinasi wisata tidak saja menyediakan makanan halal tapi juga memberikan seluruh fasilitas dan layanan yang ramah muslim.

Pusat belanja sebagai salah satu destinasi wisata perlu memposisikan dirinya untuk menangkap peluang ini dengan memberikan fasilitas, barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan wisatawan muslim domestik maupun mancanegara.

Untuk mendukung realisasi Indonesia sebagai destinasi wisata muslim dunia, Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, Majelis Ulama Indonesia (Lembaga PLH & SDA MUI) pernah memprakarsai FGD “Menjadikan Pusat Belanja Sebagai Destinasi Wisata Ramah Muslim” beberapa waktu lalu dengan narasumber Kementerian Pariwisata, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan Pengusaha Pusat Perbelanjaan.

Kegiatan ini dilatarbelakangi tujuan orang berwisata karena dimotivasi tiga hal karena keindahan alam, budaya dan obyek buatan manusia. Aspek alam dan budaya merupakan atraksi di destinasi wisata sebesar 95%.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan beragam kekayaan alam maupun budaya, sangat potensial untuk dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata mancanegara.

Untuk mendukung ini, telah ditetapkan Permen Pariwisata 14/2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan bahwa pembangunan kepariwisataan harus bertumpu pada konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat.

Tujuan ini sangat selaras dengan tujuan Lembaga PLH & SDA MUI, sehingga prakarsa wisata ramah Muslim ini diambil sebagai salah satu program lembaga untuk konservasi lingkungan dan sumberdaya alam.

Mengingat Indonesia sebagai negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia, di mana masyarakatnya hidup harmoni bersama dengan agama lain dan terbuka serta toleran terhadap perbedaan, maka timbul gagasan untuk mengembangkan wisata ramah muslim (muslim friendly tourism) atau wisata ramah muslim seperti yang tealh diadopsi dibanyak negara untuk menarik wisatawan muslim.

Wisata ramah muslim menjadikan kegiatan wisata biasa sebagai kegiatan ibadah. Oleh karenanya penyelenggaraannya memadukan antara nilai wisata umum dan nilai-nilai keislaman.

Berbelanja adalah kegiatan yang paling populer bagi wisatawan lokal dan internasional. Oleh karenanya pusat perbelanjaan dapat menangkap peluang ini dengan memberikan kemudahan bagi pengunjung dan wisatawan Muslim untuk memenuhi kebutuhannya, mulai dari tempat makan halal, tempat ibadah, kamar kecil serta komoditas dan kayanan untuk umat muslim.

Berdasarkan survey yang telah dilakukan beberapa pusat belanja di Jakarta, memberikan fasilitas-fasilitas dan layanan untuk pengunjung Muslim, telah memberikan peningkatan jumlah pengunjung serta menambah waktu pengunjung berada di pusat belanja.

Pusat belanja atau Mal berserta fasilitas dan komunitas didalamnya haruslah memberikan pengalaman berbelanja bagi pengunjungnya baik atmosfirnya, hiburan, berbagai barang dan jasa yang ditawarkan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah yang menyatu dalam suatu komunitas antara pengunjung, pengelola dan penyedia barang dan jasa dalam sebuah mal.

Pemenuhan makanan halal serta penyediaan fasilitas-fasilitas yang ramah terhadap muslim juga merupakan hak konsumen dalam mendapatkan barang dan jasa sesuai dengan kebutuhannya.

Amanah ini telah ditetapkan pada UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya pada Pasal 4 mengenai Hak Konsumen terkait dengan (1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; dan (2) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

Ditegaskan oleh YLKI, konsumen muslim memiliki hak yang dijamin undang-undang untuk mendapatkan serta mendapatkan info tentang kehalalan suatu produk, baik produk konsumsi maupun non-konsumsi (mis. kosmetik, produk2 kulit, dan lain-lain).

Kebutuhan wisata muslim sekurang-kurangnya ada enam: makanan & produk halal, fasilitas sholat, toilet dengan fasilitas bersuci, layanan Ramadhan/Puasa, tidak ada aktivitas maksiat dan fasilitas tertentu terpisah antar gender.

Dalam konsep , sebuah pusat belanja atau mal harus mencantumkan kehalalan sebuah produk konsumsi maupun non-konsumsi, sehingga konsumen mendapatkan informasi untuk mendapatkan ataupun mengkonsumsi produk yang sesuai dengan kebutuhannya.

Berdasarkan hasil studi oleh Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) menyatakan, Muslim dan registrasi halal mengalami peningkatan pada jumlah konsumen dan daya belanja masyarakat. Hal ini menunjukkan produk-produk bertandakan “Halal” sangatlah penting dan akan menjadi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia.

Selain itu, pada Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dalam pertimbangannya adalah untuk menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat.

Menurut Global Islamic Finance Report (GIFR), penduduk Muslim yang memiliki pendapatan disposabel diperkirakan akan dapat memberikan pemasukan pada pasar industri halal lebih dari $2 triliun dan sekitar $3.735 triliun pada tahun 2019. Sama halnya dengan studi Thomson Reuter yang menunjukkan bagaimana Muslim di dunia pada 2015 menghabiskan lebih dari US$1,9 triliun untuk jenis produk yang berbeda, US$1,17 triliun untuk makanan dan minuman, dan $243 miliar untuk pakaian.

Mal atau pusat perbelanjaan dapat menangkap tantangan dan peluang ini, baik untuk pengunjung lokal ataupun wisatawan muslim mancanegara yang jumlahnya meningkat tajam. Apalagi Indonesia sangat berpotensi sebagai tujuan destinasi wisatawan muslim mancanegara yang saat ini masih kalah populer dibanding negara-negara tetangga.

Wisatawan terus mencari ragam layanan baru dan pengalaman baru. Oleh karenanya, loyalitas pelanggan sulit diperoleh. Mengingat besarnya potensi ini, identifikasi segmen konsumen sangat penting di pasar yang makin kompetitif saat ini.

Juga perlunya dibangun suatu kesatuan pandangan dan aksi nyata yang sinergis menumbuhkembangkan destinasi dan industri pariwisata muslim Indonesia dengan merealisasikan mal yang ramah muslim (Muslim Friendly Mall) dan Muslim Friendly Tourism (Wisata ramah muslim).

Selain itu, pentingnya standarisasi dan pemeringkatan mal yang ramah muslim dan menjadikan basis untuk pengembangan wisata ramah mulim di Indonesia, melalui promosi tujuan wisata ramaj muslim, khususnya mal yang ramah muslim.(AK/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

*Dr. Hayu Prabowo saat ini juga menjabat sebagai Ketua Departemen Hubungan Antar Lembaga, Hubungan Luar Negeri & Lingkungan Hidup Dewan Masjid Indonesia (DMI)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.