Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj News Agency (MINA)
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ؛ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الأَمَانَةَ وَنَصَحَ الأُمَّةَ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ . أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ. فَيَاعِبَادَ اللهِ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Ibadallah, hamba-hamba Allah Ta’ala.
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Teriring shalawat dan salam semoga terlimpahkan selalu kepada junjungan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan kepada keluarganya, kepada para sahabatnya serta para pengikutnya yang setia dalam menegakkan sunnahnya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Semoga kita senantiasa dapat meningkatkan takwa kepada Allah, dalam arti kita berusaha mengerjakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Sehingga semakin bertambah umur, kita akan semakin bertambah amal kebaikannya. Semakin tambah usia semakin berprestasi, semakin baik, semakin takwa. Sebagaimana sabda beliau :
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ
Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang semakin panjang umurnya, semakin baik perbuatannya”. (HR At-Tirmidzi).
Begitulah, sehingga hidup senantiasa di dalam kebaikan, gemar beramal shalih, berlomba dalam kebajikan, memberikan yang terbaik itulah yang seharusnya kita camkan di dalam dada iman kita masing-masing. Sebagaimana dengan kasih sayang-Nya, Allah meminta kita untuk giat berlomba dalam kebaikan, melalui untaian ayat-ayat suci-Nya :
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kalian (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kalian berada pasti Allah akan mengumpulkan kalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Baqarah [2]: 148).
Hadirin yang berbahagia.
Dalam semua amal kebaikan itu, agar diterima Allah, maka harus disertai dengan keikhlasan. Agama ini dibangun di atas dasar realisasi ibadah yang merupakan tujuan manusia diciptakan. Sementara hakikat ibadah itu sendiri tidak akan ada kecuali disertai dengan keikhlasan.
Keikhlasan dalam ibadah itu, bagaikan ruh dalam badan. Badan tanpa ruh, berarti bangkai yang tidak bernilai. Demikian pula amalan, jika dilakukan tanpa keikhlasan maka tidak ada nilainya.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Allah menyebutkan di dalam ayat:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah [98]: 5).
Ikhlas, bermakna berbiabadah, beramal hanya karena ingin mengharap ridha Allah. Seperti firman-Nya:
وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya: “Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS An-Nisa’ [4]: 114).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Dalam aqidah ikhlas bermakna bersih dari syirik. Sebagaimana firman-Nya:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya: “Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku, “Bahwa sesungguhnya Tuhan kalian itu adalah Rabb Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS Al-Kahfi [18]: 110).
Dalam hadits dari Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘Anhu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ, وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى, فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيْبُهَا, أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا, فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya: “Sesungguhnya setiap amalan tergantung dari niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia berhijrah kepadanya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Al-Khatthabi berkata, “Makna hadits ini, keabsahan amalan dan keberadaan konsekuensinya ditentukan oleh niatnya. Jadi, sesungguhnya niatlah yang mengarahkan amalan.”
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Makna al-a’malu bin niyat adalah amalan itu menjadi baik atau rusak, diterima atau ditolak, diberi pahala atau tidak, tergantung niatnya. Jadi, hadits ini menjelaskan tentang hukum syar’i yaitu baik buruknya suatu amalan tergantung baik dan buruknya niat.”
Jadi, kalau ada niat buruk, niat jahat, niat maksiat, maka segala cara, upaya dan tipu daya ia kerjakan bahkan rencanakan. Apalagi ada kesempatan. Maka semakin sempurnalah kejahatannya. Maka, selalulah berniat dan beritikad baik. Sehingga jika ada sesuatu yang tidak bersdesuaian denbgan hatinya, banyak rintangan dan cemoohan menghadang, ada kesempatan berbuat maksiat. Ia tetap istiqamah dalam kebaikannya, karena adanya jiwa yang ikhlas.
Ini dikarenakan, keikhlasan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam agama. Ikhlas dalam arti juga bersih dari dendam, dengki, dan khianat.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Dalam hal ini, Abu Idris berkata, “Seseorang tidak akan bisa mencapai hakikat ikhlas, sampai ia tidak suka dipuji oleh seorang pun atas amalan yang dikerjakannya untuk Allah ‘Azza wa Jalla”.
Al-Fudhail menyebutkan, “Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’, dan mengerjakan suatu amalan karena manusia adalalah syirik. Ikhlas adalah jika Allah ‘Azza wa Jalla menyelamatkanmu dari keduanya.”
Ya’qub juga mengatakan, “Orang yang ikhlas adalah orang yang dapat merahasiakan kebaikannya, sebagaimana ia merahasiakan keburukannya.”
Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas adalah apabila Allah menyelamatkan Anda dari keduanya.”
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Imam Al Ghazali menyimpulkan, “Semua orang pasti akan binasa kecuali orang yang berilmu. Orang yang berilmu pun akan binasa kecuali orang yang beramal. Orang yang beramal juga akan binasa kecuali orang yang ikhlas.”
Seorang ‘alim juga mengatakan, “Ilmu itu laksana benih, sedangkan amal laksana tanaman, dan air adalah ikhlas.”
Hadirin yang berbahagia.
Sekarang, bagaimana caranya agar kita tetap istiqamah dalam keikhlasan?
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Di antara caranya adalah seperti banyak disampaikan para Ulama Salafus Sholih, yaitu menerima ketentuan Allah dengan ridha dan baik sangka, memberi tanpa mengharap kembali, memaafkan suatu kezaliman saat mampu memberikan balasan, menyambung silaturahim kepada orang yang membencinya dan beramal sama baiknya, baik ketika bersama-sama maupun saat sendirian.
Juga mengakui segala kekurangan diri, siap menerima masukan dan koreksi demi kebaikan, tidak merasa paling berjasa, mendoakan kebaikan orang lain sekalipun orang itu berbuat buruk kepada kita, dan sebagainya.
Tentang latihan ikhlas, dengan gemar memberi, bershadaqah tanpa berharap kembali, ini dikisahkan, bahwa ‘Ali bin Al-Hushain pernah membawa sekantong roti di atas pundaknya pada malam hari. Lalu ia bershadaqah dengannya. Namun tanpa disadarinya, ada sahabatnya yang tahu dan menanyakannya. Kemudian ia berkata, “Sesungguhnya shadaqah secara rahasia akan memadamkan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala”.
Itulah kesuksesan ibadah, seperti dikatakan Muhammad bin Ali At-Tirmidzi, “Kesuksesan di akhirat itu bukan karena banyaknya amalan. Sesungguhnya kesuksesan di sana itu dengan mengikhlaskan amalan dan memperbaikinya.”
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Hadirin rahimakumullah.
Begitu pentingnya keikhlasan ini, ia disetarakan dengan doa dan shalat. Seperti disebutkan di dalam hadits:
إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلاَتِهِمْ وَإِخْلاَصِهِمْ
Artinya : “Sesungguhnya Allah menolong umat ini adalah dengan sebab doa, shalat, dan keikhlasan orang-orang yang lemah dari umat ini.” (HR An-Nasa’i).
Dalam perjuangan umat Islam, yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, satu Jama’ah dan dengan satu Imaamnya, maka semuanya harus memiliki jiwa keikhlsan dalam kehidupan berjamaah. Ikhlas memimpin dan ikhlas dipimpin, ikhlas menasihati dan ikhlas pula dinasihati.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Ikhlas seperti ketika Panglima Khalid bin Walid diberhentikan dari jabatannya dengan hormat oleh Khalifah Umar bin Khattab, karena khawatir kultus individu dari umat. Maka, Khalid tetap berjuang di jalan Allah. Ketika ditanya, mengapa tetap berjuang dengan sungguh-sungguh, padahal sudah tidak menjabat sebagai panglima perang lagi. Ia menjawab dengan ikhlas, “Saya berjuang bukan karena Umar, tapi karena Tuhannya Umar”.
Itulah makna ikhlas. Seperti juga disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan di dalam sabdanya:
ثَلاَثٌ لاَ يُغَلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ إِخْلاَصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَمُنَاصَحَةُ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومِ جَمَاعَتِهِمْ فَإِنَّ الدَّعْوَةَ تُحِيطُ مِنْ وَرَائِهِمْ
Artinya: “Hati seorang mukmin tidak akan dimasuki dendam dengan sebab tiga perkara (yaitu) ikhlas dalam amal untuk Allah; memberi nasehat kepada para pemimpin kaum muslimin; menetapi jamaah mereka, karena sesungguhnya doa mereka meliputinya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Demikianlah, semoga Allah karuniakan kita jiwa-jiwa yang ikhlas, serta kekuatan Jama’ah karena keikhlasan imaam dan para makmumnya. Aamiin yaa robbal ‘aalamiin. (A/RS2/B05)
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُؤْمِنِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .
Mi’raj News Agency (MINA)