Oleh : Mustofa Kamal, Tim Dakwah Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Niyabah Bangun Rejo, Lampung Tengah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَ مٰنٰتِ اِلٰۤى اَهْلِهَا ۙ وَاِ ذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّا سِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِا لْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ سَمِيْعًۢا بَصِيْرًا
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS An-Nisa’/4: 58).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Ayat ini berisi perintah Allah kepada orang-orang beriman agar menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Artinya, hendaknya amanat itu di tepati, karena hidup itu sendiri berisikan amanat.
Termasuk ketika kita dilahirkan di dunia, berarti kita telah memikul amanat, yakni untuk mengabdikan diri kepada Allah. Juga, menjaga amanat Allah dengan cara melaksanakan syariat Islam yang telah sampai kepada kita, seperti shalat, puasa, ibadah haji, membayar zakat dan sebagainya.
Dengan menjaga amanat sesama manusia berarti kita pun telah melaksanakan apa yang dipikulkan atau dipercayakan kepada kita oleh manusia.
Didalam hadits hasan, dari Samurah, disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
“أَدِّ الْأَمَانَةِ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ، وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ”
Artinya: “Sampaikanlah amanat itu kepada orang yang mempercayaimu, dan janganlah kamu berkhianat terhadap orang yang berkhianat kepadamu.” (HR Ahmad).
Selain perintah memenuhi amanat, Allah juga menyuruh orang-orang beriman untuk menetapkan hukum dengan adil.
Secara kusus penetapan hukum/penetapan kebijakan ini adalah hak kepeminpinan, maka seorang pemimpin harus berlaku adil tidak berbuat dzalim.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Kemudian setelah amanat dan keadilan, firman Allah menyebutkan perintah ketaatan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Ra-sul-Nya, dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa/4: 59).
Ayat ini secara kusus informasi kepada umat agar :
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Pertama, taat kepada Allah.
Artinya Kita sebagai umat mukmin harus melaksakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah yang telah Allah maklumatkan melalui Firman-Firman-Nya.
Kedua, taat kepada Rasulullah.
Artinya kita hendaklah mengikuti sunnah-sunnah Nabi-Nya, melaksanakan perintahnya juga meninggalkan apa yang dilarang oleh Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi Wasallam.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Termasuk ada banyak hukum dan ketentuan masalah syariat yang penjelasan detailnya dijelaskan melalui hadits.
Ketiga, taat kepada Ulil Amri/Pemimpin.
Artinya penekanan Allah kepada orang-orang yang beriman (umat) agar mentaati pemimpin. Termasuk bersikap sabar menghadapai Pemimpin yang mungkin ada sesuatu yang kita tidak suka darinya.
Namun harus menolak secara tegas apabila perintah kemaksitan kepada Allah, sebagai misal perintah untuk meninggalkan shalat, puasa atau sejenisnya yang itu merupakan perintah Allah.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Keempat, Tidak berselisih pendapat.
Perbedaan pendapat dalam kewajaran masih bisa di tolelir. Namun senantiansa berbeda pendapat, berselisih lalu bermusuh-musuhan itu yang tidak diperbolehkan dalam Islam.
Para Sahabat Nabi juga berselisih pendapat. Namun mereka tetap ada kesepakan, yakni ijtimak kepada Al-Quran dan Sunnah, juga kepada pemimpin di antara mereka.
Maka sebagai Mukmin yang benar hanya kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah jalan yang paling baik dan tidak ada jalan yang lebih baik dari keduanya.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Semoga kita dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin. (A/mus/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati