Jakarta, MINA – Menteri Kesehatan Prof. DR. Nila F. Moeloek mengatakan, jumlah stunting (anak bertubuh pendek/kerdil) yang dialami anak Indonesia masih tinggi.
“Masalah gizi buruk kronis atau stunting yang dihadapi masyarakat Indonesia masih parah. Pemerintah akan melakukan pemantauan gizi pada daerah-daerah dengan jumlah stunting tinggi,” katanya dalam acara Stuting Summit (pertemuan yang membahas stunting) dengan tema “Bersama Cegah Stunting” di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (28/3).
Acara juga dihadiri oleh Wakil Presiden HM Jusuf Kalla.
Menkes. menyebutkan, menurut data, dalam tiga tahun terakhir 2015, ada 37,2 persen atau sekitar sembilan juta anak di Indonesia mengalami stunting.
Baca Juga: UAR Beri Pelatihan Mitigasi Bencana di SDN Ragunan 05 Pagi Jaksel
“Namun dalam survei terakhir, jumlah stunting mengalami penurunan menjadi 27,5 persen. Tapi dengan pemantauan status gizi,” ujarnya.
Dalam mengatasi masalah stunting, pemerintah akan memberikan perhatian khusus dengan mengkaji dan menyusun daerah-daerah yang sudah ataupun belum membaik, sehingga bisa optimal mengatasinya.
“Kami memetakan kembali mana daerah yang sudah baik, belum baik dan mana yang butuh perhatian khusus,” ujarnya.
Prof. Nila Moeloek menjelaskan, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, sehingga tinggi anak terlalu pendek untuk usianya. Kondisi kekurangan gizi ini terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah lahir. Namun stunting baru terlihat setelah anak berusia dua tahun.
Baca Juga: Gunung Dempo di Sumsel Erupsi, Status Level II Waspada
Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit dan menurunkan produktivitas. Jumlah kasus stunting tertinggi umumnya berada di Indonesia bagian timur.
“Penanganan stunting dilakukan tidak hanya dengan memberikan makanan tambahan. Tapi juga dilakukan dengan faktor eksternal, misalnya perbaikan sanitasi dan fasilitas air bersih. Kalau tidak ada air bersih, dia juga tidak pernah cuci tangan, ya, cacing jadi ikut masuklah. Kemudian ibu anemia, atau ibu hamil kurang darah,” paparnya.
Ia menambahkan, ibu hamil yang kurang gizi akan menyebabkan anak lahir dengan berat badan rendah. Padahal 1.000 hari pertama kehidupan sangat penting bagi perkembangan anak dari janin hingga usia 2 tahun. (L/Narti/R10/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BNPB: Banjir Bandang Melanda Tapanuli Sumut, Dua Orang Meninggal