Oslo, MINA – Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Ede mengatakan, pembatalan status diplomatik kedutaan negaranya oleh Israel akan berdampak serius, yaitu pada konsekuensi hubungan kedua negara.
Edde mengatakan dalam pernyataannya, Kamis (8/8), “Norwegia kini mempertimbangkan tanggapannya terhadap posisi Israel.” Quds Press melaporkan.
Dia menambahkan, “Ini adalah perilaku yang berlebihan. Hal ini terutama mempengaruhi kemampuan kami untuk membantu penduduk Palestina. Keputusan hari ini akan berdampak pada hubungan kami dengan pemerintah Netanyahu.”
Dia menekankan bahwa Norwegia sedang “mempelajari langkah-langkah yang akan diambil untuk menanggapi situasi yang diciptakan oleh pemerintahan Netanyahu.”
Baca Juga: Kapal Wisata Mesir Tenggelam di Laut Merah, 17 Penumpang Hilang
Menlu Norwegia menilai keputusan Israel mencabut status diplomatik kedutaan Norwegia yang membidangi hubungan dengan Otoritas Palestina merupakan “tindakan ekstremis” dan akan mempunyai “konsekuensi.”
Negara pendudukan Israel mengumumkan dimulainya langkah-langkah hukuman terhadap Norwegia menyusul pendapat yang diajukan ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICJ) yang menyatakan bahwa Perjanjian Oslo tidak mempengaruhi kewenangan untuk mempertimbangkan kejahatan terhadap rakyat Palestina, dan bahwa pengadilan dapat mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant.
Sebelumnya, surat kabar Ibrani Yedioth Ahronoth mengatakan, “Israel memutuskan untuk membatalkan perjanjian transfer uang pajak yang dikumpulkan dari Otoritas Palestina ke Norwegia.”
Menurut surat kabar tersebut, negara yang dicalonkan sebagai penggantinya adalah Swiss.
Baca Juga: Dokter Palestina Kumpulkan Dana untuk Pendidikan Kedokteran di Gaza
Laporan menjelaskan, keputusan tersebut diambil baru-baru ini di Dewan Menteri dan tetap dirahasiakan, sebagai tanggapan atas keputusan Norwegia bulan lalu yang mengakui negara Palestina merdeka. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Kelelahan Meningkat, Banyak Tentara Israel Enggan Bertugas