Prancis, MINA – Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, menepis tudingan negaranya turut bertanggung jawab atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza.
Ia menegaskan, sejak awal konflik antara penjajah Israel dan kelompok bersenjata Palestina pada Oktober 2023, Prancis telah mengambil berbagai langkah aktif untuk mendukung upaya kemanusiaan.
“Prancis, seperti banyak negara lain, mungkin tampak tidak berdaya, tetapi kami tidak pernah terlibat dalam pembantaian yang terjadi di Gaza oleh pemerintah Netanyahu,” ujar Barrot dalam wawancara dengan radio RTL pada Jumat (6/6).
Ia menjelaskan, Prancis merupakan tuan rumah konferensi internasional pertama untuk bantuan kemanusiaan di Gaza, hanya sebulan setelah konflik meletus. Konferensi tersebut berhasil menghimpun dukungan dana sebesar €1 miliar (sekitar 1,14 miliar dollar AS).
Baca Juga: Al-Qassam Peringatkan Israel akan Kerugian yang Lebih Besar di Gaza
Selain itu, Barrot menyebut Prancis sebagai negara Barat pertama yang mengerahkan kapal induk helikopter ke wilayah dekat Gaza untuk memberikan layanan medis bagi warga sipil.
“Prancis juga merupakan salah satu negara langka yang secara aktif mendukung Otoritas Palestina,” tambahnya.
Dukungan pada Solusi Dua Negara
Barrot menyinggung rencana konferensi baru di New York dalam beberapa hari mendatang, yang disebut akan difokuskan pada solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina. Konferensi ini digelar dengan partisipasi Prancis dan sejumlah negara lain.
Baca Juga: Israel Perintahkan Evakuasi Paksa Puluhan Ribu Warga Sipil di Gaza Utara
Menurut Barrot, pendekatan Prancis seharusnya bisa menjadi model bagi negara-negara lain. “Jika semua orang mengikuti jejak Prancis, kita tidak akan berada di sini,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan yang menyebut Gaza telah berubah menjadi “kuburan,” Barrot mengutip kritik dari sejumlah tokoh di Israel sendiri, termasuk mantan Perdana Menteri Ehud Barak, yang menyebut operasi militer di Gaza sebagai “perang penghancuran yang tidak sah.”
Ia juga membandingkan gaya kepemimpinan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, menyoroti kecenderungan keduanya dalam mengabaikan tekanan internasional.
Akses Bantuan Masih Terbatas
Baca Juga: Tragedi Idul Adha: Israel Serang Warga Gaza di Dekat Pusat Bantuan
Meski menghadapi tekanan global, Barrot menilai, Israel hanya memberikan kelonggaran terbatas dalam hal akses bantuan.
Ia menyesalkan keputusan Israel yang tetap ingin mengendalikan distribusi bantuan kemanusiaan, alih-alih menyerahkannya kepada organisasi internasional.
“Distribusi bantuan yang termiliterisasi seperti ini justru menciptakan kekacauan, kerusuhan, dan kekerasan yang mematikan,” katanya.
Sejak dimulainya agresi Israel ke Gaza pada Oktober 2023, hampir 54.700 warga Palestina dilaporkan tewas, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Baca Juga: Hari Kedua Idul Adha, Israel Bunuh 22 Warga Palestina di Gaza
Lembaga-lembaga bantuan internasional terus memperingatkan risiko kelaparan yang mengancam lebih dari dua juta penduduk di daerah kantong tersebut.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hamas Peringatkan Israel, Tentaranya yang Tewas akan Bertambah di Gaza