New York, MINA – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno LP Marsudi mengingatkan, Dewan Keamanan (DK) PBB memiliki mandat dan tanggung jawab kolektif untuk melindungi keselamatan dan keamanan warga sipil yang harus selalu dikedepankan.
“Perlindungan warga sipil harus terus menjadi fokus utama kerja DK PBB,” demikian ditegaskan Menlu Retno dalam Sidang Terbuka DK PBB mengenai Perlindungan Warga Sipil dalam Konflik Bersenjata di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat pada Kamis (23/5).
Pertemuan yang dipimpin Menlu RI selaku Presiden DK PBB pada bulan Mei 2019, dihadiri lebih dari 80 negara anggota PBB dan organisasi internasional. Beberapa negara diwakili oleh Menteri Luar Negeri dan pejabat setingkat menteri.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres juga hadir dan menyampaikan Laporan Tahunan terkait implementasi agenda Perlindungan Warga Sipil dalam Konflik Bersenjata. Ia memaparkan berbagai capaian dan tantangan terhadap perlindungan warga sipil dalam 20 tahun terakhir.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Presiden Palang Merah Internasional (ICRC), Peter Maurer, dan Direktur Eksekutif Center for Civilians in Conflict (CIVIC), Federico Borello, juga hadir sebagai pemapar.
Indonesia juga tegaskan kembali dukungannya untuk perkuat kemitraan internasional terkait pemajuan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya bagi warga sipil dalam konflik bersenjata.
Kontribusi Indonesia selama ini tercermin melalui peran aktif Indonesia dalam mendukung isu perlindungan warga sipil di berbagai forum internasional dan pemberian bantuan teknis kepada berbagai negara di bidang infrastruktur dan tata kepemerintahan yang baik.
Dicontohkan upaya proaktif Indonesia dalam memberdayakan masyarakat Palestina dengan pendirian rumah sakit untuk warga di Gaza, Palestina.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Menlu RI tekankan, pemberdayaan komunitas merupakan elemen kunci peningkatan kapasitas negara dalam perlindungan warga sipil. Keterlibatan komunitas lokal, termasuk kelompok perempuan, dalam merancang dan melaksanakan program perlindungan warga sipil akan lebih efektif dalam pencapaian sasaran.
Perlindungan warga sipil merupakan isu multidimensional. Oleh karenanya, Menlu RI mendorong tiga hal yang perlu dilakukan dalam menyikapi berbagai tantangan tersebut.
Pertama, pentingnya penguatan kapasitas nasional negara yang terlibat, diantaranya melalui pemberdayaan komunitas. Kedua, memastikan implementasi dan kepatuhan terhadap berbagai kerangka hukum yang berlaku. Ketiga, pengembangan upaya inovatif dan praktis untuk perlindungan penduduk sipil.
Sidang Terbuka tersebut merupakan rangkaian kegiatan utama Presidensi Dewan Keamanan PBB Indonesia di bulan Mei 2019, yang mengusung tema “Menabur Benih Perdamaian”.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Pertemuan tersebut juga menandai peringatan 20 tahun pembahasan agenda perlindungan warga sipil di DK PBB serta 70 tahun Konvensi Jenewa mengenai hukum humaniter internasional. (R/Sj/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)