Menlu Wu: PBB yang Inklusif Perlu Mengikutsertakan Taiwan

Menteri Luar Negeri Taiwan Jaushieh Joseph Wu.(Foto: Istimewa)

Taipei, MINA – Pertemuan Perserikan Bangsa Bangsa () ke-74 tahun akan diadakan di New York AS bulan September ini. Menteri Luar Negeri (Menlu) Jaushieh Joseph Wu dalam artikelnya menyerukan PBB membuka pintu bagi Taiwan untuk berpartisipasi di PBB, bersama dengan mitra global ikut serta membantu tercapainya Sustainable Development Goals (SDGS).

“SDGs merumuskan perencanaan untuk masa depan lebih baik dan berkelanjutan, bertujuan untuk membimbing dunia menyusuri jalan yang berkelanjutan dan tangguh dengan prinsip “tidak mengesampingkan,”” kata sebagaimana keterangan pers yang diterima MINA, Selasa (3/9).

Juli tahun ini, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengingatkan negara lainnya “pentingnya inklusi imperatif” karena “pembangunan tidak akan berkelanjutan jika tidak adil dan tidak inklusif.”

Menurutnya, “Prinsip-prinsip inklusif” dan “tidak mengesampingkan” adalah kunci untuk mewujudkan SDGs. Namun, PBB tidak inklusif terhadap Taiwan dan mengesampingkan Taiwan.

Menlu Wu menyebutkan, Taiwan mampu dan bersedia untuk berbagi kisah suksesnya dan berkontribusi lebih lanjut pada upaya kolektif untuk mencapai SDGs PBB.

Dia menjelaskan, Taiwan telah membuat langkah besar dalam mengurangi kemiskinan dan mencapai tingkat nol kelaparan. Persentase rumah tangga berpenghasilan rendah di Taiwan telah berkurang menjadi 1,6%; tahun 1993, mulai melaksanakan program Asuransi Kesehatan Nasional kini mencakup 99,8% pendudu.

“Pada tahun 2018, tingkat daur ulang limbah kami mencapai 55,69%, tingkat membaca 98,8%, dan tingkat kematian bayi 4,2 per 1.000. Angka-angka ini jauh melampaui standar SDGs,” jelasnya.

Menlu Wu juga mengatakan, dasar hukum yang sering digunakan untuk mengabaikan Taiwan dari PBB adalah Resolusi 2758 (XXVI) yang diadopsi oleh pada tahun 1971. Resolusi tersebut tidak menyelesaikan masalah hak perwakilan Taiwan di PBB, serta tidak menyatakan bahwa Taiwan adalah bagian dari Republik Rakyat Tiongkok (RRC).

Faktanya, Taiwan bukan bagian dari RRC. Hanya pemerintah Taiwan yang terpilih secara demokratis yang dapat mewakili 23 juta penduduknya. Sayangnya, PBB terus menyalahgunakan dan salah mengartikan resolusi ini untuk mengesampingkan dan mengisolasi Taiwan.

Menlu Wu mengatakan, PBB yang inklusif seharusnya tidak akan meninggalkan siapa pun. Namun, pemegang paspor Republic of (Taiwan) ditolak untuk mengunjungi PBB atau menghadiri pertemuan PBB.

“Wartawan media Taiwan juga tidak bisa mendapatkan kartu pers PBB untuk ikut serta dalam pertemuan ini. Tindakan ini tidak adil dan diskriminatif, juga bertentangan dengan prinsip universal yang menjadi dasar pendirian PBB. PBB harusnya segera mengambil tindakan untuk memperbaiki pengecualian terhadap Taiwan ini,” ujarnya.

Menlu Wu menyebutkan, situasi yang buruk di masa lalu dan kedepannya tidak akan membuat Taiwan menyerah. Taiwan telah mengantisipasi, dan bersedia serta mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat internasional.

Dia juga mengatakan, jika PBB terus menyerah pada paksaan China, menolak partisipasi Taiwan, itu hanya akan semakin mendorong Beijing bertindak semena-mena. Juga akan merusak nilai upaya untuk memenuhi tujuan kerja sama internasional dalam menyelesaikan masalah internasional yang bersifat ekonomi, sosial, budaya, dan kesejahteraan manusia, serta memajukan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar bagi semua orang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Piagam PBB.

“Jika PBB serius dalam mengembangkan inklusifitas dan membuat pembangunan berkelanjutan bagi semua orang, maka seharusnya membuka pintu bagi Taiwan,” tambahnya.(L/R01/R06)

Mi’raj News Agency (MINA)