Oleh: Rohullah Fauziah Alhakim, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Merdeka!!! Begitulah rakyat Indonesia berteriak setelah dibacakan proklamasi oleh Presiden Soekarno 70 tahun silam. Kegembiraan kemerdekaan tidak hanya dirasakan pada saat itu saja, namun hingga kini semangat kemerdekaan masih terasa. Ini adalah sebagai wujud syukur rakyat Indonesia atas nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Betapa dengan kemerdekaan rakyat Indonesia bisa lebih maju, bisa melakukan apapun untuk peningkatan kualitas, sarana dan prasarana ibadah. Dengan modal kemerdekaan ini juga bisa menjunjung tinggi harkat kemanusiaan, dengan hakikat kemerdekaan bisa menjunjung tinggi pendidikan.
Maka 17 Agustus merupakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, pada hari tersebut segenap komponen bangsa merayakan kemenangan dan kemerdekaan setelah sekian ratus lamanya hidup dibawah bayang-bayang intimidasi dan kedzaliman para penjajah. Sangat wajar, jika kemenangan ini disambut dengan luapan kegembiraan yang gegap gempita, seraya mengumandangkan kalimat tahmid, memuji dan mensyukuri karunia Allah yang terbesar bagi bangsa ini.
Bagi umat Islam, anugerah kemerdekaan ini selayaknya dijadikan momentum untuk mengasah rasa syukur kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Islam Lahir Membawa Misi Kemerdekaan
Sesungguhnya Islam lahir membawa misi kemerdekaan dan kebebasan serta ingin mengantarkan segenap manusia kembali kepada fitrah mereka yang suci. Misi kemerdekaan dan kebebasan yang diperjuangkan oleh Islam merupakan inti dari idiologi yang benar yaitu membebaskan manusia dari penghambaan, belenggu, dari ketergantungan kepada sesama manusia menuju penghambaan dan pengabdian yang totalitas kepada Tuhan sang pencipta makhluk sealam jagad ini. Allah menyebutkan didalam firmannya,
“Alif, laam raa.( ini adalah ) kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, ( Yaitu ) menuju jalan Tuhan yang maha perkasa lagi maha terpuji. Allah yang memiliki segala apa yang dilangit dan di bumi. Dan celakalah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” (Qs. Ibrahim : 1-2).
Kesyukuran yang tertinggi bukan hanya bangsa ini telah meraih kemerdekaan, tetapi kesyukuran selaku umat Islam adalah bahwa tidak sekedar menjadi penonton didalam mengisi kemerdekaan ini, tapi semampu mungkin menjadi pemain dan ikut ambil bagian sesuai dengan bidangnya masing-masing, sesuai dengan segmentasi masing-masing untuk menjadi orang-orang yang bisa mencoret dan menuliskan sejarah kegemilangan bangsa ini dimasa yang akan datang, sehingga akan dikenang sebagai sebuah kebaikan.
Dengan semangat kemerdekaan ini, harus bisa mempertahankan keutuhan jati diri dan bangsa ini dengan nilai-nilai akhlak yang luhur dan nilai-nilai Islam yang tinggi, hanya dengan itu, untuk bisa meraih kejayaan dimasa yang akan datang.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Filosofi Kemerdekaan
Kemerdekaan yang di mana jika dilihat dari segi usia Indonesia sudah semakin dewasa. Apalagi dalam perkembangan di zaman sekarang ini, Indonesia sudah bisa disetarafkan oleh negara-negara berkembang.
Tapi tahukah Anda di balik hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 itu mempunyai makna filosofi yang amat dalam. Terlebih bagi kaum mayoritas muslim di Indonesia tentu amat mengharukan bila diketahui dengan seksama. Bahwa dibalik filosofi kemerdekaan Indonesia banyak mengandung makna yang tersirat agar rakyat Indonesia mengkontemplasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Inilah sebagian makna dibalik filosofi yang terkandung di dalam hari Kemerdekaan Indonesia,
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
- Peristiwa besar yang begitu sederhana. Ketika upacara Kemerdekaan Indonesia yang pertama dilangsungkan di Jln. Pegangsaan Timur No. 56 dan tiang bendera yang menjadi tempat Sang Saka Merah Putih dikibarkan terbuat dari batang bambu yang ditanam di tengah lapang beberapa menit menjelang upacara. Itulah kenyataannya yang terjadi pada sebuah upacara sakral yang dinanti-nantikan seluruh rakyat Indonesa selama lebih 300 tahun lamanya.
- Bersamaan dengan hari Jum’at pada bulan Ramadhan. Hari Kemerdekaan Indonesia ketika pembacaan proklamasi semua terjadi pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 dan bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan 1364 H.
- Pengakuan Palestina terhadap Kemerdekaan Indonesia. Tak ada satu negara yang tegas mengakui Kemerdekaan Indonesia oleh Mufti Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini hadir sebagai sosok negarawan yang pertama memberikan pengakuan dan ucapan selamat atas Kemerdekaan Indonesia.
Tak hanya itu beliau juga mendesak kepada negara-negara Timur Tengah untuk mengakui Kemerdekaan Indonesia sekaligus menyakinkan Negara-negara Islam semacam Mesir, Suriah, Irak, Linabino, Yaman, Arab Saudi dan Afghanistan.
- Naskah asli proklamasi yang terselamatkan. Awalnya draft teks Proklamasi itu berakhir di sebuah keranjang sampah. Namun hal bisa terselamatkan dan tersimpan dengan baik oleh seorang wartawan BM. Diah. Wartawan itu menemukan naskah asli itu di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda pada 17 Agustus 1945 dini hari. Lalu diserahkan kembali naskah itu kepada Soekarno setelah menyimpanya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.
Kemerdekaan RI Anugrah Allah Melalui Jihad Pahlawan dan Pejuang Islam
Dua bulan setelah Agustus, setiap 10 November rakyat Indonesia memperingatinya sebagai Hari Pahlawan Nasional. Tangga 10 November sebuah tanggal yang monumental buah perjuangan arek-arek Suroboyo di bawah pimpinan pejuang besar kemerdekaan, Bung Tomo.
Namun naas, karena sejarah milik penguasa. Nasib Bung Tomo tiada ubahnya bak pesakitan dan pengkhianat bangsa. Ia di penjara oleh rezim yang berkuasa. Namun bagaimana pun juga, akhir sejarah, Allahlah yang menentukan.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Bung Tomo yang setiap pidatonya dalam membakar semangat jihad rakyat Indonesia melawan penjajah kafir selalu diawali dan diakhiri dengan Takbir, pada Jum’at 7 November 2008 akhirnya ditetapkan oleh pemerintah sebagai Pahlawan Nasional bersama Dr. Mohammad Natsir dan KH Abdul Halim.
Dr. Mohammad Natsir adalah seorang ulama besar yang diakui dunia, dai, pendidik dan politisi ulung yang mempersatukan negara-negara boneka buatan kolonial Belanda dengan mosi yang terkenal, Mosi Integral Natsir, menjadi Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI). Mosi yang disebut-sebut sebagai proklamasi kemerdekaan Indonesia yang kedua setelah proklamasi 17 Agustus 1945. Akhirnya Pak Natsir, demikian biasa disapa, dipercaya menjadi Perdana Menteri pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia . Beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan di tiga kabinet yang berbeda masa Soekarno. Di mana menurut pengakuan Bung Hatta, Bung Karno tidak pernah mau menandatangani surat-surat pemerintah jika tidak disusun dan dibaca dulu oleh Pak Natsir.
Sedangkan KH Abdul Halim adalah ulama karismatik asal Majalengka Jawa Barat, penulis sendiri lahir dan besar di kota yang sama, merasakan karisma beliau yang begitu kuat pada masyarakat setempat melahirkan banyak para pejuang kemerdekaan dengan metode pendidikannya yang khas.
Selain itu juga masih banyak pahlawan Islam yang selalu kita kenang, seperti Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro. Lalu apa pentingnya gelar Pahlawan Nasional bagi Bung Tomo, Pak Natsir, KH Abdul Halim, Tuanku Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro?
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Buat mereka bertiga tentu sangat tidak penting. Karena mereka adalah pahlawan sejati, yang berjuang ikhlas hanya berharap pahala dari Allah (pahala-wan).
Sungguh mengharukan kisah para pejuang Islam demi memerdekakan rakyat Indonesia. Meskipun kini Indonesia sudah merdeka, sebagai penerus bangsa harus terus berjuang melawan para penjajah terselubung yang ingin merusak aqidah umat Islam Indonesia. (P006/R02)
*Disarikan dari berbagai sumber
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis