Mentadaburi Manajemen Kepemimpinan Nabi Sulaiman Alaihi Salam (Oleh: Imaam Yakshyallah Mansur)

Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لَا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينََ (٢٠) لَأُعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا شَدِيدًا أَوْ لَأَذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُّبِينٍ (٢١) / النمل [٢٧]: ٢٠ـــ٢١

Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: “Mengapa aku tidak melihat Hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir (20) Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang.” (QS. An-Naml [27]: 20-21)

Burung Hud-hud adalah sejenis burung pemakan serangga, memiliki pelatuk, berparuh panjang, berjambul di kepalanya, berekor panjang, dan berbulu indah beraneka warna. Ia hidup dengan membuat sarang atau lubang pada pohon-pohon kayu yang telah mati dan lapuk. Dalam bahasa Melayu, burung Hud-hud disebut burung Takur.

Imaam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, bersumber dari Ibnu Abbas Radhiallahu anhu bahwa, burung Hud-hud merupakan binatang yang ahli dalam mendeteksi keberadaan air di suatu tempat. Jika Alaihi Salam sedang berada di padang pasir, beliau meminta Hud-hud untuk menelitinya. Hud-hud mampu mendeteksi air dari permukaan tanah/padang pasir. Jika burung Hud-hud telah memberikan petunjuk tentang hal tersebut, maka Nabi Sulaiman Sulaiman Alaihi Salam segera memerintahkan jin untuk menggali tempat tersebut sehingga memancar air dari dasarnya.

Nasab, Ilmu dan Kekuasaan Nabi Sulaiman Alaihi Salam

Dalam buku berjudul “Nabi Sulaiman AS, Nasab, Ilmu, dan Kekuasaan” karya Yunahar Ilyas, beliau mengutip Ibnu Katsir yang menyebutkan, Sulaiman adalah putera Daud bin Isyar bin Uwaid bin ’Abir bin Salmun bin Nakhsun bin Uwainadzab bin Aram bin Hashrun bin Farash bin Yahudza bin Yakub bin Ishak bin Nabi Ibrahim Alaihimus Salam. Nabi Sulaiman wafat usia 52 tahun di Baitul Maqdis, pada 923 sebelum Masehi.

Sebagai seorang raja, sekaligus nabi dan rasul, Sulaiman Alaihi Salam dianugerahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ilmu dan kekuasaan yang luar biasa, tidak pernah ada sebelumnya dan tidak akan terjadi sesudahnya. Bala tentaranya meliputi manusia, jin, hewan, dan angin. Nabi Sulaiman Alaihi Salam juga memiliki kemampuan memahami dan dapat berbicara dengan binatang seperti burung, semut dan lainnya.

Sebagaimana ayahandanya, Nabi Daud Alaihi Salam, mereka berdua menyadari bahwa semua ilmu dan kekuasaan yang mereka miliki itu adalah semata-mata anugerah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh sebab itu, mereka berdua sangat mensyukuri apa yang telah Allah berikan itu. Akan tetapi, mengingat beratnya amanah dan besarnya fitnah yang timbul dari kekuasaan dan harta, Nabi Sulaiman Alaihi Salam berdoa agar manusia setelahnya tidak diberi kekuasaan sepertinya agar mereka selamat dari hisab yang berat. Sebagaimana dalam firman-Nya:

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَهَبْ لِيْ مُلْكًا لَّا يَنْۢبَغِيْ لِاَحَدٍ مِّنْۢ بَعْدِيْۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ ( ص [٣٨]: ٣٥)

“Dia berkata, Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS Shad [38]: 35).

Dakwah Nabi Sulaiman Alaihi Salam kepada Ratu Bilqis

Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar menceritakan kisah dakwah Nabi Sulaiman Alaihi Salam kepada Ratu Bilqis. Setelah mendengar berita dari burung Hud-hud tentang Negeri Saba yang dipimpin seorang ratu, sementara rakyatnya masih menyembah matahari, Nabi Sulaiman Alaihi Salam kemudian mengirim surat kepada Bilqis:

Baca Juga:  Bangladesh, Gambia Harap Penyelesaian Cepat Kasus Genosida Rohingya di Myanmar

اِنَّہٗ مِنۡ سُلَیۡمٰنَ وَ اِنَّہٗ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ (٣٠) اَلَّا تَعۡلُوۡا عَلَیَّ وَ اۡتُوۡنِیۡ مُسۡلِمِیۡنَ (٣١)

النمل [٢٧]: ٣٠ــ٣١

Sesungguhnya surat ini dari Sulaiman yang isinya, ’Dengan Nama Allah, Maha Pemurah dan Maha Penyayang.’ Janganlah kamu sekalian sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” (QS An-Naml [27]: 30-31).

Itulah kalimat pembuka yang ditulis Nabi Sulaiman Alaihi Salam. Selanjutnya sang Raja menambahkan mengajak ratu Balqis untuk masuk Islam dan menghentikan ibadah menyembah matahari.

Ketika utusan Bilqis membawa banyak hadiah kepada Nabi Sulaiman Alaihi Salam untuk menjajaki kekuasaannya (QS. An-Naml [27]: 35-36), beliau berkata,”Kembalilah kamu dengan hadiah-hadiah ini kepada ratumu. Katakanlah kepadanya bahwa Allah telah memberiku rezeki dan kekayaan yang melimpah ruah dan mengaruniaiku nikmat yang tidak diberikan kepada makhluk-Nya yang lain. Selain itu aku telah diutus sebagai nabi dan rasul-Nya dan dianugerahi kerajaan yang luas serta kekuasaanku meliputi jin dan binatang-binatang.”

Kisah di atas menunjukkan bahwa, meskipun Nabi Sulaiman Alaihi Salam memiliki kekuasaan dan kemampuan untuk dengan mudah menaklukkan negeri Saba dengan kekuatan tentaranya, namun beliau tetap menggunakan cara persuasif dalam dakwahnya. Inilah sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

Nabi Sulaiman Alaihi Salam menunjukkan sikap yang ramah, penuh kelembutan dan menggunakan cara yang santun, apalagi yang dihadapinya adalah seorang pemimpin perempuan. Beliau menghindari cara-cara kekerasan, dan tidak menggunakan peperangan dalam berdakwah.

Profetik Nabi Sulaiman Alaihi Salam

Kisah para nabi dan rasul yang dihadirkan Al-Quran sejatinya merupakan manifestasi yang patut dijadikan sumber pembelajaran dalam kepemimpinan. Berbagai model kepemimpinan, mulai dari Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Sulaiman Alaihimus Shalaatu Wasalam, dan puncaknya pada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasalam penting dijadikan sebagai bahan kajian dan refleksi dengan berbasis kepemimpinan profetik (nubuwah).

Para nabi dan rasul merupakan pemimpin pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menghadirkan pola kepemimpinan profetik dengan berbagai pelajaran yang dapat dipetik (lessons learned). Kepemimpinan profetik akan tetap relevan diaktualisasikan dalam konteks kehidupan sosial masa kini, maupun masa yang akan datang.

Kepemimpinan profetik mengedepan kecerdasan spiritual (spiritual quotient) dalam praktiknya. Sosok pemimpin yang memiliki kesadaran bahwa sumber ilmu pengetahuan tidak hanya berasal dari kajian, penelitian dan pengalaman, namun yang paling utama bersumber dari wahyu sebagaimana dipraktikkan para nabi dan rasul.

Dalam kisah kepemimpinan Nabi Sulaiman Alaihi Salam, sedikitnya ada lima keutamaan yakni; nubuwwah (kenabian), al-mulk (kerajaan), kekayaan (wealth), kecerdasan (intelegence), dan kebijaksanaan (wisdom).

Kelebihan yang dimiliki Nabi Sulaiman tersebut tidak membuatnya angkuh dan berlaku zalim. Nabi Sulaiman Alaihi Salam selalu berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar mampu menjadi hamba yang bersyukur atas segala anugerah yang diberikan kepadanya.

Jadi, kepemimpinan profetik Nabi Sulaiman Alaihi Salam perlu diaktualisasikan dalam konteks kehidupan sosial, dengan menjadikannya sebagai teladan dan inspirasi untuk tampil mengemban kepemimpinan bangsa secara jujur, amanah, dan penuh rasa tanggung jawab.

Baca Juga:  Al-Qassam Serang Pasukan Israel di Gaza dan Perbatasan Lebanon

Kecerdasan Nabi Sulaiman dalam Menyelesaikan Masalah

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan banyak ujian kepada Nabi Sulaiman Alaihi Salam. Namun, Allah juga mengaruniakan kecerdasan dan hikmah. Kecerdasan dan hikmah Nabi Sulaiman tidak hanya berlaku kepada manusia, tetapi juga memberi keadilan dan kemakmuran kepada binatang.

Semut adalah binatang kecil yang sering sekali luput dalam penglihatan. Namun, tidak bagi Nabi Sulaiman Alaihi Salam. Pasukannya yang besar dan kekuasaan serta kekuatannya yang tidak tertandingi tidak menjadikan Nabi Sulaiman Alaihi Salam seorang raja yang semena-mena. Sebaliknya, beliau selalu berusaha untuk menjadi pemimpin yang bijak, mampu memahami dan berempati kepada rakyatnya.

Ketika hendak melewati sebuah tempat yang terdapat banyak semut, Nabi Sulaiman Alaihi Salam memerintahkan pasukannya untuk berhenti dan menunggu hingga seluruh pasukan semut masuk ke sarangnya (QS. An-Naml [27]: 19). Sikap ini adalah yang sudah seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin, mengutamakan keselamatan rakyatnya, daripada mengejar target program yang telah dicanangkan.

Pada ayat yang lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَدَاوُۥدَ وَسُلَيْمَٰنَ إِذْ يَحْكُمَانِ فِى ٱلْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ ٱلْقَوْمِ وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شَٰهِدِينَ (٧٨) فَفَهَّمْنَٰهَا سُلَيْمَٰنَ ۚ وَكُلًّا ءَاتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا ۚ وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُۥدَ ٱلْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَٱلطَّيْرَ ۚ وَكُنَّا فَٰعِلِينَ (٧٩)  (الانبياء [٢١]: ٧٨ــ٧٩)

Dan (ingatlah kisah) Dawud dan Sulaiman, ketika keduanya memberikan keputusan mengenai ladang, karena (ladang itu) dirusak oleh kambing-kambing milik kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka itu. Dan Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman (tentang hukum yang lebih tepat), dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah dan ilmu.” (QS. Al-Abiyaa [21]: 78-79).

Hakim Syuraih (yang menjabat pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib) dan sejumlah ulama menyebutkan bahwa ayat di atas menceritakan kaum yang memiliki perkebunan anggur, dan pihak peternak kambing. Setelah itu, peternak menggembalakan hewan piaraannya di wilayah sekitar perkebunan anggur hingga ternak kambingnya memakan pohon-pohon anggur itu tanpa diketahui pemilik kebun.

Pemilik kebun pun mengadukan hal itu kepada Nabi Dawud Alaihi Salam. Beliau kemudian meminta putranya, Sulaiman untuk memutuskan perkara itu. Lalu Sulaiman berkata, “Kalau aku yang memutuskan, maka aku akan memerintahkan pemilik ternak untuk menyerahkan ternaknya kepada pemilik kebun, lalu mempekerjakan ternak-ternak itu hingga mendapatkan hasil yang sesuai dengan kerugian mereka. Setelah kerugian itu tertutupi, maka pemilik kebun harus mengembalikan ternak kambing itu kepada pemiliknya.”

Pendapat itu pun diterima kedua belah pihak. Mereka kagum dengan kecerdasan dan ketelitian yang dimiliki Sulaiman. Banyak orang yang kagum dengan kecerdasannya, meski saat kejadian, dirinya masih tergolong usia muda.

Kontrol dan Disiplin Pemimpin

Dalam segala hal, kontrol dan disiplin sangat penting, apalagi dalam dunia militer. Pasukan yang melakukan apel siaga tidak boleh terlambat, apalagi absen. Prajurit yang indisipliner tentu akan menanggung konsekwensi. Hal itulah yang diterapkan oleh Nabi Sulaiman Alaihi Salam kepada seluruh pasukannya, baik manusia, jin maupun binatang, termasuk Hud-hud.

Baca Juga:  Bahrain Serang Israel sebagai Bukti Bela Palestina

Pengawasan (kontrol) dalam manajemen sangat penting dilakukan agar kesalahan dalam kinerja yang terjadi dapat terdeteksi dan segera diperbaiki. Pengawasan yang efektif akan membuahkan hasil yang maksimal. Dalam perkembangan teknologi seperti saat ini, kontrol dapat dilakukan dengan terjun langsung oleh pemimpin atau bisa melalui perangkat sistem yang terintegrasi.

Selain kontrol, kisah Nabi Sulaiman Alaihi Salam dan Hud-hud juga mengajarkan kedisiplinan. Disiplin merupakan suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

Disiplin juga berarti sikap hidup dan perilaku yang mencerminkan tanggung jawab, tanpa paksaan dari luar. Hal ini berkait dengan kemauan dan kemampuan seseorang menyesuaikan dan mengendalikan dirinya agar sesuai dengan norma, aturan, hukum, kebiasaan yang berlaku dalam lingkungan sosial budaya setempat.

Kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasi, semangat, dan moral yang mampu mempengaruhi umat untuk mengubah sikap, sehingga mereka menjadi berubah menjadi lebih baik. Tingkah laku pemimpin berpengaruh sangat besar kepada rakyat yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan rakyatnya, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para pembantu, aparat dan umatnya. Jika pemimpin kurang/tidak disiplin, maka jangan mengharapkan kedisiplinan dari bawahan dan umatnya.

Sikap Mudah Memaafkan Nabi Sulaiman Alaihi Salam

Salah satu sifat utama Nabi Sulaiman Alaihi Salam adalah mudah memaafkan kepada siapa saja, termasuk kepada binatang. Hal itu beliau tunjukkan dengan memaafkan dan menerima alasan Hud-hud yang tidak hadir ketika sedang dilakukan pemeriksaan.

Sikap mudah memaafkan sangat penting bagi seorang pemimpin karena dengan memaafkan, ia akan terhindar dari beban psikologi yang bisa jadi menghambat kinerjanya dalam memimpin umat.

Dalam sebuah artikel yang dimuat di Halodok.com, beberapa pakar psikologi menyebutkan dampak posisitf bagi siapa saja yang mudah memaafkan orang lain, apalagi ia adalah seorang pemimpin. Memaafkan dapat membuat seseorang memiliki tubuh lebih sehat dengan meningkatnya imunitas tubuh, meningkatkan kesehatan mental, mengurangi cemas dan stres, menurunkan tekanan darah, meminimalisir gejala depresi, meningkatkan kesehatan jantung, serta menumbuhkan rasa percaya diri.

Bagi seorang pemimpin, memaafkan bawahan, atau orang yang status dan jabatan lebih rendah darinya dapat membuat ia mampu memutuskan suatu perkara dengan obyektif, lebih terarah dan lebih mendekati keadilan.

Kemampuan memaafkan sangat diperlukan dalam kepemimpinan yang efektif. Pemimpin harus memiliki kemampuan layaknya seperti seorang ibu kepada anak-anaknya dalam melihat dan mencermati kesalahan bawahan/makmumnya. Kemampuan akomodatif untuk dapat menilai dan memilah, mana kesalahan yang patut mendapat hukuman dan mana kesalahan yang bisa dimaafkan.

Jiwa pemaaf dan sikap lapang dada harus selalu dikedepankan manakala berhadapan dengan masyarakat dengan aspirasi yang berbeda-beda, tingkat pendidikan yang tidak sama, apalagi di tengah berbagai persoalan dan krisis yang melanda.

Aktivis HAM dan peraih nobel perdamaian asal Afrika Selatan, Desmond Tutu pernah mengatakan, “Tanpa kemampuan memaafkan, kemarahan, dendam, dan perasaan sakit hanya akan menjadi bayang-bayang kelam yang menghabiskan setiap bagian dari kehidupan individu. Bahkan menciptakan siklus permusuhan dan balas dendam berulang.”

وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِالصَّواب

(A/P2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Widi Kusnadi

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.