oleh: Illa Kartila*
palestina/">Dukungan bagi Palestina sebagai negara berdaulat kian menguat setelah tiga negara di Uni Eropa, Islandia (15 Juli 2013) , Swedia (3 Oktober 2014) dan Parlemen Inggris (13 Oktober 2014), menyatakan Palestina sebagai negara merdeka.
Islandia secara formal mengakui Palestina sebagai negara dalam upacara di Rumah Kebudayaan Reykjavik, dua hari setelah Palestina berhasil mengibarkan bendera di UNESCO di Paris.
Menurut Menteri Luar Negeri Islandia, Gunnar Bragi Sveinsson, Islandia secara formal mengakui deklarasi kemerdekaan Palestina. “Kami mengakui negara Palestina berdasarkan batas-batas sebelum Perang Enam Hari 1967.”
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Saat ini, kata Sveinsson, Palestina sedang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari PBB sebagai negara. Karena itu Islandia memilih tidak menunggu lebih lama lagi untuk mengakui Palestina.
Dengan pengakuan Palestina sebagai negara saat ini diharapkan akan memberikan angin bagi Palestina untuk terus berusaha meraih pengakuan PBB. “Pengakuan negara-negara Eropa, termasuk NATO sangat penting dan simbolis bagi Palestina. Kami harap langkah kami bisa membantu mewujudkan impian bangsa Palestina,” kata Gunnar Bragi Sveinsson.
Dia yakin, keputusan Islandia untuk mengakui negara Palestina sudah tepat. “Kami yakin pengakuan Islandia terhadap Palestina dan dukungan Islandia kepada Palestina di UNESCO merupakan hal penting. Jadi kami senang bisa membantu Palestina,” katanya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Swedia juga telah mengeluarkan sebuah pernyataan mendukung kemerdekaan Palestina. Tentu saja kebijakan yang diambil PM baru Swedia, Stefan Loefven itu mendapat kecaman dari pemerintah Israel. Menurut negara Zionis itu, Loefven terlalu terburu-buru mengeluarkan pernyataan tersebut.
“PM itu membuat pernyataan bahkan sebelum dirinya mempelajari masalah ini secara mendalam,” kata Menlu Israel Avigdor Liebermen. “PM Loefven perlu memahami bahwa tidak ada pernyataan atau tindakan yang dilakukan oleh pihak di luar Palestina dan Israel yang dapat menggantikan negosiasi langsung antara kedua sisi.”
Swedia adalah anggota Uni Eropa pertama di Eropa Barat yang mengakui Palestina. Setidaknya hingga saat ini sudah lebih dari 120 negara yang mengakui kedaulatan Palestina. Langkah Swedia yang mengakui Palestina sebagai negara yang berdaulat, mendapat pujian dari Palestina.
“Kami merasa salut dengan apa yang dilakukan PM Swedia, Stefan Loefven yang mengakui negara kami. Kami berharap Negara UE lainnya berani mengambil langkah serupa. Tidak ada alasan bagi negara-negara tersebut untuk tidak mengakui Palestina,” kata Saeb Erakat.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Sementara juru bicara Presiden Palestina Mahmud Abbas, Nabil Abu Rudeina menyatakan sudah saatnya bagi dunia internasional untuk mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Menlu Palestina, Riyad al-Malki menyebut keputusan yang diambil Swedia adalah langkah bersejarah bagi Palestina.
Parlemen Inggris menyusul menyatakan Palestina sebagai negara merdeka berdasarkan hasil voting yang digelar 13 Oktober lalu, dimana 274 anggota dewan Inggris memilih setuju untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan hanya 12 wakil rakyat Negeri Kerajaan tersebut yang menolak.
Pengakuan ini merupakan hasil usaha keras Partai Buruh Inggris yang berhasil melobi Partai Konservatif — yang berada di pihak pemerintah — untuk ikut mendukung voting pengakuan kedaulatan Palestina. Sejak dekade 1980-an, Partai Buruh Inggris gencar mengampanyekan bahwa Palestina dijajah Israel.
Menurut Pimpinan Partai Konservatif di Parlemen Inggris, Richard Ottoway sebagian besar anggotanya beralih mendukung langkah Partai Buruh lantaran kecewa atas agresi Israel terhadap Palestina dalam beberapa tahun terakhir ini.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Hal ini mengubah sikap Inggris sebelumnya yang secara penuh mendukung pendirian negara Israel. Setelah Perang Dunia II, Inggris memberikan tanah di dekat dataran tinggi Golan sebagai modal awal Israel membangun negara.
Palestina adalah sebuah negara di Timur Tengah yang terletak antara Laut Tengah dan Sungai Jordan. Status politiknya masih dalam perdebatan, sebagian besar negara di dunia termasuk negara-negara anggota OKI, Liga Arab, Gerakan Non Blok dan ASEAN telah mengakui keberadaan Negara Palestina.
Wilayah Palestina saat ini terbagi menjadi dua entitas politik, yaitu Wilayah Pendudukan Israel dan Otoritas Nasional Palestina yaitu sebagian besar Tepi Barat dan seluruh Jalur Gaza. Konflik Israel-Palestina merupakan bagian dari konflik Arab-Israel yang lebih luas.
Ini bukanlah konflik dua sisi yang sederhana seolah-olah seluruh bangsa Israel (atau bahkan seluruh orang Yahudi yang berkebangsaan Israel) memiliki satu pandangan yang sama, sementara seluruh bangsa Palestina memiliki pandangan yang sebaliknya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Di kedua komunitas itu terdapat orang-orang dan kelompok-kelompok yang menganjurkan penyingkiran teritorial total dari komunitas yang lainnya, sebagian menganjurkan solusi dua negara dan sebagian lagi menganjurkan solusi dua bangsa dengan satu negara sekular yang mencakup wilayah Israel masa kini, Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yarusalem Timur.
KTT Liga Arab 1974 menunjuk PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) sebagai wakil sah tunggal rakyat Palestina dan menegaskan kembali hak mereka untuk mendirikan negara merdeka yang mendesak. PLO telah memiliki status pengamat di PBB “sebagai entitas non-negara” sejak 22 November 1974, yang memberikan hak untuk berbicara di Majelis Umum PBB, tetapi idak memiliki hak suara.
Hasil dari Persetujuan Oslo 1993, PLO mendirikan sebuah badan administratif sementara: Otoritas Nasional Palestina yang memiliki beberapa fungsi pemerintahan di bagian Tepi Barat dan Jalur Gaza. Pengambilalihan Jalur Gaza oleh Hamas membagi wilayah Palestina secara politik.
Fatah yang dipimpin oleh Mahmud Abbas menguasai Tepi Barat dan diakui secara internasional sebagai Otoritas Palestina resmi, sementara Hamas telah mengamankan kekuasaannya atas Jalur Gaza. April 2011, kedua pihak telah menandatangani perjanjian rekonsiliasi, tetapi pelaksanaannya masih terbengkalai.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Terkait dengan pengakuan Swedia atas kemerdekaan Palestina, AS menilai sebagai hal yang prematur. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Jen Psaki mengatakan, “kami mendukung kemerdekaan Palestina, namun hal itu hanya bisa diraih melalui jalan perundingan, penyelesaian persoalan status dan pengakuan mutual dari kedua pihak.”
Menurut Psaki, Israel dan Palestina harus menjadi pihak “yang sepakat dengan syarat-syarat bagaimana mereka hidup berdampingan di masa depan sebagai dua negara.”
Dukungan Indonesia
Terkait dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (waktu itu) pada Konferensi Kerjasama Negara Asia Timur untuk Palestina II, mengajak negara-negara yang hadir agar tetap berkomitmen bersama-sama membantu Palestina untuk meraih kemerdekaan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
“Kita berkumpul di sini, untuk menegaskan kembali solidaritas bagi rakyat Palestina. Kita juga di sini untuk membantu mereka dalam mewujudkan merdeka dan berdaulat,” kata SBY.
Dia merasa prihatin lantaran orang-orang Palestina sudah bermimpi untuk sejahtera selama setengah dekade. “Kami berharap pengakuan universal Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat. Sebagai negara anggota penuh PBB, kita bisa membuat hal ini terjadi jika kita melipatgandakan usaha untuk mendukung mereka dalam berbangsa dan bernegara.”
SBY juga mengajak negara-negara di kawasan Asia Timur yang hadir untuk melengkapi dan menambah nilai bantu dalam mendukung Palestina. Terutama peningkatan sektor swasta dalam upaya pembangunan ekonomi Palestina yang sudah dimulai sejak tahun 2008 melalui NAASP Ministerial Meeting on Palestina.
“Konferensi ini memungkinkan kita untuk melakukan penilaian kebutuhan guna mengidentifikasi apa yang harus kita masing-masing lakukan. Sehingga negara-negara di kawasan Asia dan Afrika dapat mengalokasikan bantuan mereka dalam bentuk kapasitas bangunan bagi 10.000 warga Palestina untuk jangka waktu lima tahun,” ujarnya.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Menurut Dubes Palestina untuk RI, Fariz N. Mehdawi, SBY sempat ingin membuka kantor Kuasa Usaha di Ramallah, namun belum sempat terwujud sampai sekarang. Dukungan serupa, bahkan kalau bisa berupa kedutaan besar sangat diharapkan Otoritas Palestina di era Jokowi.
“Kami apresiasi yang sudah dilakukan pemerintahan SBY selama dia memerintah. Kami diperhatikan seperti saudara sendiri dari negara muslim. Saat kami butuh dukungan, Indonesia selalu ada dan menguatkan kami. Kami harapkan seperti itu pada pemerintahan Jokowi,” ujar Mehdawi.
Sementara itu guru besar hukum internasional, Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mendesak Pemerintahan Joko Widodo untuk segera merealisasikan dukungan nyata kepada Palestina dengan membuka perwakilan.
Menurut dia, perwakilan dapat dipilih salah satu dari tiga bentuk. Pertama, menunjuk Konsul Kehormatan, yakni warga Palestina yang memiliki keterkaitan dengan Indonesia dan dia bisa pelaku usaha atau mantan diplomat Palestina yang bertugas di Indonesia. “Konsul kehormatan akan menghadap pemerintah Palestina bila berkaitan dengan kepentingan Indonesia.”
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Kedua, menitipkan urusan Indonesia ke perwakilan negara sahabat Indonesia yang memiliki Kedutaan Besar di Palestina. Ketiga, kekuasaan Duta Besar Indonesia di Mesir atau Yordania diperluas sehingga mencakup Palestina. Dubes RI tak perlu menetap tetapi sekali-kali berkunjung ke Palestina.
Realisasi janji ini tidak dapat ditunda karena semasa Pemerintahan SBY, Menlu Marty Natalegawa telah mendiskusikannya dengan DPR. Karena itu, dalam agenda Menlu Retno Marsudi, pembukaan perwakilan Indonesia perlu segera diwujudkan dalam waktu 100 hari.
Dalam debat calon presiden putaran ketiga yang dimoderatori Hikmahanto sendiri, Presiden Jokowi dengan tegas mendukung Palestina untuk merdeka. Untuk merealisasikan dukungan itu, kata Hikmahanto, dalam waktu dekat pemerintah perlu membuka perwakilan Indonesia di Palestina.
Di depan para peserta seminar “Konflik dan Proses Demokratisasi di Timur Tengah akhir Oktober, Menlu RI yang baru, Retno Marsudi menyebutkan, bangsa Indonesia harus memastikan bangsa Palestina mendapatkan kemerdekaan secara utuh dan menyeluruh.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Pengakuan negara-negara lain di dunia atas kemerdekaan Palestina merupakan perjuangan panjang tanpa henti dan kucuran darah para korban. Meski perjuangan itu belum berakhir – sampai Palestina diakui sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat – ini adalah langkah maju ke arah berdirinya negara Palestina yang meliputi Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur — sebuah wilayah yang dikooptasi Israel dalam Perang Timur Tengah 1967. (T/R01/P3)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
* Illa Kartila adalah redaktur senior MINA. (Ia dapat dihubungi via Email:[email protected])