Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Kita saat ini berada di bulan ke-12, Dzulhijjah, penghujung tahun 1443 Hijriyah, menuju bulan Muharram, awal tahun Baru Islam atau 1444 Hijriyah.
Perguliran tahun baru Hijriyah mengingatkan kita pada suatu kisah spektakuler perjuangan Islam, yaitu peristiwa Hijrah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya dari Mekkah ke Yatsrib (Madinah).
Allah pun menyebutkan tidak kurang dari 30 kali perkataan hijrah atau pecahan dari kata hijrah di dalam Al-Quran. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya masalah hijrah dalam syari’at Islam.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Banyak hikmah dan pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari peristiwa Hijrah.
Hikmah yang pertama adalah, bahwa fase hijrah Nabi merupakan kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi tidak kondusif di Makkah menuju suasana prospektif di Madinah.
Secara fisik, hijrah di sini adalah perjalanan dari Mekkah ke Madinah, menempuh padang pasir sejauh kurang lebih 450 km. Secara maknawi juga jelas, mereka berhijrah demi terjaganya misi Islam.
Dalam mengembangkan dakwah menyeru ke jalan Allah, para Nabi utusan Allah juga melakukan hijrah perpindahan secara dinamis dari satu tempat ke tempat lain. Di antaranya adalah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam yang terkenal dalam sejarah karena perjalanan hidupnya yang penuh dengan ujian dan tantangan.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Juga Nabi Ya’qub, Nabi Yusuf, Nabi Musa, hingga Nabi Muhammad shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Adalah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam yang berhijrah dari Babylonia (Iraq) menuju kawasan Baitul Maqdis (Palestina).
Allah mengabadikannya di dalam ayat :
فَآمَنَ لَهُ لُوطٌ وَقَالَ إِنِّي مُهَاجِرٌ إِلَى رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Artinya : “Maka Luth membenarkan (kenabian)-nya. Dan berkatalah Ibrahim: Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS Al-Ankabut [29] : 26).
Selanjutnya, Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam juga melakukan hijrah beberapa kali, dari Palestina ke Mesir, dari Mesir kembali Palestina lagi. Termasuk, hijrah beliau dari Palestina menuju Mekkah yang dalam perkembangannya menjadi syariat haji. Kembali lagi ke Palestina, dilanjutkan kembali ke Mekkah.
Nabi Musa ‘Alaihis Salam juga mendapatkan perintah dari Allah untuk berhijrah dari negeri Fir’aun di Mesir menuju Perbatasan Palestina, melalui Jordania. Allah menyebutkannya di dalam ayat :
وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ يَسْعَىٰ قَالَ يَا مُوسَىٰ إِنَّ الْمَلَأَ يَأْتَمِرُونَ بِكَ لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ. فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ ۖ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Artinya : “Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: “Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah [dari kota ini] sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu”. Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdo’a: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu”. (QS Al-Qashash [28] : 20-21).
Sebuah perjalanan membangun peradaban atas semangat loyalitas, kesetiaan, keimanan, dan ketaatan yang berujung pada sesuatu lebih baik atas ridha Allah.
Kitapun dituntut untuk berhijrah dari sistem jahiliyah menuju sistem Islam secara keseluruhan (kaffah). Mulai dari sistem pendidikan, ekonomi, budaya, kemasyarakatan, dan lain sebagainya ke dalam kesempurnaan Islam berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah.
Hijrah pula dari hal-hal yang dilarang Allah menuju hal-hal yang diperintahkan-Nya. Hijrah dari bisnis ribawi menuju bisnis berbasis ekonomi syari’ah. Hijrah dari perbuatan yang mubadzir dan mafsadat (merusak), menuju amal sholih yang lebih bermanfaat.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Intinya hijrah meningalkan segala yang dilarang Allah menuju yang Allah perintahkan. Seperti disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Artinya : “Seorang muslim adalah orang yang menjadikan muslim lainnya merasa selamat dari lisan dan tangan (perbuatannya). Sedangkan muhajir (orang yang hijrah) adalah orang yang meninggalkan segala yang dilarang Allah”. (HR Muttafaqun ‘Alaih).
Selanjutnya, hikmah kedua dari hijrah, adalah adanya semangat perjuangan dan rasa opimisme tinggi dalam menegakkan Islam yang tak pernah berhenti.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda yang dicintainya. Namun, Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan Allah lebih dicintai dari semua daya pikat dunia.
Mereka sangat menikmati bagaimana mengamalkan ayat :
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Artinya : ”Katakanlah : jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”. (Q.S. At-taubah [9] : 24 ).
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Hikmah ketiga dari hijrah, adalah hidupnya semangat persaudaraan, persatuan dan kesatuan dalam bingkai ukhuwwah Islamiyyah.
Ini seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar dalam ikatan satu kesatuan umat secara terpimpin(jama’ah) berlandaskan takwa kepada Allah.
Karenanya, ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhijrah dari Mekkah ke Madinah, langkah awal yang dilakukan beliau setelah membangun masjid sebagai sentral perjuangan kaum muslimin, adalah mempersaudarakan kaum pendatang (Muhajirin) dengan kaum pribumi (Anshar).
Adapun maksud beliau mengadakan persaudaraan itu adalah, untuk melenyapkan rasa asing pada diri sahabat Muhajirin di daerah yang baru yaitu kota Madinah, membangun rasa persaudaraan antara satu sama lain di dalam agama Allah. Serta agar satu sama lain saling tolong-menolong, yang kuat menolong yang lemah, yang mampu menolong yang kekurangan, dan sebagainya.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Semangat persaudaraan sesama orang-orang beriman Allah tegaskan di dalam Al-Quran :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS Al-Hujurat [49] : 10).
Pada ayat lain dikatakan:
Baca Juga: Malu Kepada Allah
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya : “Dan berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali [agama] Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu [masa Jahiliyah] bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk”. (QS Ali Imran[3] : 102-103).
Semoga kehadiran Tahun Baru 1444 Hijriyah ini mampu menumbuhkan optimisme perjuangan membangun peradaban masyarakat dengan berlandaskan nilai-nilai ukhuwah Islamiyah, rahmatan lil ‘alamin, umat Islam yang satu, hidup berjamaah dalam ridha Allah. Aamiin. (A/RS2/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu