Oleh: M. Amin Nuroni
Musibah merupakan sunatullah dalam kehidupan manusia apalagi bagi orang yang beriman, musibah merupakan satu keniscayaan untuk melihat potensi keimanan yang ada pada dirinya. Sebagaimana dalam Al-Qur’am surat Al Ankabut : 1-3, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الم (١)أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ (٢)وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (٣)
“Alif laam miim. Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Melalui ayat ini Allah Ta’ala tegaskan, ujian merupakan kepastian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengukur kejujuran hamba-Nya, apakah hamba ini benar-benar memiliki keimanan yang paripurna atau hanya mengaku-ngaku saja, dan Allah pasti mengetahuinya.
Macam-macam Ujian
Ujian yang Allah turunkan pada setiap manusia berbagai macam bentuknya, sebagaimana dalam firman-Nya,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al Baqarah: 155).
Bahkan macam-macam ujian itu tidak hanya terkait berbagai hal yang menyulitkan dan yang dibenci oleh manusia, tetapi boleh jadi Allah memberikan kenikmatan yang banyak bagi manusia itu juga sebagai bentuk ujian yang lain. Seperti halnya harta yang diperoleh, ilmu yang dimiliki, pangkat dan jabatan yang disandang juga berbagai kenikmatan lainnya. Hal itu Allah Ta’ala terangkan dalam firman-Nya;
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (QS. Al-Anbiya : 35).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Musibah Adalah Ketetapan Allah
Lazimnya manusia memandang hal-hal yang tidak sesuai dengan hawa nafsu dan yang dibenci itu adalah musibah, dan hal-hal yang menyenangkan dipandang sebagai suatu nikmat. Namun yang pasti tidak ada satu kejadian pun yang menimpa manusia bahkan yang terjadi di muka bumi adalah atas kehendak Allah Subahanhu Ta’ala.
Firman Allah pada Al Quran Surah Al Hadid ayat 22-23:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Artinya:“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(22) (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (23).
Ayat di atas merupakan resep yang sangat mujarab diberikan oleh Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Bijaksana sebagai bekal setiap mukmin dalam mengarungi hidup dan kehidupan di dunia hingga akhirat kelak. Resep tersebut hanya akan bermanfaat bagi hamba Allah yang beruntung mendapatkan keimanan, yakni setiap mukmin yang mampu menyikapi setiap nikmat, karunia hingga musibah yang menimpa dirinya disikapi dengan berkhusnudzan kepada Allah subhanahu wa ta’ala serta mampu menangkap hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya.
Cara Menghadapi Musibah
Bagi seorang muslim datangnya musibah harus dihadapi dengan penuh keimanan. Segala sesuatu yang menimpa mereka adalah sesuatu yang pasti secara terukur manusia akan mampu menghadapinya sekaligus bersama musibah yang datang ada hikmah besar yang Allah sedang rencanakan. Keimanan atau keyakinan itu akan mampu membuka pemahaman yang positif dan mendorong luasnya cara berfikir dan kejernihan berfikir dalam memandang. hal itu sejalan dengan firman Allah QS Al Taghobun: 11.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sungguh mengagumkan urusan orang beriman, semua urusannya merupakan kebaikan. Jika dia diberikan kelapangan/kemudahan, dia mensyukurinya, maka itulah kebaikan baginya. Dan jika keburukan menimpanya, dia menyikapinya dengan sabar, maka itulah kebaikan baginya.” (HR Muslim).
Bahkan lebih dari itu, orang-orang yang bersabar dalam menghadapi musibah itu, Allah Ta’ala janjikan kepadanya rahmat, keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka serta bimbingan petunjuk dalam menghadapi musibah tersebut. Firman Allah,
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al Baqoroh : 157).
Langkah Kongkrit Mensikapi Musibah
Acapkali musibah itu datang diawali dengan berbagai macam nikmat yang Allah turunkan, kemudian disebabkan karena keteledoran dan kelalaian manusia sehingga mereka berubah sikap dari yang semestinya. Untuk itu para ulama mengklasifikasikan musibah itu pada tiga bentuk;
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Pertama, Ibtila. Adalah musibah yang Allah turunkan kepada hamba-hambanya yang soleh untuk meningkatkan derajatnya kepada yang lebih tinggi.
Kedua, fitnah. Adalah musibah yang Allah turunkan untuk memperingatkan hamba-hambanya yang lalai agar kembali kepada jalan yang benaran.
Ketiga, azab. Yaitu musibah yang Allah turunkan kepada hamba-hambanya yang ingkar dan banyak berbuat maksiat serta kedzaliman.
Mensikapi tiga bentuk musibah yang Allah turunkan itu, maka langkah yang paling bijak diambil oleh kaum muslimin adalah secara berjamaah membangun keimanan dan ketakwaan, agar apapun nikmat yang Allah berikan kepada manusia, membuahkan keberkahan secara hisyi (bertambah kenikmatan yang banyak) maupun secara maknawi (membawa kemanfaatan dan kemaslahatan yang lebih luas) yaitu berupa kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Untuk itu, perhatikanlah peringatan Allah Subahanhu dalam Al Quran surat Al Araf: 96
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Imam Al Qurtubi dalam tafsirnya, mengomentari kalimat quro’ pada ayat tersebut bermakna berkumpul seperti kalimat ‘qoroitul ma’a’ artinya aku mengumpulkan air. Dari kalimat inilah muncul kalimat qoryah yang berarti kota atau negeri (tempat berkumpulnya manusia).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Ayat ini menggambarkan bahwa jaminan keberkahan yang Allah turunkan dari langit dan bumi tidak semata disandarkan kepada para pemimpin suatu negeri, namun ditentukan oleh eksistensi setiap individu masyarakat itu sendiri. Karena keberadaan seorang pemimpin menjadi cerminan dari gambaran secara umum masyarakatnya.
Kesadaran Memperbaiki Diri secara Berjama’ah
Maka untuk memperbaiki kondisi pasca musibah adalah dengan bersama-sama introspeksi, bertaubat dan memperbaiki amal ibadah secara berjam’ah dengan hidup terpimpin dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
Di samping itu kita juga diperintah untuk dapat terlibat dalam mencegah kemungkaran yang ada di sekitar kita agar tidak terkena imbasnya. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala. “Dan periharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya” (Q.S. Al-Anfal: 25).
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Kemudharatan dan kemaksiatan yang dilakukan, baik oleh diri sendiri maupun yang terjadi di lingkungan kita, akan punya dampak negatif baik secara langsung ataupun tidak langsung kepada kehidupan manusia.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah, menyebutkan beberapa pengaruh buruk dari kemudharatan dan kemaksiatan tersebut, diantaranya: Hilangnya manfaat ilmu, karena nuraninya tertutup oleh dosa dan kemaksiatan. Akibatnya ilmunya tidak mengantarkannya kepada kebaikan tetapi justru menjauhkannya dari keimanan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Dalam sebuah riwayat, Ali bin Abi Thalib di datangi oleh seorang khawarij dan berkata: “Wahai Ali, mengapa kepemimpinanmu banyak dicela oleh manusia, tidak seperti kepemimpinan Abu Bakar dan Umar.” Ali menjawab: “Kenapa bisa terjadi demikian, karena umat yang dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar adalah saya dan orang-orang yang seperti saya, dan umat yang saya pimpin adalah anda dan orang-orang yang seperti anda.”
Syeikh Utsaimin menjelaskan tentang nasihat Anas bin Malik kepada manusia yang mengadukan tentang kepemimpinan Hajaz bin Yusuf yang kejam dan dzalim terhadap masyarakatnya. Anas memberikan nasihat, “Bersabarlah kalian”, difahami oleh Syaikh Utsaimin terkadang pemimpin yang dzalim itu disebabkan karena prilaku kezaliman masyarakatnya itu sendiri.
Oleh karena itu terkadang timbul saling menyalahkan ketika terjadi satu musibah saat menimpa manusia. Padahal tidaklah datang musibah itu dari Allah melainkan penyebab musibah itu akibat dari perbuatan manusia.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagiaan dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Al-A’raf : 96)
- Sekretaris Majelis Dakwah Pusat (MDP)
Jama’ah Muslimin (Hizbullah)
(A/R11/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)