Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menyikapi Perbedaan Pendapat Penentuan Awal Syawwal 1444 H

Rana Setiawan - Jumat, 5 Mei 2023 - 22:38 WIB

Jumat, 5 Mei 2023 - 22:38 WIB

5 Views

Oleh: Najmu Izh-Harulhaq, Pusat Observasi Falak (POF) Jama’ah Muslimin (Hizbullah) 

Mencermati pemberitaan media masa terkait perbedaan pendapat dalam menetapkan 1 Syawal 1444 yang berpotensi memperuncing perpecahan umat Islam, maka dengan ini Pusat Observasi Falak (POF) Jama’ah Muslimin (Hizbullah) menyampaikan sikap sebagai berikut :

Pertama, sesama orang beriman adalah bersaudara.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Hujurat ayat 10:

Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (الحجرات:10)

Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)

Kedua, Sesama orang beriman tidak boleh saling menghina, mencela dan merasa paling benar.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Hujurat ayat 11:

Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ….. (الحجرات:11)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al-Hujurat: 11).

Berdasarkan hadits

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَنَاجَشُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا، الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَاهُنَا – وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ – بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ (رواه البخاري و مسلم)

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda, “Janganlah kalian saling hasad. Janganlah kalian saling melakukan ‘najasy’. Janganlah kalian saling membenci. Janganlah kalian saling ‘membelakangi’. Janganlah sebagian kalian ‘menjual di atas penjualan yang lainnya’. Jadilah kalian, Wahai Hamba-hamba Allah, bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Dia tidak menzhaliminya, tidak meninggalkannya tatkala membutuhkan pertolongannya dan tidak pula meremehkannya. Takwa itu tempatnya disini (Rasulullāh menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seseorang dianggap jelek ketika dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain haram darahnya (tidak boleh dibunuh tanpa hak), haram hartanya (tidak boleh dirampas) dan haram kehormatannya (tidak boleh dijatuhkan).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ketiga, hendaknya ulama dalam menyampaikan pernyataan di ruang publik dengan cara yang menyejukkan umat.

Keempat, perbedaan dalam menetapkan awal bulan Ramadhan, ulama berbeda pendapat:

Pertama, mayoritas ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali menyatakan, bahwa awal bulan Ramadhan hanya bisa ditetapkan dengan menggunakan metode rukyat (observasi/mengamati hilal) atau istikmal, yaitu menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

Mereka berpegangan pada firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Allah berfirman dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 185:

 فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ…..(البقرة:185)

Artinya: “Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan maka hendaklah ia berpuasa (pada)-nya….” (QS. Al-Baqarah: 185)

Rasululla Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia

 صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ (رواه البخاري)

Artinya: “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari, hadits no. 1776).

Pada ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya mengkaitkan kewajiban berpuasa dengan melihat hilal. Artinya, kewajiban berpuasa hanya bisa ditetapkan dengan melihat hilal atau menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari. (Lihat: Muhammad Ali al-Shabuni, Rawa’i al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an, Damaskus: Maktabah al-Ghazali, Juz 1980, hal. 210).

Kedua, sebagian ulama, meliputi Ibnu Suraij, Taqiyyuddin al-Subki, Mutharrif bin Abdullah dan Muhammad bin Muqatil, menyatakan bahwa awal puasa dapat ditetapkan dengan metode hisab (perhitungan untuk menentukan posisi hilal). Mereka berpedoman pada firman Allah Subhanahu wa ta’ala dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Allah berfirman dalam surat Yunus ayat 5:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ (يونس:5)

Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu).”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir

 إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ (رواه مسلم)

Artinya: “Jika kalian melihat hilal (hilal Ramadhan) maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal Syawwal) maka berbukalah. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka perkirakanlah ia.”  (HR. Muslim)

Ayat di atas menerangkan bahwa tujuan penciptaan sinar matahari dan cahaya bulan serta penetapan tempat orbit keduanya adalah agar manusia mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Artinya, Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan kepada manusia agar menggunakan hisab dalam menentukan awal dan akhir bulan Hijriyah. Sedangkan poin utama dari hadits di atas adalah kata “Faqdurû lah”.

Menurut mereka, arti kata tersebut adalah perkirakanlah dengan menggunakan hitungan (hisab). Dari kedua pendapat di atas, tampaknya pendapat kelompok pertama yang menyatakan bahwa awal Ramadhan hanya bisa ditetapkan dengan rukyat dan istikmal merupakan pendapat yang sangat kuat, karena dalil-dalil yang mereka kemukakan sangat jelas dan tegas menyatakan hal tersebut.

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Akan tetapi, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang ilmu astronomi, peran hisab sangatlah urgen dalam mendukung hasil rukyat. Apalagi, hisab yang didukung dengan alat modern memiliki akurasi yang sangat tinggi.

Perbedaan pendapat dalam mengawali puasa Ramadlandan mengakhirinya ini seharusnya bisa menjadi rahmat untuk kaum muslimin, bahkan perbedaan ini sudah terjadi sejak masa Mu’awiyyah bin Abi Sofyan. Namun demikian, kaum muslimin saat itu tetap saling  menghormati.

Kelima, Sidang Itsbat Pemerintah tidak perlu ditiadakan karena landasannya jelas: Shumu li RU’YATIH hanya akan lebih baik kalau menggunakan RU’YAH GLOBAL sebagai persatauan dan kesatuan muslimin.

Keenam, kalau ada yang menggunakan HISAB silakan karena menurut sebagian ulama inipun ada dasarnya, yaitu kelanjutan hadits itu dengan kalimat FAQDURULAH. Tidak perlu  mengecilkan atau menyalahkan yang RU’YAH.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

Ketujuh, kita yakin satu saat umat akan satu dalam Ied selama umat Islam terus berusaha untuk bersatu tanpa melihat latar belakang ormas, negara,ras dan atribut-atribut duniawi.

Kedelapan, ulama, asatidz dan du’at serta para tokoh masyarakat, dalam menyampaikan pernyataan di ruang publik hendaknya menyejukan umat.

Kesembilan, Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan kemudahan untuk mempersatukan umat Islam seluruh dunia dalam memperibadati-Nya.

Bogor,  15 Syawal 1444 H/05 Mei 2023

Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi

إياك نعبد واياك نستعين

(AK/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda