KABINET keamanan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memberikan suara pada tanggal 4 Maret untuk mengizinkan dimulainya kembali distribusi bantuan, tetapi harus dikelola oleh organisasi baru Yayasan Kemanusiaan Gaza (Gaza Humanitarian Foundation) yang bekerja atas koordinasi Amerika Serikat dan Israel.
Organisasi tersebut tengah berjuang untuk menarik lembaga kemanusiaan lain yang sudah mapan atau donor besar.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan banyak lembaga kemanusiaan mengatakan yayasan yang akan dikelola oleh AS dan Israel itu tidak dapat bekerja sama dengan model yang melanggar prinsip, yang melarang verifikasi identitas penerima bantuan, dan mungkin tidak cukup untuk memberi makan seluruh penduduk Gaza.
Operasi bantuan Yayasan Kemanusiaan Gaza dijadwalkan diluncurkan Senin 26 Mei 2025.
Baca Juga: Haji, dari Ibadah Ritual menuju Transformasi Kehidupan
Berdasarkan proposal tersebut, Yayasan Kemanusiaan Gaza pada awalnya akan mendirikan empat lokasi distribusi yang aman dan dapat diperluas, yang masing-masing menyediakan akses ke makanan, air, dan pasokan penting lainnya untuk sekitar 300.000 orang.
Setelah fase awal ini, operasi dapat diperluas hingga menjangkau dua juta orang di Gaza.
Usulan tersebut tidak memberikan perincian yang jelas tentang bagaimana organisasi tersebut akan beroperasi di lapangan, atau sumber pendanaan untuk keseluruhan operasinya, yang akan berdampak signifikan bagi dua juta warga Palestina yang terjebak di dalam Jalur Gaza seluas 140 mil persegi, yang menghadapi risiko kelaparan, menurut perkiraan PBB.
Beberapa lembaga kemanusiaan menganggap model penyaluran bantuan tidak netral, dan lebih pada pendekatan politik dan militer, yang menguntungkan pihak pendudukan.
Baca Juga: Senjakala Negara Zionis Israel
Badan penyalur bantuan baru tersebut telah dikecam dan disebut sebagai politisasi bantuan di Gaza.
Amerika Serikat mengatakan organisasi baru yang disetujui Israel adalah kunci untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza.
Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok kemanusiaan mengatakan GHF tidak akan memiliki kemampuan untuk menangani bencana kemanusiaan yang terjadi di Gaza sebagai akibat dari blokade Israel selama dua bulan.
Di samping itu sudah ada lembaga penyalur bantuan yang sudah mapan dan sudah bekerja dengan professional dan netral selama bertahun-tahun, seperti Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang berada di bawah PBB.
Baca Juga: Jama’ah Tempat Ukhuwah, Bukan Ajang Permusuhan
Siapa di Balik GHF?
Gaza Humanitarian Foundation (GHF) adalah badan bantuan yang didukung Israel dan AS yang berencana untuk mendistribusikan bantuan di Jalur Gaza.
Di bawah tekanan internasional yang meningkat untuk mengizinkan masuknya bantuan, Israel seang berupaya menemukan solusi yang menurutnya mencegah bantuan jatuh ke tangan kelompok Palestina Hamas.
Hal itu dibantah oleh organisasi kemanusiaan yang bergerak di Jalur Gaza, yang mengatakan bahwa sebagian besar makanan dan pasokan lainnya mencapai penduduk sipil Gaza dan tidak dialihkan ke para pejuang Hamas.
Baca Juga: Kisah Dr. Alaa Al-Najjar dan Genosida di Gaza, Dokter yang Tak Bisa Menyelamatkan Anaknya
Masih belum jelas juga bagaimana GHF akan didanai. Yayasan tersebut mengatakan akan mendirikan “lokasi distribusi yang aman” untuk memberi makan 1,2 juta orang di Gaza sebelum memperluasnya untuk memberi makan setiap warga Palestina di wilayah tersebut.
Dikatakan bahwa mereka akan berkoordinasi dengan militer Israel, sementara keamanan akan disediakan oleh kontraktor militer swasta.
Padahal PBB dan badan-badan bantuan kemanusiaan mengatakan bahwa mereka sudah memiliki sarana untuk mendistribusikan bantuan yang sangat dibutuhkan dan meringankan penderitaan warga Palestina di Gaza.
Wajarlah kalau kemudian GHF dipandang oleh para kritikus sebagai cara untuk mempolitisasi bantuan dan tidak memiliki pengalaman atau kapasitas untuk memberikan bantuan kepada lebih dari dua juta orang.
Baca Juga: Skandal Spionase Israel atas ICC Ancam Masa Depan Keadilan Global
GHF pun dipandang membatasi bantuan hanya untuk satu bagian Gaza, sementara membiarkan kebutuhan mendesak lainnya tidak terpenuhi, kata Kepala Kemanusiaan PBB Tom Fletcher di Dewan Keamanan PBB pekan lalu.
“Hal itu menjadikan bantuan tergantung pada tujuan politik dan militer. Hal itu menjadikan kelaparan sebagai alat tawar-menawar. Hal itu adalah tontonan sampingan yang sinis. Sebuah pengalihan perhatian yang disengaja. Sebuah kedok untuk kekerasan dan pengungsian lebih lanjut,” lanjut Fletcher.
Langgar Prinsip Kemanusiaan
PBB dan kelompok-kelompok bantuan mengatakan rencana Gaza Humanitarian Foundation (GHF) melanggar prinsip-prinsip dasar kemanusiaan.
Baca Juga: Jejak Pertama di Tanah Suci: Haru, Lelah, dan Syukur yang Membuncah
“Kami prihatin dengan mekanisme bantuan yang diusulkan untuk Gaza dan sangat khawatir bahwa mekanisme itu tidak akan memungkinkan bantuan kemanusiaan didistribusikan dengan cara yang konsisten dengan prinsip-prinsip inti kemanusiaan, yakni imparsialitas, kemanusiaan, dan kemandirian,” demikian pernyataan dari Komite Internasional Palang Merah (ICRC).
“ICRC tidak dapat bekerja di bawah mekanisme apa pun yang tidak memungkinkan kami menegakkan prinsip-prinsip dan cara kerja kami,” pernyataan ICRC.
“Bantuan kemanusiaan tidak boleh dipolitisasi atau dimiliterisasi,” kata pernyataan ICRC.
“Ini mengikis kenetralan yang diperlukan untuk memastikan bantuan diberikan hanya berdasarkan kebutuhan, bukan agenda politik atau militer,” lanjutnya.
Baca Juga: Setelah Bill Gates Bicara Vaksin, Jakarta Mendadak Siaga TBC, Adakah Hubungannya?
Inisiatif tersebut juga telah dicap oleh banyak pihak di sektor kemanusiaan sebagai tidak memadai.
“Bahkan jika dilaksanakan, volume bantuan yang diusulkan dalam rencana tersebut tidak mencukupi untuk skala kebutuhan yang sangat besar di Gaza,” menurut ICRC.
Sebelas organisasi kemanusiaan dan hak asasi manusia menandatangani pernyataan yang menyatakan bahwa mereka dengan tegas menolak pembentukan GHF, dengan menyebutnya, “Sebuah proyek yang dipimpin oleh tokoh-tokoh keamanan dan militer Barat yang memiliki hubungan politik, dikoordinasikan bersama-sama dengan pemerintah Israel, dan diluncurkan saat rakyat Gaza masih dalam pengepungan total. Serta tidak ada keterlibatan Palestina dalam desain atau implementasinya.”
Kurangnya keterlibatan Palestina, ditambah dengan persetujuan Israel untuk proyek tersebut dan rencana kehadiran militer Israel di sekitar lokasi distribusi, menurut Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee, menimbulkan kecurigaan Palestina bahwa pembentukan GHF akan memberi Israel lebih banyak kekuasaan atas distribusi bantuan di Gaza.
Baca Juga: Ibadah Haji dan Kesehatan: Pelukan Spiritual Yang Menyembuhkan Jasmani
PBB juga mengatakan GHF akan menjadikan bantuan sebagai senjata dengan mengancam pemindahan massal warga Palestina.
Lokasi distribusi bantuan awal hanya akan beroperasi di Gaza selatan dan tengah, yang menurut peringatan PBB dapat menyebabkan pemindahan warga Palestina di Gaza utara karena mereka terpaksa pindah ke selatan untuk mendapatkan makanan dan bantuan lainnya. []
Sumber: Al Jazeera
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Zionisme: Wajah Kezaliman yang Membungkam Nurani Dunia