Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MENYULAP SAMPAH’ MENJADI BERKAH

Admin - Rabu, 1 Oktober 2014 - 13:16 WIB

Rabu, 1 Oktober 2014 - 13:16 WIB

1516 Views ㅤ

Mini Komposter temuan Mutawakil (Foto : Imam/MINA)
Mini Komposter temuan Mutawakil (Foto : Imam/MINA)

Mini Komposter temuan Mutawakil (Foto : Imam/MINA)

Jakarta, 7 Dzulhijjah 1435/1 Oktober 2014 – MINA – Ditengah gonjang-ganjing masalah meledaknya sampah Jakarta, selalu ada orang kreatif yang mencari solusinya. Salah satunya adalah Mutawakil, seorang praktisi lingkungan hidup yang resah dengan kenyataan produksi sampah Jakarta yang mencapai 6.500 ton perhari.

“Lihat saja, terlambat dua hari saja sampah diangkat Jakarta sudah berantakan dan bau,” kata Akil, sapaan akrab lelaki 3 anak ini.

Akil bukanlah seorang ilmuwan bergelar profesor. Bahkan hanya sarjana ekonomi jebolan Universitas Nasional, Jakarta Selatan. Pria kelahiran Gresik tahun 1964 itu masuk ke dunia teknologi, karena sebuah kepedulian terhadap masalah lingkungan hidup yang makin memprihatinkan.

“Sejak mahasiswa, saya sudah aktif di Balai Pengkajian Samudera di Anyer, Banten. Itu atas permintaan Rektor UNAS Bapak Profesor Sutan Takdir Alisyahbana sejak 1992,” ujar Akil, panggilan akrabnya. Dari sanalah ia mulai akrab dengan berbagai penelitian ilmiah terkait lingkungan hidup, riset dan temuan-temuan baru.

Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir

Bicara tentang solusi masalah sampah, temuan khas miliknya ini juga terbilang tidak sengaja. Keprihatinannya melihat menggunungnya sampah di Jakarta, mendorongnya berpikir keras mencari solusi. Ia menyayangkan, banyak warga mencari jalan instan membuang sampah ke sungai. “Inilah namanya limbah menjadi musibah,” ujar Akil. Menurutnya, saat banjir akan terlihat kenyataan tersebut.

“Saat itu saya hanya terpikir bahwa solusi sampah Jakarta harus diatasi dari hilir, yakni dari rumah tangga itu sendiri,” ujar Akil. Selama ini, sampah rumah tangga adalah donatur limbah terbesar di Jakarta. Ia melihat, jika masyarakat ikut aktif terlibat mengurangi sampah maka volume sampah tak akan sebanyak itu.

Inilah ide awal ditemukannya Tekhnologi Pengolahan sampah Organik “Mini Komposter”, teknologi yang dapat diterapkan setiap rumah tangga guna mengurangi volume sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Menurut Akil, bukan hanya volume sampah berkurang, namun manfaat lain adalah tersedianya pupuk kompos dan pupuk cair di setiap rumah untuk menyuburkan lingkungan.

“Jika mau, bisa dikomersilkan dan menghasilkan pendapatan,” ujar Akil.

Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia

Menurutnya, dengan aplikasi yang sangat sederhana para ibu rumahtangga bisa melakukan kegiatan peduli lingkungan ini. “Cukup masukan sampah organik ke dalam alatnya, biarkan bakteri fermentasi memprosesnya menjadi pupuk,” katanya bersemangat.

Akil mengaku, jenis bakteri yang dimasukan ke dalam komposter tersebut juga temuan dari hasil risetnya. “Namanya Zat Semai Mikrobia, saya sudah temukan biang mikrobanya dan saya kembangbiakan lagi dalam komposter ini,” ujar Akil.

Mini Komposter dengan kapasitas 20 kg ini diklaim Akil, dapat digunakan sebagai sarana atau media untuk pembuatan kompos dan lindi ( hasil dari proses fermentasi kompos ). “Media fermentasi harus menggunakan media berbahan baku plastik atau tangki permanen yang dibuat dari unsur tanah. Itu untuk kapasitas sampah yang besar, tujuannya agar tidak terjadi kontaminasi zat yang terkandung di dalam unsur pembuatan media fermentasi dengan sampah itu sendiri,” katanya.

Akil melanjutkan, sampah yang akan difermentasi tadi ditaburi atau disemprot dengan Bioaktifator yang merupakan bakteri indegenious yang mampu mengurai bahan organik menjadi senyawa yang dibutuhkan tanaman dan hewan. Diakuinya, kekuatan dekomposisinya dapat mengubah limbah padat /cair menjadi bahan yang bermanfaat bagi lingkungan. “Bioaktifator sama sekali tidak menggunakan bahan kimia, karena semua bahan berasal dari alam,”ujarnya.

Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh

Hasilnya, setelah 7 hingga 14 hari akan didapatkan pupuk kompos dan pupuk organik cair. Kedua hasil komposter tadi dapat diaplikasikan untuk pupuk tanaman ataupun campuran pakan ternak. “Teknologi itu memang harus mudah diaplikasikan agar bermanfaat,” kata Akil.

Mengembangkan temuan lain

Selain Mini Komposter, Mutawakil juga ternyata mengembangkan aplikasi teknologi terapan lainnya untuk dimanfaatkan masyarakat. Pemilik sebuah pesantren di Bogor ini telah mengembangkan teknologi pengolah limbah got menjadi batako, bahan bangunan yang menjadi kebutuhan utama dalam infrastruktur.

“Di bidang ini saya juga mengembangkan batako ringan semacam “hebel”, bahan bakunya adalah limbah sterofoam yang selama ini menjadi momok menakutkan bagi lingkungan,” ujar Akil.

Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh

Sementara di bidang teknologi otomotif dan energi, temuan terakhirnya adalah Eco Power Booster atau semacam alat untuk mengefisiensikan kerja mesin kendaraan sehingga menghemat pembakaran BBM.

“Alat ini bisa diaplikasikan untuk mobil maupun motor, dan sudah dijual bebas,” ujarnya. Bahkan, kini ia mengembangkan teknologi yang merubah limbah plastik menjadi BBM.

“Hasilnya itu akan keluar minyak tanah, solar dan premium,” kata Akil.

Menurut Akil, inilah solusi gonjang-ganjingnya kenaikan BBM tahun depan. Jika teknologi ini diterapkan, masalah BBM bukan sesuatu yang mengkhawatirkan.

Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung

“Hanya kembalinya kepada regulasi yang mengaturnya, inikan soal hajat hidup publik yang harus dilayani oleh negara,” singgung Akil.

Meski banyak temuannya, Mutawakil ternyata tak pelit berbagi ilmu. Ia siap membagikan ilmunya untuk diterapkan oleh masyarakat.

“Saya sering diundang bukan hanya masyarakat Jakarta, pernah juga di Jawa Tengah, dan berbagai daerah lainnya. Namun diakuinya, ada nuansa religius berbeda saat mengajar sesama muslim dengan non-muslim.

“Saya semangat kalau mengajarkan kepada muslim, kalimat yang keluar biasanya kalimat-kalimat toyyibah seperti Alhamdulillah, Subhanallah dan lainnya,” ungkapnya. Sementara non-muslim, biasanya hanya tepuk tangan dan kekaguman biasa saja, kata Akil.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel

“Jadi kalau mengajar muslim, saya merasakan betul bahwa itu bagian dari ibadah saya,” kata Akil bersemangat.

Bukan hanya berbagi ilmu, Akil juga membantu masyarakat yang memerlukan teknologi untuk membantu produktifitas usahanya. “Sebagai Ketua Pos Pelayanan Teknologi (Posyantek) Jagakarsa, ini kewajiban saya membantu agar teknologi turut memajukan usaha masyarakat,” ujar Akil.

Sudah banyak orang yang merasakan kesuksesan, dengan bantuan teknologi yang disarankannya. Ada Keripik “Cantir”, Pengusaha Dodol Mak Nyai, Pengusaha Bir Pletok dan lainnya.

“Ya ini yang namanya merubah musibah menjadi berkah, sampah itu musibah jika tidak diurus namun jadi berkah jika bisa memanfaatkannya,” pungkas Akil.(L/R12/R03)

Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

MINA Millenia
MINA Preneur
Indonesia
Tausiyah
Kolom