MER-C: Aneksasi Tepi Barat Bisa Perparah Kondisi Kemanusiaan

konferensi pers yang digelar oleh Aqsa Working Group (AWG) bertema “Menolak Aneksasi Israel atas Tanah Palestina di Tepi Barat” di Jakarta, Kamis, 25 Juni 2020. (Foto: Abdullah/MINA)

Jakarta, MINA – Ketua Presidium Medical Emergency Rescue – Committee () dr. Sarbini Abdul Murad mengatakan, rencana Israel yang akan mencaplok wilayah , , bisa memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah itu.

Menurut dr. Sarbini, dunia Barat, Timur, hingga dunia Islam menolak dan mengecam langkah Israel. Dia menegaskan, hanya Amerika Serikat yang sangat mendukung rencana aneksasi Israel yang sesuai jadwal akan dilakukan pada 1 Juli mendatang.

“Kami secara tegas mengecam langkah aneksasi karena sangat berbahaya bagi kemanusiaan. Kami sebagai lembaga kemanusiaan mengapresiasi AWG yang merespons tindakan sepihak Israel,” kata dr. Sarbini dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/6).

Konferensi pers itu dihadiri sejumlah tokoh penting, di antaranya, Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al Shun, mantan Direktur LKBN Antara Dr. Aat Surya Syafaat, dan Ketua AWG Agus Sudarmadji.

Dalam konferensi pers yang digelar Aqsa Working Group (AWG) bertema “Menolak Aneksasi Israel atas Tanah Palestina di Tepi Barat”, dr. Sarbini mengungkapkan, di Amerika Serikat sendiri tidak satu suara. Partai Demokrat yang menjadi oposisi Trump sangat menentang aneksasi.

“Di Amerika, Partai Demokrat dan Partai Republik saling bertentangan. Jika Republik mendukung aneksasi, Demokrat justru menentang keras langkah tersebut,” katanya.

Dr. Sarbini juga mengapresiasi respon Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi yang langsung mengirim surat kepada 30 kepala negara untuk menolak aneksasi.

Baru-baru ini, Indonesia juga baru saja memprakarsai pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang dilakukan secara virtual pada Rabu, 24 Juni 2020.

“Sudah terlalu lama, rakyat Palestina mengalami ketidakadilan, pelanggaran HAM dan situasi kemanusiaan yang buruk.  Aneksasi Israel merupakan ancaman bagi masa depan bangsa Palestina,” ucap Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno LP Marsudi mengawali pernyataan tegasnya pada pertemuan terbuka tersebut.

Dalam pertemuan yang dipimpin Prancis selaku Presiden DK PBB Juni 2020 ini, Retno menyampaikan sebuah pertanyaan, ”Pilihan ada di tangan kita, apakah akan berpihak kepada hukum internasional, atau menutup mata dan berpihak di sisi lain yang memperbolehkan tindakan yang bertentangan dengan hukum internasional?”

Sebagaimana keterang pers yang diterima MINA, Kamis (25/6), setidaknya ada tiga alasan yang disampaikan Retno pada pertemuan itu mengapa masyarakat internasional harus menolak rencana Israel terkait aneksasi Tepi Barat itu.

Pertama, rencana aneksasi formal Israel terhadap wilayah Palestina merupakan pelanggaran hukum internasional.  Memperbolehkan aneksasi artinya membuat preseden dimana penguasaan wilayah dengan cara aneksasi adalah perbuatan legal dalam hukum internasional.

Kedua, rencana aneksasi formal Israel ini merupakan ujian bagi kredibilitas dan legitimasi Dewan Keamanan PBB di mata dunia internasional. DK PBB harus cepat mengambil langkah cepat yang sejalan dengan Piagam PBB.

Ketiga, aneksasi akan merusak seluruh prospek perdamaian. Aneksasi juga akan menciptakan instabilitas di Kawasan dan dunia. Untuk itu, terdapat urgensi adanya proses perdamaian yang kredibel dimana seluruh pihak berdiri sejajar. (L/R2/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.